webnovel

Tadirman - Kara - Ayla (10)

"Waduh, mana bunganya, ya? Ah, begini saja, Kara. Cokelatnya diterima dulu, deh. Nanti bunganya menyusul belakangan. Thank you banyak." Dirman masih celingak-celinguk, seakan mengharapkan bunga-bunga yang hilang menyembul kembali tiba-tiba.

"Makasih, Mas. Cuma saya gak bisa makan cokelat. Bakal jerawatan gede-gede, Mas. Jadi gak berani. Kasihkan ke Ayla saja, Mas. Makasih lho sekali lagi." Senyum Kara memang manis, tetapi di mata Dirman kesannya cukup dipaksakan.

Letih diterpa gagal berulang kali, Dirman mengetuk pintu rumahnya yang dikunci dari dalam. Pasti Ayla sudah pulang dari siang tadi. Begini-begini, Ayla putrinya anak yang mandiri. Usia boleh delapan tahun, tapi ketelitiannya menyamai anak remaja yang lebih tua darinya. Ayla lumayan pintar mengurus rumah dan selalu mengunci pintu dengan baik. Ini saja sudah jadi poin plus yang membanggakan bagi Dirman selaku ayahnya.

"Eh, Ayah sudah pulang. Pasti Ayah lapar. Tadi Ayla dikasihkan lauk sama Bu Martini. Sudah kusisakan buat Ayah. Silakan makan, Yah."

Dirman mengangguk, mengusap rambut putrinya, bungah sesaat sebelum bunga-bunga memerah menyapa matanya. Hah? Kok ada bunga di atas meja makan? Asoka, flamboyan, dan kembang sepatu merah? Kok? Dalam syok tak kepalang, Dirman takkan lupa, bunga-bunga ini yang dipetiknya dari kebun sekolah. Gak salah lagi nih! Dirman memekik dalam hatinya.

"Bunga-bunganya kok ada di sini?" Dirman menanyai Ayla yang tercengang.

"Lho, kan emang dari kemaren ada di sini, Yah. Kayaknya Ayah yang taroh di sini, kok." Ayla garuk-garuk kepala memandangi ayahnya.

"Ini tanggal berapa, ya?" Dirman seakan bertanya pada dirinya sendiri.

"Tanggal 17 Juni, Yah. Tuh di kalender kan dah disobek." Ayla menunjuk kalender di dinding ruang tamu.

"Hah? Jadi ini bukan tanggal 16 Juni?"

Dalam sekejap satu hari sudah berlalu. Sebetulnya Dirman masih di masa lalunya. Ia tahu persis, seharusnya hari ini tanggal 25 Juni 2025. Tadinya ia melesat ke masa sembilan hari silam, lalu sekejap satu hari sudah berlalu. Akibatnya sehari itu Dirman mondar-mandir di depan kalender, khawatir satu hari akan berlalu lagi sia-sia.

"Masih tanggal 17 Juni, Yah." Ayla mondar-mandir mengikuti jejak Dirman.

Pantas bunganya bisa hilang tiba-tiba, Dirman membatin. Pasti ada lompatan waktu atau time leap yang membuat waktu "terlompat" satu hari ke depan, tepat saat Dirman berjumpa Kara tadi. Kebetulan sakit flu Kara dari tanggal 16 Juni masih berlanjut ke tanggal 17 Juni, dan Dirman tidak lagi memegang bunga, tapi adanya sebatang cokelat di tangannya.

Ah, berarti saat ia belanja di toko kelontong, time leap sudah kejadian. Cokelat itu dibelinya di tanggal 17 Juni, saat bunga-bunga Kara tak lagi ada di tangannya. Sial betul nasibnya, kenapa waktu di masa silam bila diulang kembali kacau begini, ya?

Malam harinya, Ayla bermain di kamar ayahnya. Dirman teringat pada buku janggal yang dibukanya bersama Ayla tempo hari. Fate Grant Order. Buku untuk memilih sendiri nasibmu? Entahlah, apa pun itu, Dirman penasaran apa lagi ulah buku itu berikutnya. Apakah ia akan terlempar ke masa lalu yang makin jauh atau justru menempuh masa depan yang dekat? Seminggu kemudian, misalnya?

Seperti tebakan Dirman, buku aneh itu tak bisa dibuka lagi. Ayla kembali dipanggil, dan seperti sulap dan sihir, Ayla dengan gampang membuka buku, dan menemukan cerita seru di dalamnya.

"Yah, Ayah, ini ceritanya bagus banget. Si Anak Kodok berantem sama temannya, terus celana pendeknya robek, karena kainnya sudah tipis dan banyak tambalan di sana sini. Nama lawannya itu si Ferdi. Lalu Anak Kodok saking malunya izin sakit selama dua hari, gawatnya lupa meminta ulangan susulan. Akhirnya nilai rapor matematikanya kebakaran. Ayah tahu Anak Kodok itu nama aslinya siapa, sih?"

Dirman bergidik seketika. Astaganaga! Nyalinya jumpalitan tak keruan. Bagaimana mungkin ada nama Anak Kodok di dalam buku itu? Aneh bin ajaib, bagaimana bisa buku itu tahu segala sesuatu tentang dirinya?

Ya ampun, siapa tuh si Anak Kodok?

danirasiva80creators' thoughts