webnovel

Birthday Party

"Kenapa kau pakai jaket?"

"Karena…aku malu."

Nico melihat wajah Maya yang memerah imut. Ia makin terpana.

"Buka saja. Kau terlihat cantik."

Maya mendongak. Mereka berdua bertatapan. Nico tidak bisa menahannya lagi. Maya sangat cantik, dengan wajah yang memakai riasan. Ia sangat jarang memakainya. Gaunnya yang pendek mengekspos pahanya, dan rambutnya ia gerai indah. Aromanya juga sangat harum. Nico memegang bahunya dna mendorongnya masuk ke dalam kamar. Maya bingung dan hanya menurut saja. Ketika mereka sudah masuk, pintu bergerak pelan. Nico menutupnya dari dalam.

"Maya.…" Nico membuka jaketnya hingga jatuh ke lantai.

Ia memegang pipinya yang halus. Tubuhnya ia dekatkan pada gadis kecil itu.

"Setiap aku melihatmu, aku selalu ingin melindungimu. Aku tidak ingin kau terluka atau menangis. Aku tahu kau kuat, tapi aku ingin kau mengandalkanku, bukan sebagai teman…"

"Nico…." Maya memegang lengannya gugup. "Kau kenapa?"

"Bukan sebagai teman, May. Tapi sebagai pria."

Nico mendekatkan wajahnya pada Maya. Ia merengkuh tubuhnya, tangan kanannya melingkar di bahu dan tangan kirinya melingkar di pinggangnya. Nico menghirup aromanya yang harum bak bunga di taman. Ia menyisir rambutnya yang indah dan menyentuh pipinya lalu turun ke bibirnya yang kecil, mungil dan merah.

"Nico…." Maya meletakkan tangannya di depan dada pria itu.

Ia mendorongnya pelan namun Nico menolak menjauh dan makin mendekat. Ia makin erat memeluk pinggangnya dan menariknya semakin dekat. Maya meremas kemejanya dengan gugup.

"Sejak kapan kau jadi sekuat ini?" Maya mengalihkan wajahnya.

"Karena aku pria."

Mereka berdua bertatapan lama. Maya tidak percaya dengan jawaban Nico. Ia hanya melihatnya sebagai teman laki-lakinya yang usil dan kadang-kadang menyebalkan itu.

"Aku juga seorang pria, May. Aku ingin kau berhenti melihatku sebagai teman. Lihat aku May." Nico makin erat memeluknya penuh gairah. "Kita adalah pria dan wanita di sini. Apakah kau sudah melihatku sebagai pria sekarang?"

"Nico…hentikan." Maya makin kuat meremas kemeja Nico hingga lecek.

Nico menyentuh bibir Maya lalu mendekatkan bibirnya ke sana.

"Nico…hentikan…jangan lakukan ini…ahhh…"

Teng!

"Kau kenapa?" Maya menjentikkan jarinya di depan Nico yang mematung dan melamun.

"Woy Nico! Nico!"

Nico lalu menyadarkan dirinya.

"Astaga!" ia mengedip-ngedipkan matanya. Ia melihat Maya masih di depannya masih mengenakan jaket untuk menutupi gaunnya.

"Cuma imajinasi konyol ternyata. Ah bodohnya aku!" teriak Nico dalam hati. Ia menjerit pilu membayangkan hal mesum bersama Maya. "Jika itu terjadi aku pasti sudah wafat di tangannya." ia menggeleng pelan.

"Kau kenapa sih? Dari tadi melamun mulu!"

"Tidak-tidak. Ayo berangkat, kau sudah siap sekarang?"

"Iya."

"Eh tunggu dulu. Buka dulu jaketmu. Kenapa kau pakai jaket itu?"

"Aku malu."

"Apa? Ck ck. Akan lebih memalukan kalau kau memakainya."

"Ha? Benarkah?"

Nico mengangguk. Maya lalu masuk ke dalam lalu keluar tanpa mengenakan jaket. Nico terperangah menatapnya.

"Kak Nina memang tidak salah pilih gaun," batinnya.

"Apa lebih baik begini?" Maya nampak tidak percaya diri.

"Ehm. Kau cantik, May. Kau harus lebih percaya diri." Nico menawarkan lengannya.

"Jangan bohong loh kau," Maya mengaitkan tangannya pada lengan Nico.

Mereka sampai di restoran mewah yang sudah Andra sewa. Nina memuji penampilan Maya yang sangat cantik, begitu juga Andra yang sudah lama tidak bertemu Maya. Rupanya ia masih sama imutnya seperti zaman ia sekolah. Maya bergurau bahwa itu artinya Andra mengoloknya karena masih pendek seolah tidak bertumbuh. Mereka berempat tertawa. Ia sangat senang dikelilingi orang-orang baik apalagi dermawan seperti Kak Andra dan Kak Nina. Tidak pada Nico yang selalu mengingatkannya pada hutang.

Di tengah acara makan malam mereka, tiba-tiba pelayan datang dan membawa kue ulang tahun ke meja mereka. Ia meletakkan kuenya tepat di tengah.

"Kue?" Maya kaget.

"Nico memberitahu kami, katanya hari ini kau ulang tahun ke 20," kata Nina.

"Apa?' Maya menoleh ke arah Nico yang duduk di sampingnya.

"Ini memang ide Nico," sahut Andra. Ia mengeluarkan kotak cantik berwaranmerah muda. Ia memberikannya pada Maya.

"Happy Birthday. Tidak ada penolakan." Andra menunjukkan jari telunjukkanya dengan tegas.

"Apa aku pantas menerima ini? Ini pasti sangat mahal," Maya cemberut.

"Jangan cemberut begitu dong," Nina tertawa kecil. "Kami tadi cuma lewat di toko pernak-pernik dan teringat kamu. Jadi kami memberimu hadiah kecil ini."

"Tapi ini tidak kecil. Kak Nina memberiku paket kemarin dan sekarang Kak ANdra memberiku kado yang sangat mahal." Maya menoleh ke arah Nico dengan cepat. "Kau tidak memberiku hadiah semacam ini juga kan?"

"Untuk apa? Malas aku, haha."

"Cih." Maya tertawa melihat reaksi Nico. "Pokoknya terima kasih yang kakak kakak. Aku sungguh tidak tahu bagaimana membalasnya."

"Kau bisa lakukan satu hal," kata Andra tiba-tiba.

Maya mendengarkannya dengan serius.

"Kau jangan mau bayar kalau ditagih anak nakal ini," Andra menunjuk Nico.

"Kok aku sih?" Nico komplain.

Mereka tertawa.

"APa kita perlu menyanyikan lagu ulang tahun? Rasanya jadi seperti pesta anak-anak," kata Nico.

"Tidak perlu," Maya tertawa kecil. "Aku akan langsung meniupnya saja. Sepertinya kuenya enak, hehe. Aku ingin segera mencobanya."

Setelah acara makan malam berakhir, Nina dan Andra meminta Nico membawa Maya ke tempat lain. Mereka mengatakan ingin ikut ke tempat selanjutnya namun mereka beralasan ada urusan, padahal keduanya memang berencana menjodohkan adiknya dengan sahabatnya itu.

"Datanglah ke kafe yang sudah ku kirim alamatnya padamu," kata Andra pada Nico.

"Eh?" Nico sendiri bingung. "Bagaimana dengan kalian?"

"Kami ada urusan," sahut Nina. "Kalian pergilah dan bersenang-senang."

"Bagaimana bisa begitu, kalau begitu kami pulang saja Kak," kata Maya.

"Tidak, tidak. Kami sudah pesan tempatnya. Sayang kalau tidak datang, malah buang-buang biaya. Kalian pakai saja, mumpung ini hari spesial untuk Maya," kata Andra. "Ya sudah kami pulang dulu."

Setelah Andra dan Nina pulang, Nico membawa Maya ke tempat yang sudah direservasi sebelumnya. Itu adalah restoran steak terbaik di kota. Mereka duduk di lantai atas dan dekat dengan dinding kaca. Mereka bisa melihat pemandangan malam dari sana.

"Baru pertama kali aku ke tempat seperti ini. Sangat luar biasa," Maya kagum.

Nico tersenyum, mereka berdua duduk lalu datang pelayan yang membawa hidangan steak terbaik mereka. Maya semakin takjub.