webnovel

Imajinasi

Maya memakai baju seksi lalu mendekati Roy yang baru pulang dari kerja. Ia melayaninya seolah istrinya.

"Kau sudah pulang?" Maya memegang pipinya. Roy memeluknya.

Roy kemudian duduk di sofa, lalu Maya duduk di pangkuannya sembari membantu membuka dasinya pelan. Mereka berdua saling menatap mesra. Roy lalu merengkuh pinggang Maya, membuka pakaiannya pelan dan hendak menciumnya. Namun tiba-tiba….

"Tidak tidak!" Tian menjerit dalam hati sembari menggeleng cepat. Wajahnya tertekuk.

"Kak Tian," panggil Maya dari samping. Ia menyenggol lengannya pelan. "Apa yang kau lakukan? Cepat jabat tangannya."

Tian tersadar dari imajinasi liarnya dan menatap pria bernama Roy itu dengan tangan yang masih terulur di depannya. Tian lalu menyalaminya.

"Oh maaf, namaku Tian."

Maya menggeleng melihat kelakuan seniornya yang tidak biasanya seperti itu. Roy melirik Tian sekilas lalu meminum kopinya. Kemudian menyunggingkan senyum di sudut bibirnya.

"Oh ya, May. Aku memeriksa kamarku. Terima kasih sudah membersihkannya. Padahal kau tidak perlu melakukannya," kata Roy, sembari sekilas melirik Tian.

Tian terkejut mendengarnya.

"Iya, Kak. Lagipula saat Viola ke sekolah aku senggang di rumah sendirian. Rumahmu juga sangat rapi, jadi tidak banyak yang perlu kukerjakan."

"APA?! Maya juga membersihkan kamar pria ini?!!" jerit Tian, ia menoleh ke arah Maya dan melotot.

"Apa sih?" bisik Maya. Ia merasa jengkel.

"Kau juga membersihkan kamarnya?" tanya Tian.

"Iya, kenapa?"

"Maya sangat teliti. Kamarku sangat bersih dan rapi," tambah Roy.

Tangan Tian yang berada di atas paha kini mengepal perlahan.

Ia membayangkan Maya memakai lingerie seksi lalu diajak masuk ke kamar Roy. Roy mendorong tubuhnya hingga jatuh ke ranjang.

Roy membuka kancing kemejanya satu persatu lalu melemparnya ke lantai dan membuka ikat pinggangnya. Ia menindih tubuh Maya yang kecil, sembari menyentuh pipinya yang halus.

"Layani aku," kata Roy. Ia mendekatkan wajahnya dan hendak mencium Maya.

"Ah Tuan, jangan seperti ini."

Tian memegang kepalanya frustasi. Kali ini dia merasa benar-benar gila. Ia tidak mau membayangkannya namun otaknya terus-terusan membuat skenario mesum semacam itu.

"Tidak!" Tian menggeleng.

"Kak Tian?" Maya menyenggol lengannya lagi. "Kau kenapa sih dari tadi?" bisiknya.

Melihat penampilan Roy yang sangat dewasa. Ia makin berprasangka buruk padanya dan membayangkan Maya disuruh melayaninya. Sedang Roy, hanya bersantai menyeruput kopinya.

"Tidak apa-apa. Memangnya aku kenapa?"

"Kau terlihat pucat," sahut Roy. "Apa kau baik-baik saja, teman Maya?" Roy menekankan kata-kata terakhirnya.

Tian makin membuncah emosinya. Tangannya mengepal memanas.

"Oh, Kak Roy, apa kau tidak mencukur kumismu?" Maya niat bercanda.

"Aku sangat sibuk sampai lupa mencukurnya," Roy tertawa kecil.

"Mau kuambilkan pisau cukur?" tawar Maya.

"Apa kau juga mencukur kumisnya?!" teriak Tian tanpa sadar.

"Apa? Kenapa aku melakukannya?" Maya terkejut karena tiba-tiba Tian berteriak.

Tian kikuk sendiri. Roy meliriknya heran, namun diam-diam tersenyum melihat tingkah Tian. Ia bisa menebak apa yang ada di pikiran pria muda itu.

"Kau ini kenapa sih dari tadi? Harusnya kau di mobil saja," Maya kesal. "Aku akan naik dan ambil koperku dulu, Kak." katanya pada Roy.

Roy mengangguk pelan.

Saat Maya ambil kopernya di lantai atas. Roy meletakkan gelas kopinya lalu menatap Tian. Tian menyadarinya.

"K…kenapa?" Tian canggung. Ia meminum jus yang disuguhkan

"Namamu Tian ya. Apa kau masih sering menonton film porno atau majalah aneh?"

Seketika Tian menyemburkan minumnya ke samping. Mendadak ia ingat majalah laknat itu. Ia terbatuk-batuk. Roy menyodorkan tisu yang ada di meja.

"Anda serius tanya tentang itu?"

"Ah begitu rupanya."

"Tidak! Bukan begitu, anda salah paham. Kenapa anda bertanya itu?" Tian kesal.

"Kau lihat di sana?" menunjuk ke foto yang tegak di meja dekat lampu. "Dia adikku, aku meminta Maya mengasuhnya saat aku pergi dinas. Yang artinya, saat dia tinggal di sini, aku tidak ada di rumah."

Tian membisu. Ia baru menyadarinya saat melihat foto gadis yang memakai seragam SD tersenyum lebar di foto itu, Viola. Ia merasa bersalah telah berprasangka buruk pada Roy.

"Semua skenario aneh yang kau pikirkan di otakmu itu tidak terjadi."

"Ba…bagaimana anda tahu?"

"Kalau kau terus bersikap seperti ini, gadis itu akan menganggapmu terlalu ikut campur urusan orang. Kau harusnya tahu apa yang sedang kau rasakan kan? Kau sudah cukup dewasa memahaminya."

"Bagaimana bisa anda mengatakan itu dengan tenang?"

Roy hanya menyeruput kopinya dengan tenang.

Ketika Maya turun membawa kopernya, Tian bergegas mendekat dan membantunya. Setelah itu mereka pamit pulang.

"Apa yang kalian bicarakan saat aku di lantai atas tadi?"

"Bukan apa-apa. Cuma obrolan laki-laki."

"Obrolan laki-laki?"

"Kau tidak perlu tahu."

Tian memasukkannya ke bagasi mobil. Ia juga membantu Maya membawa kopernya sampai kamar.

"Terima kasih senior."

"Tidak perlu. Ini untuk menebus kesalahanku kemarin."

"Aku sudah memaafkannya." jawab Maya. "Bahkan saat kau belum meminta maaf padaku."

"Sungguh? Kau tidak bohong kan?"

"Ehm, aku sudah melupakannya."

"Terima kasih, Maya."

Mereka berdua melempar senyum satu sama lain.

***

"Sampai kapan kau akan terus seperti ini?" Andra membuka selimut Nico. Ia lalu menyeretnya. Keadaannya sangat kacau.

"Tinggalkan aku sendiri," Nico kembali merebahkan diri di ranjang.

"Astaga anak ini…" Andra bingung harus bagaimana lagi. "Sudah sebulan ini kau cuma di rumah terus. Biasanya kau hangout keluar dengan teman-temanmu, kan. Sana pergi keluar."

"Tidak mau!"

"Nico!"

"Apa?!"

Andra menghela napas. Ia lalu berkacak pinggang kemudian keluar dari kamar adiknya dan menutupnya dengan keras. ia memutuskan untuk pergi ke kantor. Andra berpesan pada maid untuk memperhatikan jam makan Nico. Berat-benar badannya berkurang dan jadi kurus sejak Maya pergi.

Saat di kantor dan tengah mengurus dokumen dokumen untuk ditandatangani. Tiba-tiba teleponnya berdering. Ada nama Dr. Casano di sana. Ia segera mengangkatnya.

"Apa kau mengenal Maya Forenzo?"

"Maya? Aku memang kenal dengan teman adikku yang bernama Maya. Kau mengenalnya?"

"Maya bekerja untuk mengasuh adikku bulan kemarin."

"Tunggu dulu. Apa ini Maya yang aku kenal?"

"Iya. Aku bicara dengannya dan dia juga mengenalmu."

"Syukurlah. Adikku sangat stres karena Maya tidak memberitahunya. Ternyata dia bekerja denganmu. Aku tidak menyangkanya."

"Apa adikmu laki-laki?"

"Iya, dia senior Maya."

Roy ingat kalau Maya mengenalkan Tian sebagai senior di kampusnya kemarin.

"Apa namanya Tian?"