Shirou's POV
Malam mulai merambat masuk ke kota Orario, dan setelah hari yang panjang, Shirou akhirnya merebahkan tubuhnya di atas kasur di kamar kecil yang disediakan oleh Syr dan Mama Mia. Meskipun sederhana, kamar itu cukup nyaman. Tirai berwarna lembut melindungi kamar dari dinginnya malam, dan suara hiruk pikuk dari restoran di bawah mulai mereda. Shirou merasa lelah, bukan hanya karena perjalanannya, tetapi juga karena beratnya beban pikiran yang terus menghantuinya.
Setelah beberapa saat, kelopak matanya mulai terasa berat, dan sebelum ia menyadarinya, Shirou sudah tertidur lelap.
Namun, tidurnya bukanlah pelarian dari kenyataan. Sebaliknya, ia segera tenggelam dalam mimpi yang aneh, mimpi yang terasa begitu nyata, seakan-akan ia kembali ke masa lalu yang bukan miliknya sendiri.
Di dalam mimpi itu...
Shirou berdiri di sebuah tempat yang tak ia kenal. Sekelilingnya adalah medan perang yang porak-poranda, dipenuhi reruntuhan bangunan dan tanah yang hangus terbakar. Langit berwarna merah darah, dan di kejauhan, Shirou bisa melihat bayangan-bayangan samar dari sosok-sosok yang bertarung.
Di tengah medan perang itu, dia melihat seseorang yang familiar—sesosok pria berpakaian merah dengan baju besi hitam gelap, dengan pedang kembar di kedua tangannya. Rambut putih berantakan dan mata yang tajam, penuh dengan tekad dan kelelahan, memancarkan aura yang kuat.
Archer.
Shirou merasakan dada yang berdebar saat dia menyadari siapa yang berdiri di depannya. Pria itu adalah dirinya, atau setidaknya, bayangan dari masa depannya yang penuh dengan kekecewaan dan penyesalan.
Namun, ada sesuatu yang berbeda kali ini. Shirou melihat Archer bertarung tidak untuk membunuh atau menghapus jejak masa lalunya, melainkan untuk melindungi seseorang—seseorang yang belum pernah Shirou lihat sebelumnya. Sosok itu adalah seorang pemuda dengan rambut coklat dan mata penuh keberanian, Fujimaru Ritsuka.
Ritsuka, seorang Master dari Chaldea, tampak memimpin pasukannya dengan semangat yang tak tergoyahkan, dan Archer berada di sisinya, melindunginya dari setiap serangan yang datang. Ada sesuatu yang berubah dalam Archer—dia tidak lagi diliputi oleh kebencian atau putus asa. Sebaliknya, Shirou bisa merasakan harapan yang mulai tumbuh kembali dalam dirinya.
Archer bertarung dengan seluruh kekuatannya, melindungi Ritsuka dari ancaman yang tak terhitung jumlahnya. Setiap serangan yang dia lakukan tampak penuh dengan keyakinan, seolah-olah dia telah menemukan kembali tujuan hidupnya—tujuan yang selama ini hilang.
Saat Shirou melihat ini, dia merasakan perasaan campur aduk. Dia tahu bahwa Archer adalah refleksi dari dirinya yang penuh luka, tapi melihat Archer kini berjuang untuk orang lain, untuk tujuan yang lebih besar, menyalakan kembali api dalam dirinya.
Dalam sekejap, Archer menoleh ke arah Shirou, seolah-olah menyadari keberadaannya. Mata mereka bertemu, dan untuk pertama kalinya, Shirou melihat senyum kecil di wajah Archer.
"Aku tahu kamu di sana, Shirou." Suara Archer bergema dalam pikiran Shirou. "Aku tahu kamu mungkin masih meragukan jalan yang kita pilih. Tapi, melalui pertempuran ini, aku menyadari sesuatu. Meskipun kita telah jatuh, meskipun kita gagal, impian untuk menjadi pahlawan masih hidup di dalam dirimu. Itu tidak pernah benar-benar mati."
Archer berhenti sejenak, menatap langit merah yang penuh dengan kilauan pertempuran di kejauhan. "Melalui Fujimaru Ritsuka, aku mengerti bahwa menjadi pahlawan tidak selalu tentang menyelamatkan semua orang, tapi tentang berjuang untuk apa yang benar, bahkan jika itu hanya untuk satu orang, satu saat, atau satu kesempatan terakhir."
Shirou terdiam, terpesona oleh kata-kata Archer. Dia merasa kebingungan, namun sekaligus tercerahkan. Mimpi ini, atau mungkin kenangan ini, adalah sesuatu yang mengubah cara pandangnya terhadap perjalanan hidupnya sendiri.
Archer melanjutkan, "Aku mungkin hanyalah bayangan dari dirimu yang telah rusak, tetapi jika ada satu hal yang ingin aku sampaikan, itu adalah—jangan pernah berhenti bermimpi, Shirou. Jangan pernah berhenti berjuang untuk menjadi pahlawan, meskipun dunia menertawakanmu atau bahkan jika impian itu membawamu pada penderitaan."
Shirou mencoba meraih Archer, ingin mengatakan sesuatu, tetapi sebelum ia bisa melakukannya, medan perang itu mulai memudar. Dunia mimpi mulai runtuh, dan Shirou merasakan dirinya tersedot kembali ke dalam kegelapan.
Kembali ke kenyataan...
Shirou terbangun dengan napas terengah-engah, berkeringat dingin. Dia duduk di atas kasurnya, memandang ke luar jendela di mana langit Orario mulai cerah dengan fajar. Kata-kata Archer masih terngiang di telinganya, menimbulkan rasa kegelisahan dan harapan yang aneh di dalam hatinya.
Mimpi itu—apakah itu hanya sekadar ilusi, atau apakah itu benar-benar kenangan dari masa depan yang tak pernah terjadi?
Namun, satu hal yang pasti: semangat untuk menjadi pahlawan, yang pernah ia pertanyakan dan ragukan, kini mulai kembali tumbuh dalam dirinya, seperti api kecil yang menyala di tengah malam yang gelap.
Dengan tekad baru, Shirou menghela napas panjang. Dia tahu bahwa perjalanannya di Orario baru saja dimulai, dan dengan semua tantangan yang ada di depannya, dia akan berjuang. Bukan hanya untuk dirinya sendiri, tapi juga untuk impian yang selalu ia kejar—menjadi seorang pahlawan, tidak peduli seberapa sulit jalan yang harus ditempuh.
Setelah terbangun dari mimpi yang mengguncang, Shirou menghabiskan beberapa saat untuk merenung sebelum akhirnya memutuskan untuk bangkit dari tempat tidur. Cahaya pagi yang lembut menerobos melalui jendela kecil di kamarnya, dan dia bisa mendengar suara-suara samar dari lantai bawah. Masih terlalu pagi untuk restoran buka, tapi dia merasa tidak bisa hanya duduk diam.
Shirou memutuskan untuk turun dan melihat apakah ada yang bisa dia bantu. Ketika dia turun ke lantai utama, suasana restoran masih sepi. Namun, dia melihat seseorang sedang sibuk mengatur meja dan kursi, serta memastikan semuanya dalam keadaan rapi dan siap untuk hari itu.
Sosok itu adalah seorang elf berambut pirang dengan mata biru jernih yang memancarkan kesan tenang dan dingin. Shirou mengenalinya sebagai pelayan yang dia lihat tadi malam, yang tampak berbeda dari yang lain dengan aura yang lebih serius dan anggun.
Elf itu tampak fokus pada pekerjaannya, tidak menyadari kehadiran Shirou yang baru saja tiba di ruang utama restoran.
"Selamat pagi," sapa Shirou dengan suara pelan, mencoba tidak terlalu mengganggu pekerjaannya.
Elf itu menoleh dengan gerakan halus, dan untuk sesaat, mata biru cerahnya menatap Shirou dengan tajam. Namun, tatapannya melunak sedikit ketika dia mengenali Shirou sebagai tamu yang baru saja menginap.
"Selamat pagi," balasnya dengan suara lembut namun penuh kendali. "Kamu adalah tamu yang baru tiba kemarin, bukan?"
Shirou mengangguk. "Ya, namaku Shirou Emiya. Aku menginap di sini berkat bantuan Syr dan Mama Mia."
Elf itu mengangguk pelan, kemudian memperkenalkan dirinya. "Aku Ryuu Lion, salah satu pelayan di Hostess of Fertility. Selamat datang di Orario."
"Terima kasih, Ryuu-san," jawab Shirou sopan. "Aku bangun lebih awal dan berpikir untuk membantu persiapan di sini. Aku tidak ingin hanya tinggal di sini tanpa berbuat apa-apa."
Ryuu menatap Shirou sejenak, seolah-olah menilai niatnya. Setelah beberapa detik yang terasa seperti penilaian yang cermat, dia akhirnya mengangguk.
"Jika kamu ingin membantu, aku tidak akan menolak. Kami masih mempersiapkan restoran sebelum dibuka untuk sarapan. Ada beberapa hal yang bisa kamu lakukan," katanya, suaranya tetap tenang dan profesional.
"Aku senang bisa membantu. Apa yang harus kulakukan?" Shirou bertanya, merasa lega karena bisa berkontribusi.
Ryuu melangkah ke meja terdekat dan mengambil beberapa alat pembersih. "Kamu bisa mulai dengan membersihkan meja dan kursi di area utama. Pastikan semuanya dalam keadaan rapi dan siap untuk para pelanggan."
Shirou mengangguk dan segera mengambil kain pembersih serta ember berisi air bersih. Dia mulai bekerja dengan teliti, memastikan setiap meja dan kursi dalam kondisi terbaik. Sementara itu, Ryuu melanjutkan tugasnya, menata peralatan makan dan memastikan dapur dalam kondisi siap untuk hari itu.
Saat mereka bekerja bersama, suasana menjadi lebih nyaman. Meskipun Ryuu tidak banyak berbicara, kehadirannya yang tenang memberikan Shirou perasaan bahwa dia diterima di sini, setidaknya untuk sementara waktu.
Setelah beberapa saat, Ryuu akhirnya memecah kesunyian. "Kamu cukup terampil dalam hal ini. Apakah kamu pernah bekerja di restoran sebelumnya?"
Shirou tersenyum tipis, masih membersihkan meja. "Tidak secara profesional, tapi aku sering memasak dan merawat rumahku sendiri. Jadi, aku sudah terbiasa dengan pekerjaan seperti ini."
Ryuu mengangguk, tampak terkesan meskipun dia tidak menunjukkannya dengan jelas. "Itu keterampilan yang berguna. Terutama di tempat seperti ini."
Shirou hanya mengangguk setuju. "Aku senang bisa membantu. Aku ingin berterima kasih karena sudah diizinkan tinggal di sini."
Ryuu berhenti sejenak, memandang Shirou dengan mata birunya yang tenang. "Kamu tidak perlu merasa berutang apa pun. Jika kamu bekerja keras dan menunjukkan niat baik, itu sudah lebih dari cukup."
Kata-kata Ryuu, meskipun sederhana, memiliki makna yang dalam bagi Shirou. Dia merasa lega bahwa orang-orang di Orario, meskipun berbeda, memiliki semangat saling mendukung yang kuat.
Setelah beberapa saat, restoran mulai tampak siap untuk membuka pintunya. Shirou dan Ryuu berdiri sejenak, memandangi hasil kerja mereka.
"Kamu telah membantu banyak hari ini, Shirou-san," kata Ryuu dengan nada yang sedikit lebih hangat dari sebelumnya. "Jika kamu butuh apa pun, jangan ragu untuk bertanya."
Shirou tersenyum dan membungkuk sedikit sebagai tanda terima kasih. "Terima kasih, Ryuu-san. Aku akan ingat itu."
Pintu depan Hostess of Fertility terbuka dengan suara gemerincing lembut, dan tiga sosok gadis masuk dengan langkah yang penuh semangat. Ketiganya adalah pelayan tetap di restoran ini, yang sudah sangat akrab dengan pelanggan setia dan suasana tempat ini. Anya, Chloe, dan Lunoire tampak siap untuk memulai hari mereka, dengan seragam hijau khas mereka yang tampak rapi dan ekspresi ceria di wajah mereka.
Anya, seorang cat-people dengan rambut oranye dan mata hijau terang, segera mendapati pemandangan yang tak biasa. Di dekat meja, Ryuu terlihat sedang berbicara dengan seorang pria berambut merah yang tak ia kenal sebelumnya. Pria itu tampaknya sedang bekerja, mengelap meja dengan perhatian penuh.
Anya melompat maju dengan antusias, ekornya bergerak dengan penuh energi. "Nyaa~? Siapa pria ini?" tanyanya dengan nada penasaran, telinganya berkedut-kedut.
Chloe, chienthrope berambut cokelat dengan senyum genit, mengikuti di belakang Anya dengan tatapan penuh minat. "Oh, sepertinya kita punya pegawai baru ya? Mama Mia tidak memberitahuku soal ini~," katanya sambil tertawa kecil.
Lunoire, gadis manusia dengan rambut hitam bergelombang, tampak sedikit lebih tenang, namun tak kalah penasaran. "Aneh juga, biasanya Mama Mia tidak membiarkan orang luar bekerja di sini tanpa alasan."
Ryuu, yang menyadari perhatian teman-temannya, menoleh ke arah mereka dan menjelaskan dengan suara tenang. "Ini Shirou Emiya, tamu yang menginap di sini. Dia hanya membantu sementara waktu."
Shirou berhenti sebentar dari pekerjaannya dan membungkuk sedikit ke arah tiga gadis yang baru saja masuk. "Selamat pagi, aku Shirou. Senang bertemu kalian," ujarnya dengan senyum ramah.
Anya dengan segera mendekati Shirou, matanya berbinar-binar penuh rasa ingin tahu. "Nyaa, kamu terlihat rajin! Tapi kenapa kamu di sini, Shirou?"
Sebelum Shirou bisa menjawab, Chloe memotong dengan nada menggoda, "Apa kamu mencoba mencuri hati para gadis di sini? Atau mungkin hati Ryuu?"
Mendengar itu, Shirou hanya bisa tertawa kecil dan sedikit salah tingkah, "Tidak, tidak, aku hanya ingin membantu karena merasa tidak enak hanya tinggal di sini tanpa berbuat apa-apa."
Lunoire, dengan senyum lembut, menepuk bahu Chloe. "Jangan menggoda tamu kita, Chloe. Shirou-san, terima kasih atas bantuanmu. Kamu membuat pekerjaan kami lebih ringan pagi ini."
Shirou tersenyum dan mengangguk. "Sama-sama, aku senang bisa membantu. Ini hal kecil dibandingkan dengan kebaikan yang sudah kalian semua tunjukkan padaku."
Anya tampak senang mendengar jawaban itu. "Kamu sepertinya orang baik, Shirou. Tapi, nyaa~ Mama Mia tidak mudah terkesan! Jadi, kamu harus bekerja keras!"
Chloe tertawa lagi. "Oh, benar! Tapi jangan khawatir, Shirou-san. Kalau kamu tetap serajin ini, mungkin kita bisa meyakinkan Mama Mia untuk memperkerjakanmu secara permanen."
Ryuu hanya tersenyum tipis, mengamati dinamika di antara mereka semua. Dia merasa lega melihat Shirou diterima dengan baik oleh rekan-rekannya. Meskipun Shirou adalah orang asing di Orario, dia tampak seperti orang yang bisa dengan mudah menjadi bagian dari komunitas kecil mereka.
"Kalau begitu, ayo mulai bekerja," kata Ryuu, mengambil inisiatif untuk mengakhiri percakapan ringan ini. "Restoran akan segera buka, dan kita harus memastikan semuanya siap."
Shirou mengangguk, kembali ke pekerjaannya dengan semangat. Dia merasa senang dan sedikit lebih nyaman berada di antara orang-orang yang ramah ini. Mungkin, meskipun di dunia yang benar-benar baru baginya, dia akhirnya menemukan tempat di mana dia bisa merasa diterima, setidaknya untuk sementara.
Sementara itu, Anya, Chloe, dan Lunoire juga kembali ke tugas mereka, sambil sesekali melemparkan senyum atau tatapan penuh minat ke arah Shirou. Hari ini tampaknya akan menjadi hari yang menarik di Hostess of Fertility.
Saat Shirou melanjutkan pekerjaannya bersama para pelayan lainnya, sebuah pertanyaan muncul di benaknya. Ia melihat sekeliling, tapi tidak menemukan sosok gadis yang telah menolongnya sebelumnya. Sambil menyeka keringat di dahinya setelah selesai mengelap meja, Shirou bertanya, "Ngomong-ngomong, aku belum melihat Syr pagi ini. Apakah dia tidak bekerja hari ini?"
Anya, yang sedang membawa tumpukan piring, berhenti sejenak dan menoleh dengan senyum khasnya. "Nyaa, Syr-chan? Oh, dia memang suka datang terlambat, terutama kalau semalam sebelumnya dia terlalu banyak bersenang-senang," jawabnya dengan nada menggoda.
Chloe yang mendengar itu ikut tertawa kecil, "Ya, itu benar. Syr memang punya kebiasaan datang telat kalau dia merasa tidak perlu terburu-buru. Tapi jangan khawatir, dia pasti akan datang sebentar lagi. Mungkin dia sedang tidur lebih lama."
Lunoire mengangguk setuju. "Syr memang seperti itu. Tapi anehnya, Mama Mia tidak pernah marah padanya. Syr selalu punya cara untuk membuat dirinya disukai, entah bagaimana caranya," tambahnya dengan sedikit tawa.
Shirou tersenyum kecil mendengar penjelasan mereka. "Oh begitu… Aku kira Syr adalah tipe orang yang sangat disiplin, tapi sepertinya dia cukup santai soal waktu ya," gumamnya sambil kembali mengelap meja.
Chloe melanjutkan dengan ekspresi jahil, "Oh, jangan tertipu oleh wajah manisnya, Shirou-san. Syr bisa sangat santai ketika dia mau. Tapi dia juga sangat bisa diandalkan, terutama dalam membuat pelanggan merasa nyaman."
Ryuu, yang selama ini mendengarkan dengan tenang sambil menyiapkan peralatan makan, menambahkan dengan nada datar, "Syr memang punya caranya sendiri dalam melakukan sesuatu. Dan meskipun sering terlambat, dia tetap menjadi salah satu pelayan terbaik di sini. Pelanggan menyukainya."
Shirou mengangguk, merasa lebih memahami sedikit tentang gadis misterius yang telah membantunya. "Aku mengerti… yah, semoga saja dia segera datang," katanya, masih tersenyum.
Dalam hati, Shirou penasaran seperti apa sebenarnya gadis bernama Syr itu. Ada sesuatu yang menarik dan sedikit misterius tentangnya yang membuatnya ingin tahu lebih banyak. Namun, ia memutuskan untuk menunggu dan melihat. Bagaimanapun, ia merasa senang berada di tempat ini, di antara orang-orang yang begitu ramah dan hangat.
Hostess of Fertility mulai dipenuhi cahaya matahari pagi, dan restoran tersebut semakin ramai dengan tamu yang datang untuk menikmati sarapan. Aroma roti panggang, sup hangat, dan makanan lezat lainnya memenuhi udara, menciptakan suasana yang hidup dan menyenangkan. Pelanggan mulai duduk di meja-meja mereka, dan para pelayan — Anya, Chloe, Lunoire, dan Ryuu — mulai sibuk mengantarkan pesanan dengan cekatan.
Shirou melihat kesibukan itu dan merasa ingin membantu lebih banyak lagi. Melihat dapur di belakang restoran yang tampak sibuk, ia segera menyadari ada kesempatan untuk membantu di sana. Dengan langkah mantap, ia berjalan menuju dapur.
Di pintu dapur, ia dihentikan oleh suara lantang yang penuh wibawa. "Hei! Apa yang kamu pikirkan, bocah? Dapur ini hanya untuk staf saja!" suara itu berasal dari seorang wanita besar dengan rambut pirang yang mengesankan dan sikap yang keras. Wanita itu adalah Mama Mia, pemilik restoran ini, yang memiliki reputasi tegas dalam mengelola dapurnya.
Shirou berhenti sejenak dan tersenyum sopan. "Aku mengerti, Mama Mia. Tapi aku ingin menawarkan bantuan. Aku cukup mahir dalam memasak, dan mungkin bisa membantu meringankan pekerjaan di sini."
Mama Mia menatap Shirou dengan mata tajam, seolah menilai seberapa serius dia. "Hah! Bocah, dapurku bukan tempat untuk bermain-main. Aku tidak membiarkan sembarang orang masuk dan merusak reputasi restoran ini dengan masakan yang tidak jelas."
Shirou, yang tak mudah mundur, memutuskan untuk menantang. "Kalau begitu, bagaimana kalau aku memasak sesuatu untuk Anda cicipi dulu? Jika rasanya tidak sesuai dengan standar Anda, saya tidak akan memaksa."
Mendengar itu, para pelayan yang ada di sekitar menahan tawa, menyadari keberanian Shirou untuk menantang Mama Mia yang terkenal tegas. Bahkan Ryuu, yang jarang menunjukkan emosi, tampak terkejut oleh sikap berani Shirou. Anya berbisik pelan ke Chloe, "Nyaa~ dia berani sekali… apa dia tidak tahu dengan siapa dia berurusan?"
Mama Mia menyipitkan matanya, lalu tersenyum dengan gaya khasnya. "Hah! Baiklah, bocah. Aku suka semangatmu! Kalau kau bisa membuat sesuatu yang layak untuk disajikan di restoranku, aku akan mempertimbangkan untuk membiarkanmu bekerja di dapur. Tapi jika rasanya tidak sesuai… jangan harap bisa mendekati dapur ini lagi!"
Shirou mengangguk dengan tegas. "Setuju, Mama Mia." Dengan langkah mantap, dia menuju meja dapur yang sudah dipenuhi dengan bahan-bahan.
Di Dapur Hostess of Fertility
Mama Mia memberi Shirou izin sementara dan memberinya sedikit ruang untuk bekerja. Shirou dengan cekatan mulai mengambil bahan-bahan yang ada — sayuran segar, daging, rempah-rempah, dan bumbu yang tersedia di dapur. Dengan kecepatan dan ketelitian yang terlatih, dia mulai memotong, mengiris, dan mengolah bahan-bahan tersebut dengan tangan terampil.
Ryuu, Anya, Chloe, dan Lunoire berdiri di pintu dapur, menyaksikan Shirou yang bekerja dengan penuh konsentrasi. Tangan Shirou bergerak cepat dan pasti, seolah-olah dia sudah sangat terbiasa dengan dunia dapur. Mereka memperhatikan bagaimana ia menggabungkan bahan-bahan dengan tepat, menggunakan teknik memasak yang tampak cukup terampil.
Setelah beberapa saat, aroma yang menggoda mulai memenuhi dapur. Shirou telah selesai menyiapkan hidangan sederhana — sebuah sup daging dengan sayuran yang harum dan sepotong roti panggang dengan mentega bawang putih. Dia menyajikannya di atas piring, kemudian dengan percaya diri menyerahkan hasil masakannya kepada Mama Mia.
Mama Mia, yang sudah dikenal memiliki lidah yang tajam, mengambil sendok dan mencicipi sup buatan Shirou. Dia mengunyah perlahan, matanya tetap menatap Shirou seolah mencoba membaca pikiran pemuda itu.
Hening sejenak, suasana menegang. Para pelayan menunggu dengan penasaran. Anya menahan napas, Lunoire memandang dengan waspada, dan Chloe tersenyum, tampak menikmati ketegangan ini. Shirou tetap berdiri dengan tenang, menunggu penilaian Mama Mia.
Setelah beberapa saat, Mama Mia akhirnya menelan suapannya dan meletakkan sendoknya. Wajahnya tetap serius, tidak menunjukkan ekspresi yang jelas.
Namun, tiba-tiba dia tertawa keras. "Hah! Tidak buruk, bocah. Sebenarnya, ini… enak!" ujarnya dengan tawa puas. "Kamu tahu cara menggunakan bahan-bahan dengan benar, dan rasanya pas. Tapi jangan terlalu bangga dulu! Ini hanya satu hidangan, dan dapurku punya lebih banyak tantangan untukmu!"
Shirou tersenyum lega. "Terima kasih, Mama Mia. Saya siap untuk tantangan berikutnya."
Mama Mia mengangguk. "Baiklah, bocah. Kau boleh bekerja di dapurku, tapi hanya di bawah pengawasan. Aku tidak ingin ada kesalahan di sini. Paham?"
Shirou mengangguk penuh semangat. "Paham, Mama Mia!"
Dengan itu, Shirou resmi diizinkan untuk membantu di dapur Hostess of Fertility. Para pelayan bersorak pelan, dan hari pun dimulai dengan suasana yang semakin hidup. Shirou merasa puas, mengetahui bahwa dia telah mengambil langkah kecil untuk membuktikan dirinya di kota yang baru ini.
Di tengah kesibukan dapur yang semakin memanas, pintu depan restoran terbuka dengan lembut, dan sosok yang ditunggu-tunggu akhirnya muncul. Syr Flova masuk dengan senyum ceria seperti biasa, meski terlihat sedikit terkejut karena restoran sudah dalam kondisi penuh aktivitas. Gadis berambut biru muda itu tampak kebingungan melihat semua orang begitu sibuk, terutama saat melihat sosok Shirou di dapur, yang tampaknya sibuk membantu menyiapkan sarapan.
Mata Syr melebar, penuh rasa ingin tahu. Dia segera mendekati para pelayan lainnya yang sedang berkumpul di dekat meja, masih mencicipi sisa-sisa masakan Shirou. "Eh? Apa yang terjadi di sini?" Syr bertanya sambil tertawa kecil. "Mengapa Shirou bisa bekerja di dapur? Mama Mia biasanya sangat ketat tentang siapa yang diizinkan di sana."
Anya, yang sedang mengunyah sisa roti panggang Shirou, tersenyum lebar. "Nyaa~ Syr-chan! Kamu ketinggalan cerita menarik hari ini. Shirou menantang Mama Mia dan berhasil meyakinkannya dengan masakannya. Kamu harus mencobanya juga, ini enak!" katanya sambil menyerahkan sepotong roti panggang dengan mentega bawang putih kepada Syr.
Chloe, sambil menyeka bibirnya dengan serbet, menambahkan dengan nada menggoda, "Iya, Syr. Aku sendiri tidak menyangka, tapi masakannya benar-benar layak untuk dicoba. Bahkan Mama Mia setuju, dan kamu tahu itu jarang sekali terjadi."
Syr menerima sepotong roti dari Anya, masih terlihat penasaran. Dia melirik ke arah dapur, di mana Shirou sedang sibuk memotong sayuran dengan ekspresi fokus. Mata Syr menyipit sedikit, seperti mencoba memahami situasi ini dengan lebih jelas. "Hmm, aku tidak menyangka Shirou akan mencoba sesuatu yang begitu berani… Tapi aku penasaran," katanya sambil mengambil gigitan pertama dari roti itu.
Ketika gigitan pertama itu masuk ke mulutnya, mata Syr sedikit melebar, dan senyum lebar muncul di wajahnya. Rasa roti yang gurih dengan sentuhan mentega bawang putih yang lembut dan renyahnya bagian luar membuatnya terkejut. "Wow, ini… benar-benar enak!" Syr berseru dengan nada terkejut. "Aku tidak menyangka masakan Shirou bisa sebagus ini."
Lunoire, yang duduk di sebelahnya, mengangguk sambil tersenyum. "Aku setuju. Mungkin kita harus meminta Shirou memasak lebih sering," katanya dengan nada setengah bercanda.
Syr tertawa kecil dan mengangguk, tetapi kemudian memandang kembali ke dapur, di mana Shirou tampak bersemangat dengan tugas barunya. Ada sesuatu dalam tatapannya, campuran antara kekaguman dan rasa ingin tahu yang mendalam. "Aku rasa kita benar-benar harus menunggu dan melihat," gumamnya pelan.
Dia kemudian berjalan mendekati dapur, tidak bisa menahan rasa penasaran lebih lama lagi. "Shirou-kun!" panggilnya dengan suara ceria, membuat Shirou menoleh dengan sedikit kejutan di wajahnya.
"Oh, Syr! Kamu sudah datang," jawab Shirou, sedikit lega melihatnya.
Syr tersenyum lebar. "Tentu saja! Aku hanya tidak menyangka akan melihatmu bekerja di dapur. Aku dengar kamu berhasil meyakinkan Mama Mia dengan masakanmu. Benarkah?"
Shirou menggaruk kepalanya dengan sedikit canggung, "Yah, aku pikir ini cara terbaik untuk membalas budi karena aku menginap di sini… dan aku ingin membantu sebanyak yang aku bisa."
Syr tertawa lagi. "Kamu memang orang yang menarik, Shirou-kun. Tapi jangan sampai kamu terlalu memaksakan diri, ya?"
Shirou tersenyum dan mengangguk. "Jangan khawatir, aku baik-baik saja. Lagipula, aku senang bisa bekerja di sini."
Melihat interaksi mereka, para pelayan lain saling melirik dengan senyum di wajah mereka. Sepertinya pagi ini di Hostess of Fertility menjadi lebih menarik daripada biasanya, dengan kedatangan Shirou yang ternyata membawa warna baru ke dalam rutinitas harian mereka.
Setelah sarapan pagi yang sibuk, pelanggan mulai meninggalkan Hostess of Fertility dengan perasaan puas, memuji hidangan yang disiapkan oleh Shirou. Restoran tersebut dipenuhi dengan aroma yang menggugah selera, dan semua orang di dapur merasa bangga dengan hasil kerja mereka. Shirou, yang baru saja menyelesaikan tugasnya, merasa senang melihat pelanggan meninggalkan restoran dengan senyuman di wajah mereka.
Saat jam sarapan berakhir dan restoran mulai sepi, Mama Mia memanggil Shirou untuk berbicara lebih lanjut. "Shirou, aku perlu bicara denganmu sebentar," ujarnya dengan nada yang lebih lembut dari biasanya, sementara dia menyuruh para pelayan untuk istirahat dan membersihkan area makan.
Shirou mengangguk dan mengikuti Mama Mia ke meja kecil di sudut restoran. "Tentu, Mama Mia. Ada yang ingin kamu bicarakan?"
Mama Mia duduk dan mengusap tangannya pada serbet, memandang Shirou dengan mata yang serius. "Aku sudah melihat bagaimana kamu bekerja di dapur dan bagaimana pelanggan merespons makananmu. Kamu memang memiliki bakat dalam memasak. Jadi, aku memutuskan untuk memberimu izin tinggal di lantai atas restoran selama kamu bekerja di sini. Itu juga akan membantumu mendapatkan tempat yang nyaman selama kamu berada di Orario."
Shirou terlihat senang mendengar tawaran tersebut. "Terima kasih, Mama Mia. Itu sangat membantu."
Mama Mia melanjutkan, "Namun, ada satu hal yang ingin aku ketahui lebih lanjut. Kamu tampaknya tidak hanya ingin bekerja di sini. Apa sebenarnya tujuanmu di Orario?"
Shirou memikirkan sejenak sebelum menjawab, "Aku datang ke Orario dengan niat untuk mencoba menjadi petualang dan menjelajah dungeon. Aku ingin melihat dunia di luar kampung halamanku dan mencari cara untuk meningkatkan kemampuanku. Aku pikir menjadi petualang akan memberikan banyak pengalaman berharga."
Mama Mia mengangguk, mengamati dengan seksama. "Petualang, ya? Itu adalah jalur yang penuh tantangan dan risiko. Di Orario, menjadi petualang bukanlah pekerjaan yang mudah, dan dungeon bisa sangat berbahaya. Tapi jika kamu sudah memutuskan, aku tidak bisa menghentikanmu. Namun, aku menyarankanmu untuk berhati-hati dan mungkin mencari beberapa informasi atau pelatihan sebelum benar-benar terjun."
Shirou mengangguk dengan serius. "Aku tahu itu. Aku sudah mempersiapkan diri dan berencana untuk memulai pelatihan serta mencari guild yang bisa membantuku. Aku hanya ingin memastikan bahwa aku siap sebelum benar-benar masuk ke dungeon."
Mama Mia tersenyum, merasa puas dengan penjelasan Shirou. "Baiklah, aku yakin kamu akan melakukan yang terbaik. Dan jangan khawatir tentang tempat tinggalmu. Selama kamu bekerja di sini, kamu bisa menggunakan kamar di lantai atas. Itu tidak terlalu mewah, tapi cukup nyaman."
Shirou merasa lega dan berterima kasih. "Aku sangat menghargainya, Mama Mia. Terima kasih banyak atas kesempatan ini."
Syr, yang mendengarkan percakapan tersebut, memutuskan untuk bergabung dalam diskusi. Dia mendekati meja dengan senyum ramah. "Maaf kalau aku mengganggu, tapi aku mendengar percakapan kalian. Shirou-kun, sebelum kamu mulai menjadi petualang, mungkin ada baiknya jika kamu bergabung dengan sebuah familia."
Shirou menatap Syr dengan rasa penasaran. "Familia? Apa itu?"
Syr menjelaskan dengan antusias, "Di Orario, familia adalah kelompok yang terdiri dari petualang dan anggota lainnya yang dipimpin oleh seorang dewa atau dewi. Bergabung dengan familia bisa membantumu mendapatkan pelatihan, dukungan, dan sumber daya yang kamu butuhkan untuk menjadi petualang. Mereka juga bisa membantumu dalam hal informasi tentang dungeon dan strategi pertempuran."
Mama Mia menambahkan, "Syr benar. Bergabung dengan familia adalah langkah yang bijaksana sebelum kamu benar-benar terjun ke dalam dungeon. Mereka bisa memberikanmu pelatihan yang diperlukan dan membantumu memahami cara bertahan di lingkungan yang berbahaya itu."
Shirou memikirkan saran tersebut dan mengangguk. "Itu terdengar seperti ide yang baik. Aku akan mencari informasi tentang familia dan mempertimbangkan untuk bergabung dengan salah satu dari mereka."
Syr tersenyum puas. "Baguslah kalau begitu! Jika kamu membutuhkan bantuan untuk menemukan familia yang tepat atau informasi lebih lanjut, jangan ragu untuk bertanya padaku. Aku bisa memperkenalkanmu kepada beberapa orang yang mungkin bisa membantu."
Mama Mia tersenyum, merasa senang bahwa Shirou mendapat dukungan tambahan. "Baiklah, jika kamu memutuskan untuk mencari familia, pastikan kamu juga memperhatikan tempat tinggalmu di sini. Kamar di lantai atas sudah siap untukmu."
Shirou merasa lega dan berterima kasih atas saran dan dukungan tersebut. "Terima kasih banyak, Syr, Mama Mia. Aku akan memikirkan semua saran kalian dengan serius."
Dengan semangat yang baru dan dukungan dari Syr serta Mama Mia, Shirou siap untuk memulai babak baru dari petualangannya di Orario, mencari familia yang sesuai, dan mengejar impian yang telah lama dia impikan.