"Loh... kenapa nih?". Pekik Yuna saat mobil Unaya tiba-tiba mogok. Perjalanan menuju pantai tinggal sebentar lagi padahal, tapi mendadak ada kesalahan teknis. Unaya dan Ririn yang tidak tahu menahu soal permobilan pun hanya bisa memasang wajah bingung. Yuna beberapa kali mencoba untuk menyalakan mesin tapi tidak bisa.
"Kenapa Yun? Mogok kah?". Tanya Unaya sambil celingak-celinguk. Mana jalanan sepi lagi, kayak gak ada kehidupan. Kalau mobilnya beneran mogok, siapa yang mau bantuin?
"Gak tahu nih Say, biar gue cek dulu". Yuna memutuskan untuk turun dari mobil dan mengecek mesin. Begitu gadis itu membuka kap mobil...
DUAAAARRRR!!!
"AAAAAAA!!!". Teriak tiga gadis itu karena tiba-tiba mesin mobil meledak :') Unaya dan Ririn bergegas turun karena takut ada ledakan susulan.
"Ya ampun Yuna, muka lo". Ririn menunjuk-nunjuk wajah Yuna yang cemong karena terkena asap tebal.
"Huweeeeee... Unaya ini beneran mobil baru? Enggak supercopy kan? Kok meledak gini?". Rengek Yuna. Masa mobil mewah macam mini Cooper baru buat jalan-jalan sampai pantai aja udah meledak.
"Ini beneran mobil baru kok, dibelinya pas gue ultah ke tujuh belas. Belom sempet test drive sih. Duhhhh... gue gak tahu kalo bakal kek gini. Sorry ya guys". Ujar Unaya tidak enak. Salahnya juga sih asal nyuruh pakai mobilnya buat jalan-jalan tanpa mengecek apakah mobilnya aman atau tidak jika dipakai.
"Udah-udah yang penting gimana nih caranya kita sampai di pantainya? Terus ntar baliknya gimana?". Kata Ririn menengahi. Kayaknya mereka bertiga kena karma deh karena jalan-jalan tanpa pamit dan modal bohong. Apalagi Ririn yang pergi tanpa ridho dari suami huhu.
"Tinggal jalan beberapa meter kok Say. Jalan aja gimana? Kalau kita nunggu bala bantuan kayaknya bakalan lama deh". Sahut Yuna. Unaya manyun, Duh gak banget deh jalan jauh-jauh dicuaca yang panas begini. Tapi tunggu dulu, Unaya kan janji ke Jun buat bikin Vlog. Sepertinya momen ini bisa dimanfaatkan.
"Oke mending kita jalan aja, tapi tunggu...". Unaya masuk kedalam mobil untuk mengambil tas selempang dan kacamata hitamnya.
"Gue mau hubungi Om Jun dulu, suruh ngirim orang buat urusin mobil gue". Setelah memakai kacamata hitamnya, Unaya langsung menghubungi Jun.
"Halo Om, ada sedikit insiden". Kata Unaya langsung setelah Jun mengangkat teleponnya. Terdengar helaan nafas di seberang sana. Masalah Unaya yang kemarin-kemarin belum selesai, sekarang ada apalagi? Begitulah batin Jun.
"Insiden apa lagi Unaya? Ada yang bisa Om bantu?". Tanya Jun mencoba sabar. Untung bakal jadi calon anak, kalau bukan udah deh Jun nyerah aja gak usah jadi bangun agensi.
"Mobil Unaya mogok dijalan, please kirimin orang buat ambil ya". Mohon Unaya.
"Oke, Om bakal telepon Jeka sekarang".
"Jangan Om!". Potong Unaya cepat-cepat. Aduh jangan sampai Jeka tahu kalau ia pergi tanpa pamit. Nanti pemuda itu marah dan Unaya gak mau ribut.
"Loh kenapa? Kan dia manajer kamu. Udah sepantasnya dia yang ngurusin semua keperluan kamu. Lagian kamu kok pergi ke pantai gak didampingi Jeka? Kalau ada apa-apa gimana?". Unaya menggigit bibirnya. Bingung mau jawab apa karena gak mungkin kan bicara jujur? Yang ada Jun makin ngomel.
"I-itu Om, Jeka lagi sibuk. Jadi Unaya pergi sama temen Unaya deh. Pokoknya Om Jun jangan ganggu Jeka! Udah cepet kirim aja orang buat ambil mobil Unaya! Ntar di share loc. Byeee!!". Lagi-lagi Unaya langsung memutus panggilan telepon tanpa memberikan kesempatan Jun untuk merespon. Maaf Unaya bohong lagi :')
"Tuh kan bener, sekali bohong pasti bakal ada kebohongan-kebohongan selanjutnya". Batin Unaya.
***
Tanpa diduga dan tanpa pernah Unaya duga, Jeka menyempatkan mampir ke rumah disela kesibukannya. Tentu saja pemuda itu mengkhawatirkan kondisi Unaya yang pagi tadi mengeluh tidak enak badan hingga bolos kuliah. Jeka membawa dua kantong berisi makanan ditangan kanan dan kirinya. Pemuda itu hafal betul kalau jam segini adik-adiknya sudah pulang sekolah. Jadi sekalian membawakan makan siang.
Begitu Jeka masuk ke ruang tengah, Jeni dan Yeri yang memang mageran sampai males masak buat makan siang pun matanya langsung berbinar begitu melihat kantong kresek yang dibawa Jeka. Sonia memang jarang dirumah jika siang hari, wanita itu mengisi kelas balet sampai jam empat sore. Padahal Sonia sudah menyiapkan bahan makanan lengkap di kulkas tapi Jeni dan Yeri sama sekali tidak pernah menyentuhnya. Mereka lebih memilih delivery order ketimbang memasak.
"Abang, bawa apaan tuh?". Teriak Jeni dan Yeri barengan.
"Pizza, mau?". Tawar Jeka. Kedua gadis itu langsung mengangguk.
"Mauuuuuuuu!!!".
"Cium dulu dwong". Goda Jeka.
"Hih! Gak sudi". Yeri melengos kearah lain. Abangnya ini lho sama adik sendiri masih modus aja. Kalau Jeni dan Yeri masih balita sih gak apa-apa disuruh cium. Kalau udah remaja masa cium-cium Abangnya, malu dong.
"Bang Jeka modus". Jeni ikut-ikutan melengos kearah lain.
"Ya udah kalau gitu dua-duanya biar buat Unaya aja. Ntar pasti gue dapet cium, double lagi. Wleeee...". Ledek Jeka.
"Ihhhhhh.... jangan! Yaudah sini gue cium dari jauh. Chuuuu...". Yeri langsung memberikan kecupan jauh diikuti Jeni. Begitu saja Jeka sudah senang bukan main karena berasa disayang adik-adiknya :v
"Nah gitu dong. Nih buat kalian, jangan rebutan". Jeka meletakan sekotak pizza ke atas meja.
"Yes!!! Makasih Abang Jeka sayang". Jeka geleng-geleng kepala melihat kelakuan Yeri dan Jeni. Dua adiknya itu makan pizza dengan lahap bak anak terlantar. Tanpa banyak berkomentar, pemuda itu naik kelantai dua untuk melihat keadaan Unaya.
"Yer, emang Kak Unaya ada di rumah? Pas tadi gue masukin sepeda di garasi, mini Coopernya gak ada". Kata Jeni disela kunyahannya.
"Lah sejak kapan Kak Unaya bisa nyetir?". Tanya Yeri balik. Kunyahan keduanya langsung terhenti. Lah bener juga, sejak kapan Unaya bisa nyetir? Terus Mini Cooper-nya?
"Siapa yang nyolong Mini Cooper?". Pekik keduanya bersamaan.
Sementara itu Jeka terheran-heran begitu masuk ke dalam kamar. Pemuda itu celingak-celinguk mencari keberadaan Unaya. Dikamar mandi enggak ada, di dalam lemari pun gak ada, apalagi dibawah meja. Lantas saja Jeka dibuat panik, jelas parno karena masalah mereka dengan Guan belum selesai. Jeka takutnya Unaya diculik.
"Shit!". Umpat Jeka kemudian langsung menghubungi Unaya.
Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif...
Suara cewek sih yang nyahutin, tapi ini suara operator bukan suara Unaya. Untuk yang kedua kalinya Jeka kembali menelepon Unaya.
Nomor yang anda tuju...
"Unaya kamu dimana? Please gak usah cosplay jadi operator deh!". Omel Jeka pada operator -_-
Saking mau menghibur diri sendiri, Jeka menganggap Unaya tengah cosplay menjadi operator. Jeka hampir saja membanting ponselnya dan hendak mikir gegabah dengan merencanakan serangan ke Guan. Tapi pemuda itu mencoba untuk rileks. Ia hembuskan nafas panjang dan berusaha berfikir jernih. Unaya kan artis, siapa tahu ada job mendadak yang gak bisa ditunda meski sedang tidak enak badan.
"Coba gue telepon Om Papa dulu. Huuuuuhhhhh... Tenang Jek, tenang". Jeka menarik nafas panjang sebelum menelepon Jun. Beruntung lelaki itu always fast respon udah kayak admin olshop.
"Assalamualaikum Om Papa...". Sapa Jeka sopan, tumben sopan.
"Waallaikumsallam... Wihhh tumben sopan". Sahut Jun karena memang tidak biasanya Jeka bersikap sopan padanya, aneh aja gitu Jeka jadi alim.
"Iya soalnya lagi ada perlu makannya sopan. Btw langsung aja nih Om tanpa basa-basi gue mau nanya, Unaya ada di agensi gak?". Terdengar suara deheman dari ujung sana. Jun hendak memberikan info yang sejujur-jujurnya tapi masih ingat pesan unaya. Kalau di spill ke Jeka ntar Unaya marah, terus restunya ditarik gak jadi nikah dong?! Nggak, itu gak boleh terjadi.
"Emmm... Ya gitu deh". Sahut Jun asal.
"CK! Seriusan ini Om. Gue gak lagi dalam mode bercanda ya? Unaya ada di agensi apa enggak?". Tanya Jeka sekali lagi, kini lebih nge-gas. Jun gak tahu betapa takutnya Jeka kalau Unaya kenapa-napa. Apalagi kalau gadis itu jatuh ke tangan Guan.
"Kalem Bro. Emang kenapa kok lo kayak panik gitu karena gak lihat Unaya barang sebentar aja?".
"Lo gak ngerti Om! Orang suruhannya Guan, gue yakin masih ngincer gue sama Unaya. Tadi Unaya ngeluh gak enak badan makannya bolos kuliah. Terus ini gue pulang buat ngecek keadaan dia tapi orangnya gak ada? Gimana gue gak cemas Om?". Curhat Jeka terdengar ngenes. Jun juga baru ingat kalau Jeka dan Unaya sewaktu-waktu bisa dalam keadaan bahaya. Omong-omong Jun juga jadi kepikiran Unaya, gadis itu baik-baik saja kan?
"Tenang Jek, tenang. Sebenarnya Unaya ada dipantai. Dia tadi telepon minta dikirimin orang buat ambil mobilnya yang mogok". Akhirnya Jun memutuskan untuk berkata jujur. Biarlah Jeka menyusul agar bisa menjaga Unaya.
"Hah?! Kok dia gak pamit sama gue? Sejak kapan dia bisa nyetir mobil?". Jeka jelas shock mendengar perkataan Jun. Udah pergi gak pamit, bawa mobil pula. Bikin kepikiran aja.
"Katanya sih sama Yuna, bilangnya mau nge-vlog. Udah mending lo susul aja, ntar gue share loc".
"Thanks Om". Jeka berdecak setelah mematikan sambungan telepon. Pemuda itu beralih membuka room chat grup UKM Taekwondo. Mau ijin gak bisa ikut latihan hari ini karena ada perlu. Mau ngurusin calon istri bandel dulu. Padahal jadwal Jeka padat merayap tapi demi Unaya, ia batalkan jadwal penting itu. Kalaupun gak dibatalin juga percuma, bakal enggak fokus karena kepikiran.
Notif pesan dari Jun yang baru saja muncul langsung ia buka, Jeka segera melihat lokasi keberadaan Unaya. Setelahnya tanpa pikir panjang, pemuda itu melesat ke garasi untuk mengambil motornya dan langsung menyusul.
***
"Welcome to the bitch!!!". Teriak ketiga gadis itu begitu sampai di bibir pantai. Mereka bertatapan kemudian terbahak.
"Hahahaha...". Akhirnya setelah perjalanan yang melelahkan, semuanya terbayar dengan indahnya pemandangan pantai. Pasir lembut yang menggelitik kaki, angin yang membelai wajah, laut yang terbentang dan memanjakan mata, serta suara debur ombak yang seakan menjadi healing tersendiri. Unaya pun merasakan pikirannya lebih rileks dari sebelumnya. Soal mobil yang mogok dan cara pulang dari sini biarlah menjadi urusan belakangan. Yang penting disaat ini dan di detik ini, mereka ingin bersenang-senang.
"Gue tinggal dulu ya Say. Mau ngeliput dulu. Unaya jangan lupa nge-vlog". Peringat Yuna.
"Oke siap". Sahut Unaya sambil hormat grak!
"Byeeee... Hati-hati lo". Ririn melambaikan tangan kearah Yuna. Setelah Yuna pergi, Unaya langsung membuka ponselnya. Sengaja datanya dimatikan biar gak ada yang ngehubungin pas lagi mode pingin seneng-seneng gini.
"Hai guys... Setelah mobil mogok dan jalan sekitar lima belas menit, kita akhirnya sampai di pantai. Lihat nih pemandangan nya bagus banget kan...". Unaya berputar-putar sambil merekam pemandangan disekitarnya.
"Temen gue yang satunya lagi ngeliput soal pemanfaatan bulu babi gitu. Nah gue berduaan deh sama sahabat sejati gue namanya Ririn. Hai Ririn say hai dong ke fans Una". Kata Unaya dengan ceria sambil mengarahkan kameranya pada Ririn. Ririn yang memang gak suka alay markulay kayak Unaya pun hanya menyapa seadanya.
"Heunggg... Hai". Setelah itu Ririn melengos kearah lain.
"Ishhhhh... Yang ceria dong Rin. Ini ntar mau gue upload di YouTube loh". Protes Unaya.
"Dihhh... Mau di upload terus yang dapet untung lo doang gitu? Ogah lah wleeeee...". Canda Ririn.
"Astaga sama temen sendiri lho perhitungan banget. Madep sini dong". Unaya menarik-narik tangan Ririn yang sengaja diletakkan didepan wajah agar tidak kelihatan.
"Gak mau!".
"Ihhhh... Madep sini!".
"Enggak!".
"Iya!".
"Enggaaaaaakkkkk!".
"Iyaaaaa...".
"Ririn gue kejar ya!". Ancam Unaya saat Ririn kabur begitu saja.
"Kejar aja kalo bisa. Dasar kaki pendek!". Ledek Ririn sambil menepuk bokongnya tiga kali. Unaya jelas gak terima dong diledek pakai bokong, akhirnya gadis itu berlari secepat yang ia bisa agar bisa menangkap Ririn.
"Ririn! Awas ya lo!!!!".
"Nyenyenyenye... Una pendek!". Ledek Ririn lagi. Akhirnya dua gadis itu malah kejar-kejaran bak anak kecil. Kapan lagi mereka bisa bertingkah seolah-olah masih anak kecil kalau bukan pada kesempatan ini? Mendadak keduanya ingat jika momen bersama seperti saat ini sudah lama tidak mereka rasakan. Begitu dunia yang kejam menyita waktu mereka, keduanya tidak sadar kalau selama ini telah egois dengan urusan masing-masing. Kadang kala Unaya tidak bisa menjadi tempat berkeluh kesah untuk Ririn karena sibuk, begitu pula sebaliknya.
"Hiyaaaaa... Ketangkep!". Unaya memeluk Ririn erat dari belakang agar tidak kabur.
"Gue seneng banget lo balik Na. Gue seneng bisa lihat lo lagi". Kata Ririn tulus. Unaya yang terenyuh dengan perkataan Ririn pun meletakan kepalanya dibahu gadis itu.
"Gue juga seneng banget Rin bisa sama-sama lo lagi. Meski kita sibuk sama urusan masing-masing, asal masih bisa lihat lo baik-baik aja gue udah bahagia banget. Makasih ya Rin, lo masih jadi Ririn sahabat gue yang dulu". Unaya benar-benar bersyukur punya Ririn. Ririn adalah teman pertamanya di SMA, ah ralat teman pertama disepanjang hidup Unaya karena gadis itu belum pernah punya teman sebelumnya. Unaya tidak malu dianggap kuper karena hanya punya satu teman. Karena menurut nya lebih baik punya satu teman sejati daripada beribu-ribu teman tapi palsu.
"Sama-sama Na. Janji temenan sampai tua ya? Kalau bisa besok jadi besan". Canda Ririn. Unaya terkekeh mendengarnya.
"Haha. Aamiin. Tapi kalo jadi besan berarti gue harus punya anak cewek dong?". Ririn mengangguk cepat.
"Iyalah! Yakali anak gue jadi maho kek bapaknya pas jaman SMA". Kata Ririn yang membuat Unaya mengingat sosok Victor dan Jimi yang dulunya kemana-mana berdua udah kayak hidung sama upil.
"Lha kalo yang keluar cowok?".
"Ya bikin lagi sampe keluar cewek!". Sahut Ririn dengan entengnya.
"Kenapa gak lo aja yang bikin lagi sampe keluar cewek?". Tanya Unaya balik. Ririn berdecak sebelum menyahuti.
"Gue gak bisa punya anak banyak-banyak Na, gak mampu! Lo kan artis plus calon laki lo pengusaha Boba, punya anak sebelas mah gak bakal miskin juga". Unaya memukul bokong Ririn. Yakali punya anak sebelas, emang dia mesin pembuat anak?
"Sembarangan kalo ngomong. Dikira punya anak banyak gampang apa? Bikinnya sih gampang, ngedidiknya itu yang sudah". Protes Unaya.
"Haha. Bener sih. Tapi janji ya besok kita besanan?". Ririn berbalik kemudian mengangkat jari kelingkingnya kearah Unaya.
"Iya janji". Unaya tanpa ragu mengaitkan jari kelingkingnya ke jari kelingking Ririn. Semoga harapan mereka bisa terkabul agar persahabatan yang mereka bina dari semasa sekolah tidak akan pernah putus.
***
"Hayyyy... Guys. Una live yuhuuuuu...". Unaya mendekatkan wajahnya kelayar ponsel dan membaca komentar dari netizen. Sekarang sudah sore, karena tidak tahu caranya pulang maka tiga gadis itu memutuskan untuk menyewa satu kamar di penginapan dekat pantai. Unaya menyempatkan diri untuk live Instagram.
"Gue masih di pantai. Karena mobilnya mogok jadinya kita nyewa kamar gitu. Enggak open BO dong". Kini Unaya lebih santai menanggapi komentar negatif dari fansnya. Banyak yang spam komen bitch, open BO, dan masih banyak kata-kata kasar lainnya.
"Bitch? Gak salah sih, kan ini lagi dipantai. Welcome to the Bitch!! Haha". Canda Unaya.
"Wkwkwk ternyata Kak Una lucu ya...".
"Bener juga sih welcome to the Bitch wkwk...".
"Bisa aja jawabnya, tadinya mau ngehujat. Eh malah ngakak jadiinya".
Unaya tersenyum membaca beberapa komentar dari netizen. Oh jadi begitu caranya membalas komentar jahat dari hatters? Yang tadinya membenci Unaya mendadak berubah jadi suka hanya karena candaan receh darinya.
"Kak emang hubungan kak Unaya sama Kak Jeka apa sih? Eummm... Tunggu aja ntar pasti kalian kaget deh. Tunggu undangannya... Upsss... Keceplosan". Celetuk Unaya yang membuat kolom komen langsung banjir emoji terkejut.
"Kalian mau lihat sunsetnya? Bagus banget loh...".
Chuuuuuu~
Mata Unaya membulat seketika begitu pipinya dikecup secara tiba-tiba oleh oknum yang sekarang mengambil alih live Instagram-nya.
"Yang tadi nanya ada hubungan apa Unaya sama Jeka, udah terjawab kan? Udah dulu ya Unaya live nya, Jeka-nya pinjem Unaya bentar. Mau pacaran dulu. Byeee...!".
"Jeka? Lo kok?". Unaya menunjuk Jeka dengan wajah kaget. Bisa gitu ya Jeka muncul tiba-tiba udah kayak jin.
"Nakal banget sih pergi gak pamit! Mau jadi istri durhaka kamu?". Omel Jeka sambil menarik hidung Unaya dengan gemas. Untung ia menemukan Unaya dalam keadaan utuh dan baik-baik saja jadinya lega bukan main.
"Maaf. Aku penat dirumah gak ada temen makannya main-main deh kesini. Maaf ya sayang". Mohon Unaya manja. Jeka sudah memasang wajah bete, padahal ngomong aja gak apa-apa lho kalau mau pergi. Toh kalau Unaya ngerengek, Jeka gak bakal tega nolak kok. Jeka cuma mau Unaya terbuka padanya. Menurut Jeka sebuah hubungan itu kuncinya jujur dan saling percaya. Pondasi utamanya kejujuran.
"Gini lho Sayang, aku gak marah. Cuma mau kamu jujur, kalau jadi istri Jeka gak boleh bohong. Apa-apa harus terbuka dong, aku juga bakal terbuka sama kamu soal apapun itu. Apa gak jadi aja nih nikahnya?". Goda Jeka. Unaya langsung merengek, harus jadi dong nikahnya.
"Ihhhh... Jangan. Iya aku janji gak akan bohong lagi. Ini yang terakhir deh". Mohon Unaya.
"Aku khawatir banget sama kamu. Aku kira mau diculik sama Guan. Aku takut banget kehilangan kamu". Jeka menunduk sedih. Unaya terkekeh melihat tingkah Jeka. Gadis itu memendamkan kepalanya didada Jeka dan menghirup rakus aroma pemudanya.
"Aku janji gak akan tinggalin kamu lagi. Hukum aku jika itu terjadi". Sumpah Unaya.
"Aku perlu jaminan". Jeka melepaskan pelukan Unaya dan menatap gadis itu serius.
"Hah? Jaminan apa?". Unaya sudah mikir yang iya-iya, wajah nya memerah. Jaminan nya bukan itu kan, ekhemmmm... Keperawanan?
"Mikir apa hayoooo?". Jeka menyentil dahi Unaya kemudian merogoh saku celananya.
"Maksud aku jaminan ini biar kamu gak lari". Selanjutnya Jeka menyematkan cincin yang ia beli secara dadakan ke jari manis Unaya. Unaya jelas speechless.
"Jeka? Ini...".
"Ikan hiu makan teri, Will you marry me?". Tanya Jeka serius sambil menatap Unaya tepat dimata. Unaya dilamar Jeka? Pakai pantun? Seriusan?
"Jek? Yang bener aja? Gue juga harus jawab pakai pantun gitu?" Unaya benar-benar ilfiel. Ngarep di lamar pakai cara romantis tapi kok malah pakai pantun garing gitu.
"Hehe. Jangan dilihat cara ngelamarnya dong, tapi ketulusannya. Ini seriusan aku mau ajakin kamu berumah tangga, menua bersama". Jeka mengecup punggung tangan Unaya sedikit lebih lama, setelah kecupan itu terlepas ia usap dengan ibu jarinya. Jangan tanyakan bagaimana keadaan Unaya, sudah pasti ambyar. Dilamar oleh orang yang ia cintai mana mungkin gak bahagia meski caranya gak banget sekalipun.
"Jadi?". Tanya Jeka memastikan.
"Beli es dirumah Kiwil, yes i Will". Jawab Unaya sangat yakin. Mata Jeka berkaca-kaca. Ia tidak percaya jika saat ini tengah berdiri di depan gadis yang ia cintai untuk melamar. Dan lamarannya diterima. Sumpah ini seperti mimpi karena perjalanan cinta mereka yang tidak main-main sulitnya. Inikah akhir dari perjuangan mereka?
"Makasih, makasih banget. I love you". Jeka memeluk Unaya erat sekali. Ia janji akan menjaga dan membahagiakan gadis di dalam pelukannya ini. Bahkan rela bertaruh nyawa untuknya, ini bukan janji melainkan sumpahnya.
"Love you more. My future husband". Bisik Unaya. Dadanya berdesir dan perutnya seakan diterbangi ribuan kupu-kupu. Kebahagian seorang gadis adalah saat dilamar oleh orang yang mereka cintai. Membayangkan hidup berdua dan menjalani aktivitas sebagai pengantin. Apalagi kalau ditambah anak, lengkap sekali rasanya. Tinggal satu PR lagi dan bayangan indah pernikahan ada di depan mata.
Sementara itu di depan penginapan...
"Sumpah lo? kita tinggalin si Bos sama Bu Bos berduaan di sini?". Pekik Jimi begitu mendengar ide konyol dari Victor. Omong-omong Victor dan Jimi ikut menyusul Unaya, tadinya biar bisa bawa para gadis pulang gitu. Tapi malah Victor punya ide buat ninggalin Unaya dan Jeka berduaan di penginapan.
"Iyalah! Gue yakin si Bos pasti berterimakasih sama kita karena kasih peluang buat berduaan sama calon istrinya, apalagi kamarnya cuma satu". Sahut Victor dengan senyum nakal.
"Gila lo otak kriminal!." Omel Yuna. Dosa banget gak sih jerumusin teman ke lubang setan?
"Tapi guys, kayaknya gak apa-apa deh. Kalaupun malam ini gak terjadi apa-apa, yang penting mereka latihan kelonan sebelum menikah". Timpal Ririn si otak kriminal dua.
"Tapi si Bos gak bawa pengaman bego!". Jimi masih belum ridho ninggalin Unaya dan Jeka berduaan.
"Yaudah santai aja kenapa sih! Toh mereka udah mau nikah kok. Atau ntar gue beliin pengaman dulu, gimana?". Tawar Victor. Jimi dan Yuna mikir keras. Kok gak tenang ya mereka, kalau ada apa-apa mereka juga yang bakal kena kan?
"Kalau ada apa-apa, kalian berdua yang tanggungjawab! Sini motor Jeka biar gue yang bawa!". Yuna menyambar kunci motor Jeka dari tangan Victor kemudian berlalu pergi.
"Gue juga gak ikut-ikutan ya kalo si Bos marah". Peringat Jimi kemudian menyusul Yuna.
"Pada kenapa sih Mah sewot banget? Kalau ada apa-apa yang tanggungjawab si bos lah. Kan dia yang berbuat, masa kita yang bertanggungjawab". Omel Victor, Ririn menggedikan bahunya acuh.
"Gak tahu tuh. Udah yuk buruan pergi, ntar Unaya sama Jeka keburu dateng". Ririn cepat-cepat menarik tangan suaminya untuk pergi dari sana.
"Omong-omong anak kita kamu taruh mana Pah?" Tanya Ririn yang baru sadar kalau anaknya enggak dibawa Bapaknya.
"Ada tuh dititipin tetangga depan, hehe".
--Ex-Bangsat Boys--