webnovel

Kakak Nico

"Kakak ini sebenarnya siapa?"

"Maaf aku lupa mengatakannya lebih dulu. Sebenarnya aku kakaknya Nico."

"Oh kakaknya si Nic….eh…APA?!" Maya menutup mulutnya tidak percaya.

Nina tertawa melihat reaksinya yang lucu.

"Ah begitu ya, aku pernah mendengarnya dari Niconi tapi tidak menyangka kalau kakak secantik ini."

"Niconi?"

"Ah maaf aku tidak meledek kok. Cuma panggilan lucu-lucuan, hehe." Maya mengengeh.

Membuat Nina tambah gemas padanya.

"Tapi Nico tidak tahu aku menemuimu. Aku bertanya pada Kak Andra."

"Ah begitu ya. Kak Andra memang sangat baik. Berbeda dari Nico yang sering menggangguku," Maya sebal. Namun Nina selalu tertawa melihat reaksi apapun darinya.

"Kenapa Kak Nina selalu tersenyum melihatku?"

"Kau sangat lucu, sepertinya aku tahu kenapa kau adalah teman yang disu… ah maksudku yang berharga. Apa dia sering buat masalah di kampus?"

"Nico bukan anak nakal kok, Kak. Kau tidak perlu khawatir. Dia hanya bercita-cita jadi penunggu kampus dan menua di sana."

"Haha. Lucu sekali."

"Oh ya, bolehkah aku titip salam untuk Kak Andra, dia sering membelikanku makanan, tapi aku tidak pernah mengucapkan terima kasih karena dia selalu pergi lebih dulu."

"Andra pasti juga menyukainya. Dai sangat imut dan lucu," gumam Nina senyum-senyum sendiri.

Flashback

Zaman SMP, Nico sangat bandel dan buat rusuh di kelas. Dia sering dipanggil ke kantor, dan ia diminta memanggil orang tuanya ke sekolah. Karena terlalu sibuk, jadi Andra yang selalu menggantikannya. Ia masih menjadi mahasiswa saat itu.

"Kau mau seperti ini terus? Sebentar lagi kau lulus, kau mau tidak diterima di sekolah SMA yang bagus?!" Andra marah karena ini bukan pertama atau kedua kali ia dipanggil ke sekolah, namun sudah berkali-kali.

Namun Nico hanya diam.

"Buat apa ke sekolah bagus kalau tidak ada Maya."

"Apa? Maya? Siapa Maya?"

Nico mengalihkan pandangnya, ia marah.

Andra sadar ternyata perubahan sikap adiknya saat kelas 3 adalah karena Maya, sahabatnya, memutuskan untuk pindah keluar kota. Padahal sebelumnya ia tak pernah berbuat nakal. Andra menghela napas dan membiarkan Nico tetap seperti itu, karena ia memang tidak bisa membantu adiknya.

"Apa dia teman yang penting?" tanya Andra pelan, kini ia lebih berhati-hati.

Nico mengalihkan wajahnya ke samping. Namun Andra bisa melihat matanya yang berkaca-kaca. Siangnya sepulang sekolah, Andra mengajak Nico dan Maya jalan-jalan ke mall. Ia membelikan Maya banyak barang yang biasanya gadis inginkan. Meskipun sungkan, ia sangat senang dan tidak tahu kalau keluarga Nico ternyata sangat kaya.

"Lipstik itu cocok denganmu," kata Nico.

"Benarkah?" Maya nampak senang.

"Kau tidak boleh terlihat cantik nanti saat masuk SMA," julid Nico.

"Apa? Kenapa kau jahat begitu?"

"Kau kan jelek," Nico tertawa.

"Dasar!"

Andra menatap keduanya sembari tersenyum tipis. Ia lalu mengajak keduanya ke kafe di sana. Ada banyak sekali menu dessert yang lezat. Maya senang melihatnya, matanya berbinar menatap menu makanannya.

"Maya mau pesan apa?" tanya Andra.

"Aku bingung, Kak. Semuanya terlihat lezat, hehe." Maya mengengeh.

Meja mereka berada di atas lantai dimana mereka bisa melihat semua toko di mall tersebut dari dinding kaca. Maya terperangah melihatnya. Ia memperhatikan keluar terus.

"Apa sih yang kau lihat?" tanya Nico ikut penasaran.

"Orangnya banyak sekali. Mereka berbelanja dengan bahagia," Maya tersenyum namun sedih.

Tanpa ia tahu, Andra dan Nico memahami maksud dan ekspresinya. Pesanan mereka datang. Andra memesan 3 macam dessert untuk Maya. Ia sangat senang.

"Wah…semuanya terlihat enak. Benarkah aku boleh makan ini, Kak?"

"Tentu saja," Andra tersenyum.

"Makanya kau sekolah saja di sekolah yang sama denganku. Kakak akan mentraktirmu makanan enak setiap hari," celetuk Nico.

Andra meliriknya lalu menggeleng memberi tanda untuk tidak mengatakan hal seperti itu.

"Aku juga….ingin satu sekolah denganmu…Nico." Maya mendongak menatapnya,

Nico melihat tatapan sedihnya.

Flashback End

***

Di kamar setelah selesai berbincang dengan Nina dan bertukar nomor telepon, Maya berbaring di ranjang dengan nyaman dan tersenyum mengingatnya.

"Kak Nina sama baiknya dengan Kak Andra." Maya tersenyum.

Ia tiba-tiba ingat Nico yang menangis saat ia harus pindah keluar kota. Tanpa sadar ia juga berkaca-kaca.

"Kenapa aku harus mengingatnya lagi sih? Itu kan sudah lama sekali. Dasar Nico payah!" Maya membenamkan wajahnya di bawah bantal karena malu.

Ia menyibukkan diri dengan mencari lowongan kerja di situs online. Ia mulai mencari dari smartphone kecilnya yang sudah sejak lama tidak di upgrade. Laptopnya juga sudah ia jual. Ia mengambil pena dan buku catatan lalu mulai mencatat lowongan yang sesuai dengan yang ia butuhkan. Namun sayangnya, hampir semua jenis pekerjaan mencari pekerja yang rata-rata mempunyai tinggi badan minimal 160.

"Ah sial sekali. Sudah miskin pendek lagi, huft." sebalnya. "Apa hanya orang-orang tinggi yang boleh banyak uang?" ia meremas pulpennya dengan kesal.

Ia menyandarkan punggung di kursi, sembari menatap langit-langit kamar. Ekspresi wajahnya cemberut.

"Ya Tuhan tolong beri aku pekerjaan yang cepat kaya dan halal," bibirnya manyun. Ia terus terngiang-ngiang kata-kata ibunya yang hutang 10 juta. Maya menutup matanya dengan lengan sembari memejamkan mata.

Ting!

Tiba-tiba ponselnya berbunyi. Itu adalah notifikasi email. Maya bergegas membukanya. Ia sudah melamar di beberapa tempat beberapa hari ini dan belum ada balasan. Namun setelah membuka email itu, raut wajahnya berubah.

"Mohon maaf, kami tidak bisa menerima anda. Spesifikasi anda tidak sesuai dengan yang kami cari."

Maya menghela napas panjang membaca email itu. Ia sedih dan hilang harapan. Dilihatnya ada 1 pesan di bagian spam. Karena kurang kerjaan Maya iseng membukanya dan hendak menghapusnya, namun setelah ia baca lagi. Ternyata itu bukan benar-benar pesan spam. Malah sebaliknya.

Itu adalah iklan lowongan pekerjaan ART (asisten rumah tangga). Hanya untuk 1 bulan, namun bisa berubah sesuai kondisi. Dan gajinya sangat tinggi. Ada keterangan diutamakan punya keahlian dalam konseling namun optional. Maya membacanya dengan membelalakkan mata.

"Apa ini palsu?"

Paginya, sebelum berangkat, Nina tiba-tiba menghubungi Maya. Ia mengajaknya makan malam bersama Andra dan Nico.

"Apa kau luang tanggal 11 hari Minggu?" tanya Nina dari seberang telepon.

"Ehm, iya Kak."

"Aku mau mengajakmu makan malam bersama, ada Kak Andra dan Nico juga. Kuharap kau mau datang."

Maya melihat kalender. Maya sebelumnya melingkari tanggal itu. Ada catatan kecil bertuliskan "birthday" di bawahnya.

"Kok bisa tepas sekali ya waktunya," gumamnya.

Itu adalah hari ulang tahunnya.