webnovel

Flower Love

Helen (29 Tahun), putus asa akan pernikahannya yang menurutnya penuh dengan perdebatan, keuangan rumah tangga Helen bersama suaminya bernama Dimas ( 32 Tahun), semakin menurun. Tidak ada kemajuan dalam hidupnya, Helen sering merasa frustasi karena harus menjadi Ibu rumah tangga diam dirumah dan kesehariannya mengurus dua orang anaknya. Usaha yang Dimas dirikan selalu jatuh bangun, ia juga kerja kantoran berpindah tempat. Titik jenuh Helen semakin memuncak, rasa ingin berpisah dengan Dimas bertambah jadi. Akhirnya Helen menyerah untuk bertahan dan mereka berdua akhirnya sepakat untuk berpisah. Setelah Dimas dan kedua anaknya meninggalkan rumah, Helen menemukan sebuah kotak penyimpanan Dimas berisi cincin batu permata berawarna ungu. Bentuknya cantik dan tidak ketinggalan zaman, cincin itu kental dengan aura mistis tapi tidak menghalangi rasa penasaran Helen untuk mencoba dijari manisnya. Mendadak cincin itu bergetar seperti mengaliri aliran listrik ke sekujur tubuh Helen. Ia benar-benar merasakan tulang belulangnya remuk seperti terhempit tembok yang kuat. Kulitnya seperti tersayat silet seakan terpisah dari tulangnya. Helenhanya bisa menjerit kesakitan kemudian penglihatannya berubah gelap gulita, ia merasa terjaga dari matanya yang terus terbuka. Tiba-tiba telinga Helen perlahan mendengar suara Ibunya memanggil namanya. Lalu ia juga merasakan raganya bisa digerakkan, tubuhnya tergoncang-goncang didorong oleh seseorang yang tak lain Ibunya. Helen merasa ganjil kenapa matanya terpejam dengan cepatnya menyadarkan diri membuka mata agar kembali melihat ternangnya dunia. Helen sangat terkejut bahkan tidak menyangka ia kembali ke masa lalu dimana ia masih berumur 20 Tahun. Helen begitu bahagia, ia melanjutkan aktivitasnya kembali menjadi mahasiswi dan hendak mencari Dimas yang ternyata benar satu kampus dengannya. Akankah Helen bisa mempertahankan bunga-bunga cinta yang tumbuh dihatinya. Berhasilkah keinginan Helen mengubah nasib Dimas agar jauh lebih baik dan kelak ia bisa memiliki suami mapan dan kaya raya atau malah sebaliknya, Helen melupakan niatnya untuk mengubah nasib Dimas untuk menyelamatkan rumah tangganya.

Vino_xavier · Fantasie
Zu wenig Bewertungen
4 Chs

Tahun sekarang, 2022

Hari senin tepatnya pukul tujuh pagi, Helen Kirana (30Tahun) menyiapkan sarapan, bekal dan makan siang untuk suaminya, Dimas Affranda (32 Tahun) dan untuk kedua anaknya. Ivy Affranda (3 Tahun) dan Gavin Affranda (1 Tahun). Rutinitas pekerjaan Helen sebagai Ibu Rumah Tangga terbilang monoton.

Perasaan dia yang diam dirumah sering merasa tiba-tiba jenuh dan murung. Terkadang dia ceria tapi seketika dirinya menangis karena ia selalu berperang dengan pikirannya yang kacau. Kebanyakan orang lain termasuk suaminya menyepelekan pekerjaan Ibu Rumah Tangga. Terlebih tidak ada bala bantuan dari mertua dan Orang tuanya. Mereka memutuskan tinggal sendiri jauh dari keluarga.

"Pa, Mama boleh ya les masak biar skill Mama bertambah. Anak-anak kita masuk kan ke sekolah PAUD atau setengah hari di Day Care." Ucap Helen pelan merayu Dimas.

"Biaya PAUD dan Day Care lumayan banyak. Tabungan kita fokusnya buat pendidikan sekolah sama les anak-anak, mana ditambah biaya transport Ma." Kata Dimas dikala itu sedang menyantap nasi goreng.

"Kamu nggak pernah ada niat ngajarin aku naik motor. Aku sama sekali nggak bisa naik kendaraan apapun. Naik tadi online juga repot ngajak anak, banyak perkakas." Oceh Helen sinis.

"Kamu lupa, aku sudah pernah ajarin naik motor tapi kamu nya marah mulu. Diomongin dikit sewot, serba salah. Sekarang malah mojokin aku, nyalahin aku." Balas Dimas sengit.

"Aku ini suntuk dirumah, apa-apa nggak boleh. Uang belanja pas-pasan. Hangout sama teman aja aku mikir-mikir. Hidup diatur, belanja pun diatur." Sambung Helen meradang.

"Kamu harusnya bersyukur kita masih bisa makan, kamu terlalu boros kalau belanja di supermarket besar. Di warung sayur biasa aja, aku lakuin ini semua demi anak kita, demi kelangsungan hidup kita." Terang Dimas bernada tetap tenang.

"Kamu sih kerja pergi pagi buta, pulang larut malam. Gaji nggak naik-naik, makanya coba dulu tamat sekolah langung cari kerja yang mantap gaji besar." Jengkel Helen menyulut suasana ribut.

"Hobi kamu dulu tuh pasti nongkrong mulu sama teman. Buang-buang waktu dan masa depan." Kedongkolan Helen makin menyolot.

"Aku kuliah sayang, jangan sembarangan kamu. Aku orang terpelajar juga, aku juga kerja keras buat masa depan kita." Balas Dimas berusaha menyikapi Helen dengan sabar.

"Aku ingin kerja, aku sudah muak terjebak di situasi seperti ini terus, aku ingin melakukan kegiatan yang bisa menghibur." Pinta Helen murung.

"Anak-anak sama siapa, mereka sampai dewasa pun butuh kasih sayang. Anak-anak tanggung jawab kita sepenuhnya jangan egois hanya memikirkan kebahagiaan dan mental kita, pikirkan perkembangan mereka. Belum tentu mereka sehat dirawat orang lain." Kata Dimas membelai rambut Helen.

"Sayang, mental kamu jangan sampai drop lawan sayang. Kita hidup dengan agama, kamu harus ingat sama Tuhan ada dihati kita." Sambung Dimas memeluk Helen.

"Kodrat istri itu dirumah, percaya sama Tuhan kalau suami yang mencari nafkah pintu rezeki terbuka lebar." Omongan bijak dari Dimas mencoba meredakan emosi Helen.

"Nggak juga, banyak kok istri-istri orang diluar san yang bekerja, keuangan mereka jadi seimbang." Balas Helen sangar.

"Kita percayakan sama Tuhan ya, kalaupun kamu kerja itu menutupi separuh pintu rezeki usahaku mencari nafkah. Aku masih bisa kerja keras, kamu juga tahu potensi diri kamu kalau kerja, gajinya juga cukup buat jajan kamu saja." Jelas Dimas menatap Helen dalam.

"Sudahlah pergi sana kerja, Ivy ayo makan. Gavin kamu juga makan kalau Mama suruh makan ya makan. Mama capek kalo kamu begini terus, Mama bukan robot harus melayani kalian setiap dikit. Cepat makan." Bentak Helen mengomel keras dirumah.

Helen dengan sadar selalu bosan mendengar jawaban Dimas yang selalu sama. Pertengkaran mereka pun sama yaitu masalah ekonomi keluarga.

Setelah Dimas selesai sarapan dan membawa bekal, Dimas segera pergi menuju kantor.

Helen termenung setelah Dimas pergi.

Setiap kali pikirannya dipenuhi banyak keinginan, Helen sering kali menganggu suaminya yang sedang sibuk bekerja. Dimas terkadang jengkel dan berucap marah pada Helen.

"Please sayang, jangan nelpon terus. Papa lagi kerja." Kata Dimas menjawab panggilan telpon Helen.

"Ivy nggak mau tidur dia nonton tv terus, Gavin juga rewel tidurnya sebentar gara-gara Ivy berisik." Gerutu Helen kesal.

"Kamu itu Mamanya masa nggak bisa atasin. Aku lagi sibuk jangan ganggu." Oceh Dimas meradang.

"Apa kata mu aku ganggu, Dimas mereka anak kita. Kamu tidak tahu terima kasih mereka sudah aku rawat. Kasih solusi atau tenangin aku, bisa kan. Dimas..!" Pekik Helen histeris.

Pikiran Helen bertambah kacau, dia ingin menyendiri menenangkan diri tapi tidak mungkin bisa.

"Dimas, aku minta sama kamu pulang sekarang." Pinta Helen bernada ngotot.

Perasaan Dimas gelisah dan pikirannya tidak fokus, dia segera meminta izin pulang cepat dari kantor.

Dia bergegas pulang kerumah sedangkan Helen selama ini mencoba bertahan tetapi emosinyo menguasai mentalnya, ia bertekad ingin lepas dari keadaannya yang menjadi Ibu Rumah Tangga.

Helen berusaha ingin mengalahkan emosi dan keegoisan dirinya demi kedua anaknya. Dia terus mencoba tapi hasilnya tetap gagal dan terkadang melampiaskannya pada Dimas.

Kondisi mental Ibu Rumah Tangga memang berbeda-beda, Helen tipe anak rumahan dan betah dirumah.

Sepulangnya Dimas kerumah, amukan Helen memuncak. Omongan tercela pun keluar dari mulutnya. Setiap berdebat panggilan sayang merekapun berubah jadi kasar.

Sekatika Dimas bosan dengan amarah dan kebiasaan Helen yang memperburuk suasana rumah tangganya. Pikirannya sudah buntuh akal, dia tidak sanggup untuk menenangkan Helen lagi.

Rasa kecewa dihati Dimas melonjak, dia tidak tahan lagi untuk bersikap tenang.

"Helen, amukkan kamu kali ini adalah ujung rumah tangga kita. Aku restui kamu untuk pergi, bebas dan hidup sendiri. Sudah cukup aku tidak bisa menampung kata kasar dari kamu." Ucap Dimas putus asa.

"Aku tidak ingin talak cerai kamu, semua ini keinginan kamu jadi kamu yang urus dan kamu juga harus akhiri. Aku bersedia ikutin arahan kamu dan biaya pengadilan aku tanggung." Pinta Dimas suntuk.

"Anak-anak masih dibawah umur, biar keluarga ku yang merawat mereka. Orang tua kamu sudah tua, kamu juga perlu melanjutkan hidup." Sambung Dimas sembari memakaikan baju kedua anaknya.

"Aku antar anak- anak dulu kerumah orang tuaku, setelah itu aku balik lagi. Siapkan semua barang-barang mereka." Seru Dimas menyuruh Helen.

Helen terdiam tersentak kakinya reflek terduduk lemas. Ia masih tidak percaya Dima berkata seperti itu. Tanpa persiapan yang matang pikirannya yang selalu muncul untuk bercerai tiba-tiba terjadi.

Tangisannya teramat menyesak, dia bahkan kesulitan menarik nafas karena dadanya terhempit pedihnya kerelaan Dimas untuk berpisah darinya. Matanya menatap Poto keluarga yang terpajang diruangan tv.

Senyuman dipoto tidak seindah menjalani kehidupan nyata, perasaan campur aduk menghadapi drama hidup terkadang mematahkan semangat mencari kebahagiaan.