webnovel

Hubungan

"Apa kau preman huh?"

"Kau sendiri?" Ian lalu melempar tangannya dari kerah bajunya. "Jika kau tau siapa aku, kau akan berlutut di kakiku."

"Kurang ajar! Jangan bicara omong kosong kau!" Nathan melihat keluar bertanya-tanya kenapa geng-nya yang berjaga di luar tidak masuk setelah mendengar keributan.

Ian ikut menoleh dan paham apa yang tengah dicarinya. "Oh kau cari antek-antekmu yang lemah?"

Nathan kembali tertegun mendengarnya. Padahal di depan ada sekitar 3-4 orang.

"Onyx mungkin sudah membuat mereka tepar dan tertidur.

"Onyx?" Nathan mengingat-ingat lagi. Itu adalah sahabat Nathan yang juga selalu bolos dengannya. Ia duduk di belakang Kara tepat di kelas.

"Kau tidak kenal kami karena kami selalu bolos, atau…" Ian mendekat, kali ini Nathan takut karena sadar kedua siswa itu terkenal sebagai preman yang handal bertarung.

"Atau apa?"

Kara yang melihat mereka berdua mengambil kesempatan untuk mengendap-endap. Setelah merapikan kemeja, dasi dan rambutnya yang sempat acak-acakan, dia berniat keluar dari sana. Namun tiba-tiba Ian menarik tangannya, hingga keduanya berjarak sangat dekat.

"Kau mau kemana?"

Ian bisa merasakan tangan Kara gemetaran.

Melihat situasi itu Nathan berlari, ia membuka tirai dengan cekatan dan kabur namun tiba-tiba pintu terbuka. Onyx masuk lalu menutup pintunya lagi, kali ini menguncinya, agar suaranya tidak bising keluar. Nathan panik melihat itu, ia mundur perlahan.

"Apa mau kalian? Kenapa ikut campur urusanku?!" teriak Nathan. Ia tidak ada tempat untuk kabur lagi.

Onyx tidak jauh berbeda penampilannya dari Ian yang tidak rapi, hanya saja rambutnya tidak diwarnai. Ia mendekat lalu meraih kerah Nathan dan..

Buaghh!

Onyx memukulnya. Nathan yang tidak bisa berkelahi pun langsung oleng sekali pukul. Ia tersungkur di lantai sembari terbatuk-batuk.

"Aku bisa membuatmu didepak dari sekolah dan membuatmu tidak diterima di sekolah manapun dengan mudah," Onyx berjongkok dan menjambak rambutnya agar kepalanya terangkat. "Kau harusnya tahu aku bisa melakukannya. Aku bisa menghancurkanmu."

Nathan yang mulutnya berdarah hanya bisa diam karena tidak punya tenaga. Onyx sangat menyeramkan. Setelah beberapa saat ia tiba-tiba pingsan. Onyx berdiri dan menggerak-gerakkan tubuhnya dengan kaki. Namun tidak ada sahutan.

"Anak kepala sekolah ternyata tidak lebih kuat dari semut," katanya sembari tertawa miris.

Plak!

Onyx terkejut mendengar suara tamparan dari dalam tirai. Ia lalu membukanya dan mendapati Ian menyentuh pipinya dengan menghadap ke samping. Sedang gadis bernama Kara yang mereka selamatkan sedang dalam kondisi marah dan kesal.

"Kenapa?" Ian berusaha tenang. "Kenapa kau menamparku?"

"Kau…kenapa merekamnya?"

"Ah… kau takut karena kau masuk frame tadi?" Ian paham alasannya.

Kara lalu melihat Ian dan Onyx bergantian, kemudian melihat Nathan yang tersungkur di lantai.

"Apa kalian preman? Kenapa kalian datang ke sekolah. Sekalian saja bolos setiap hari?!" teriak Kara. Matanya berkaca-kaca. "Kenapa kau merekam tadi, apa aku memintanya?!"

"Aku sudah menyelamatkanmu. Rekaman itu bisa membuatmu mendapatkan beasiswa lagi. Kau tidak paham gadis rangking 1?"

"Menyelamatkan dari apa? Dengan apa? Dengan menyebarkan ke sekolah kalau aku hampir diperkosa?!"

Ian dan Onyx tertegun mendengarnya. Mereka berdua tidak memikirkan sampai ke sana. Ian melirik jari-jari tangan gadis itu gemetaran. Ia terdiam.

"Kalian cuma menikmati waktu kosong dengan hal yang kalian anggap seru kan? Kau tidak menyelamatkanku, kalian cuma bersenang-senang." Kara tersenyum miris. "Brengsek," umpatnya pelan.

Ia lalu berjalan melewati Ian dan Onyx serta Nathan yang pingsan. Badannya gemetaran namun ia berusaha kuat dan tegar. Kara membuka kuncinya lalu membuka pintunya, kemudian keluar dari sana. Kebetulan tidak jauh ada satpam yang berdiri, Kara ingin menghampirinya dan berniat mengatakannya, namun ia ragu dan berakhir hanya melewatinya.

Kara berlari melewati ruang kelasnya dan memilih ke kamar mandi. Ia duduk di kloset dan menangis. Pergelangan tangan kirinya memar karena cengkeraman Nathan tadi. Ia memegangnya sembari menangis sesenggukan dengan diam.

***

Prang!

Gelas kopi Nando jatuh dan pecah karena tak sengaja tersenggol lengannya saat ia duduk santai bercengkerama dengan Nico di kedainya. Mereka berdua tadinya membahas Maya namun tiba-tiba Nico menggerakkan lengannya dan tidak sengaja membuat kopinya tumpah. Nico juga terkejut. Karyawan yang dekat dengan mereka dengan cekatan mengambil sapu dan mengambilnya kemudian membersihkan lantainya dengan pel.

"Apa yang sedang kau pikirkan?" tanya Nico.

"Tidak tahu. Aku cuma memikirkan adikku yang baru kembali ke asrama beberapa hari yang lalu."

Nando menghela napas dan terdiam termenung.

***

Tok tok tok

Suara pintu diketuk, seseorang meminta izin untuk masuk.

"Permisi, Pak. Ada paket."

"Silakan masuk."

Seorang staf memberikan paket kecil seukuran ponsel kepala sekolah.

"Paket apa? Saya tidak pesan barang apa-apa."

"Eh? Tapi ini atas nama bapak."

Kepala sekolah nampak bingung namun tetap menerimanya. Setelah staf keluar, ia membukanya. Ada sebuah surat dan flashdisk di dalamnya. Kepala sekolah membaca surat itu.

'Hukum anakmu sebelum aku menghukumnya.' -Gabriel

Degh

Sesaat jantung kepala sekolah seolah berhenti. Ia lalu menyembunyikan surat itu di saku jas dalamnya agar tidak ditemukan siapapun dan memeriksa isi flashdisk itu. Betapa terkejutnya ia melihat Nathan, putranya tengah mengancam seorang siswi untuk melakukan hal tidak senonoh. Serta ada ancaman bahwa beasiswa itu dari ayahnya yang berkuasa. Kepala sekolah yang notabenenya bukan pemilik sekolah seketika oleng dan hampir pingsan. Di bukanya lagi surat dari Gabriel, ia tahu siapa anak ini. Dan ia tidak berani jika anak ini sudah turun tangan.

"Dasar Nathan! Buat masalah apa lagi dia! Anak tidak berguna!" umpatnya pada anaknya sendiri.

Dilihatnya lagi video itu, namun tidak jelas siapa siswi itu, karena wajahnya di blur-kan. Kepala sekolah tidak punya tebakan tentang siapa kira-kira siswi itu.

"Beasiswa? Siswi ini pasti baru dicabut beasiswanya," kepala sekolah mencari tahunya.

Ia kemudian menelepon staf tadi dan memintanya masuk.

"Ada apa, Pak?"

"Ada berapa siswa yang dicabut beasiswanya semester kemarin?"

"Itu…sebentar saya ambil dulu datanya."

"Apa ada siswi yang dicabut beasiswanya baru-baru ini."

"Sepertinya ada. Tapi…"

"Tapi kenapa? Bukankah harus ada rapat dulu? Kenapa aku tidak tahu!"

"Itu…putra anda yang memintanya, Pak."

"Apa?!" kepala sekolah memegang kepalanya yang pening.

"Jika video itu sampai menyebar, aku dan Nathan pasti tidak akan diterima di sekolah manapun. Aku tidak boleh melawan keluarga Gabriel. Haduhh," batin kepala sekolah frustasi.

Pagi harinya, saat sampai di sekolah, di lorong depan mading sangat ramai. Sebelum masuk kelas ia memutuskan untuk melihat ada pengumuman apa kira-kira. Namun betapa terkejut dia melihatnya.

"Apa ini?" Kara tersenyum miris. "Apa sekolah sedang bermain-main denganku?"