webnovel

Everything Can Be Something

Bagaimana jadinya jika sebuah kecelakaan tragis adalah sebuah pembunuhan yang disembunyikan? Bagaimana pula jika orang-orang yang terlibat berusaha menyembunyikan hal tersebut? Seorang mantan jurnalis berusaha memasuki kehidupan seorang ningrat hingga tak sengaja jatuh cinta dengan cucu terakhir yang tiba-tiba harus dinikahinya. ~~~ Tersenyum, hanya itu yang bisa dilakukan oleh wanita berjaket coklat tua yang tengah berdiri di depan sebuah mobil berwarna hitam. Ia menelan ludahnya diam-diam dan masih tersenyum menatap laki-laki dalam radius sekitar 5 meter yang juga menatapnya. Laki-laki berjas hitam itu tiba-tiba berlari dan memeluk wanita tadi, mendekapnya dengan erat. Mata berbinarnya berubah pilu, ia menyembunyikan wajahnya dan menangis dalam diam. Mendapat pelukan tiba-tiba dari laki-kali yang perlahan ia cintai itu membuatnya sedih tanpa alasan. Meski pelukan, namun jika ini yang terakhir kalinya, rasanya sangat menyakitkan. Apalagi, ia paham betul bagaimana selama ini ia membuang waktu yang terus belalu tanpa gagal, lalu kini ia hanya perlu melepas dengan ikhlas. Meski butuh waktu lama untuk air mata mengering, ia akan berusaha. "Terima kasih untuk selama ini, Salma!"

vijakkanim · Urban
Zu wenig Bewertungen
28 Chs

Bagian Tujuh Belas : Malam Ini

~~~

Seorang wanita setengah baya memakai baju putih dengan rok hitam menyajikan dua teh hangat di atas meja yang terdapat seorang laki-laki tengah duduk dengan wajah ketus di hadapan meja itu. Ia tersenyum, "Pak Daniel sedang berganti pakaian, tolong tunggu sebentar," ucapnya singkat lalu meninggalkan tempat itu.

Sudah jam sembilan malam, Rangga duduk di kursi yang ada di depan balkon lantai dua rumah Daniel. Ia masih sibuk dengan pemikirannya sendiri dan menatap lurus ke depan, ke arah jalanan sepi di depan rumah besar itu. Ia melepas jasnya dan hanya mengenakan kemeja berwarna merah.

Daniel membuka pintu dan berjalan ke arah kursi lalu duduk di sana, ia sudah mengenakan baju tidur. "Ada apa ke sini?" tanyanya sambil menyeruput teh hangat di atas meja.

Rangga menoleh ke arah Daniel singkat, ia mengikuti langkah Daniel dengan meminum teh hangat itu. "Harusnya miras biar bisa lupain masalah walaupun sejenak," ucapnya bergumam.

Daniel mendecih pelan, hubungannya dengan Rangga selalu memburuk namun ia sama sekali tak membenci ataupun bersikap dingin padanya. "Lo sudah tua, berhenti minum begituan," ucapnya. Ia kemudian memperhatikan wajah pemuda itu dan menghela napas, "masalah apa lagi?" herannya.

"Sekretaris lo kenapa susah diraih? Gue harus gimana biar bisa menangin hati dia?" gumam Rangga.

"Dia langsung akrab dengan semua orang padahal," ucap Daniel.

"Akh!" geram Rangga, perlahan tubuhnya menyusut dan bersandar pasrah pada sandaran kursi, matanya terpejam. "Mungkin kursi direktur itu sudah milik Ravi sejak awal, menyerah memang pilihan terbaik," ucapnya meracau.

"Apa Salma dan Kakek Herman saling mengenal sebelumnya?" gumam Daniel. "Coba tanya Kakek!"

"Gue mau tanya langsung sama Salma," ucap Rangga.

"Tanya langsung? Dia ketemu sama lo saja gak mau kayaknya," ucap Daniel lalu terkekeh.

Rangga hanya melirik ke arah Daniel sekilas lalu mendecih tak peduli. Ia membenarkan posisi duduknya dan menyilang kan kedua lengan dan kakinya bersamaan lalu memfokuskan pandangannya ke atas langit sana.

Daniel memperhatikan tingkah pemuda itu lalu menyandarkan tubuhnya dengan lebih nyaman lagi dan menutup matanya, "kalau gak ada yang mau dibicarain lagi, mending pergi saja! Gue ngantuk!" ucapnya datar.

~~~

Sementara, Salma bersama Jenny yang menggandengnya berjalan menaiki tangga menuju balkon lantai teratas rumah milik Jaenal. Mereka mengadakan pesta kecil-kecilan di sana. Jaenal yang dikenal ramah mengundang semua kawan mudanya untuk memanggang barbekyu di rumah sewanya yang kebetulan kosong.

Sampai di atas, terlihat Yumi yang memang pandai memasak sedang memilih-milih daging sedangkan Jordy dan Alan sedang menyiapkan api. Sementara Revan dan Aryo hanya bersantai sambil memakan camilan, dan Jaenal hanya duduk memperhatikan Yumi.

"Kita datang!!" ucap Jenny yang ceria sambil mendekati Yumi dan duduk di samping Jaenal. "Wahh cepat dong, lapar ini!" ucapnya memelas.

"Baru datang juga bukannya bantuin," ucap Yumi mencibir Jenny.

Alan yang awalnya berjongkok kini berdiri, "nah datang juga ahli kompor kita, Salma Natalina!" ucapnya sambil menghampiri Salma dan menyeret wanita yang awalnya hanya berdiri termenung di pintu masuk itu.

Salma hanya pasrah saja dan berjongkok di samping Jordy, "Bang, aku bantuin apa?" ucapnya berbisik.

Meski mendengar ucapan Salma, Jordy berdiri, "sudah beres kok, sini berdiri!" ucapnya yang mengulurkan tangan ke arah Salma.

Salma berdiri dengan bantuan Jordy lalu memperhatikan Alan yang sedang bersama Jenny terlihat mengobrol dan tertawa. "Apa ini? Kak Alan sejak kapan akrab sama Jenny?" gumamnya yang berbicara sendiri.

"Makanya sering ke sini Salma, jangan sibuk mulu!" cibir Jaenal.

"Gue sibuk cari uang, emangnya Bang Jaenal yang duduk saja bisa dapat uang!" balas Salma yang ditertawakan oleh orang-orang di sana.

Mendapat ejekan, Jaenal berdiri dan menunjuk-nunjuk Salma dengan tangannya, "benar-benar si Salma, sekalinya datang bikin kesal!" ucapnya, namun Salma hanya tertawa membalasnya.

"Kalau gak datang pasti kangen 'kan!" celutuk Revan.

"Itu lo Van! Kita gak ada yang kangen Salma!" celutuk Aryo menimpali.

"Kalian benar-benar!" kesal Salma, lalu ia menghampiri Yumi yang merupakan satu-satunya orang yang pengertian. "Kak, ada pekerjaan lain?" tanyanya.

"Beres kok," jawab Yumi, ia lalu melirik Alan yang duduk bersama Jenny, "Alan, panggang ini!" ucapnya memerintah.

"Ahh ini bukan di restoran, kenapa masih nyuruh-nyuruh?!" kesal Alan.

"Lo selamanya bakal jadi asisten Yumi, Lan, terima saja!" ucap Jaenal sambil tertawa.

"Kak Alan sama Jenny pacaran gak sih di sana? Kita semua ngumpul di sini padahal!" ucap Salma.

"Hei! Salma, lo cemburu?" tanya Aryo sambil tertawa dan memperhatikan Salma yang berdiri di sampingnya. "Kenapa lo cemburu?"

Mendapat pertanyaan mendadak dari Aryo dan sorakan dari Jaenal membuat Salma tertawa dan menggelengkan kepalanya dengan tegas. "Enggak kok gak cemburu! Apaan sih!" sergahnya.

Jenny berdiri dan mendekati Salma, "Mbak Salma, lo dekat sama Pak Daniel terus ada cucunya Maulana juga jadi biar Kak Alan buat gue!" ucapnya panjang lebar.

"Alan? Buat lo?" heran Jaenal.

"Jenny, lo suka Alan?" tanya Jordy.

Alan yang sudah memegang daging dan bersiap memanggang hanya berdiri terdiam sambil tersenyum senang, merasa dirinya sebagai pemeran utama dan direbutkan oleh Jenny dan Salma.

"Lo ngapain Alan?! Kerja cepat!" marah Yumi sambil memukul kepala Alan yang berada di sampingnya.

"Apa-apaan si Jenny! Gue gak dekat sama siapapun!" tegas Salma.

"Hei semuanya! Mohon dengarkan! Setiap hari ada cowok ganteng, keren dan kaya nungguin Mbak Salma di depan-"

"Gak ada! Gak ada Jenny!" potong Salma.

"Terus yang waktu itu nganterin siapa?" tanya Aryo yang mulai ikut campur.

"Wah siapa yang nganterin Salma selain gue?" heran Revan.

"Pak Daniel kali, waktu makan malam perusahaan pertama, Pak Daniel tiba-tiba pergi terus naik mobil bareng Mbak Salma. Iya 'kan?" jelas Jenny.

"Jenny lo jadi berisik ya?!" kesal Salma.

"Salma pacaran sama bosnya apa bagaimana ini?" ucap Jordy.

Jaenal mengernyitkan keningnya, "ini... kisah cinta apa ini?" gumamnya heran. "Revan lagi, lo cemburu karena Salma dekat-"

"Enggak Bang!" tegas Revan.

Setelah semua keributan itu, mereka mulai bekerja sama membuat berbagai masakan untuk dinikmati nanti. Tak lama setelahnya, barbekyu yang ditunggu-tunggu telah siap dihidangkan.

Yumi dan asisten setianya yaitu Alan mulai menyajikan beberapa masakan di tengah-tengah meja besar yang ada di sana. Di meja itu, sudah berkumpul orang-orang yang sama-sama menantikan hidangan. Jaenal duduk di paling ujung dan di sampingnya ada Jordy dan Jenny, sementara di depan Jaenal ada Aryo dan Revan di sampingnya.

Salma sedang berdiri di dekat tangga dan terlihat sedang menelepon seseorang. Ia menganggukkan kepalanya lalu kembali bergabung dengan mereka dan duduk di samping Revan.

"Siapa yang nelepon?" tanya Jaenal.

"Pasti bosnya lah, nanya dia lagi dimana!" celutuk Jordy.

Jenny yang di samping Jordy tertawa, "Pak Daniel?" tanyanya pada Salma.

Salma menggeleng tegas sambil tertawa, "barusan Tiara yang nelepon," ucapnya.

"Dia yang numpang tidur sama lo?" tanya Revan.

Salma mengangguk, "mulai sekarang dia bakal fokus skripsi makanya gak bakal numpang tidur lagi katanya, jadi-"

"Kamar lo kosong berarti?" gumam Alan sambil tersenyum lalu duduk di samping Salma.

"Apa maksud dia ngomong gitu?" gumam Jordy.

Salma hanya tertawa saja sambil menikmati makan malam itu. Ia melirik satu per satu orang di sana dan membuatnya tersenyum tenang. Kehadiran Jenny benar-benar menambah warna baru bagi perkumpulan mereka. Sayangnya, sejak ia bekerja menjadi sekretaris, ia jarang menghadiri perkumpulan hingga tak tahu jika Jenny sudah sedekat ini dengan mereka, meski begitu ia senang karena ada seseorang mirip sepertinya di perkumpulan itu.

"Mbak! Mbak Salma! Siapa nama cowok yang-"

Panggilan Jenny mengusik lamunan Salma, ia langsung melirik Jenny dan seketika menggeleng tegas, "cowok apaan sih gak ada!" tegasnya.

Setelah acara makan-makan selesai, kini mereka hanya bersantai ria dengan Jaenal dan Jordy yang kalah dalam permainan harus membereskan bekas makan mereka, sementara yang lainnya hanya duduk sambil minum kopi.

"Ahh di sini nyaman!" gumam Jenny.

Salma yang duduk bersandar pada Revan mulai membuka handphone-nya. Tak percaya matanya, ia membetulkan posisi duduknya dan memperhatikan pesan itu. Apa ini? Rangga Maulana mengiriminya pesan? Meski hanya berisikan tentang basa-basi namun ia tak mengerti kenapa laki-laki itu mengiriminya pesan.

Ngomong-ngomong, ia sama sekali tak tahu menahu soal identitas Rangga Maulana. Karena penasaran, Salma mengetikan nama pemuda itu di internet dan mulai mencari artikel yang ada di sana. Mulutnya terbuka lebar saat melihat sebuah hal menarik di sana.

~~~

Salma memukul-mukul pelan bahu kanannya sembari ia berjalan menuju kontrakannya yang berupa bangunan bertingkat. Ini sudah hampir tengah malam dan dirinya berjalan kaki sendirian. Ia merekatkan jaketnya dan bergegas memasuki gerbang besar menuju kontrakannya.

Sebelum memasuki area kontrakan, Salma kembali keluar gerbang dan berjalan menuju toserba yang masih buka. Ia mengambil sebotol air dan mie cup lalu lalu pergi dari sana.

Keluar dari toserba, matanya menyipit melihat seseorang di dalam mobil hitam yang sangat tak asing. Ia mendekati mobil yang terparkir di rest area itu dan membulatkan matanya.

"Rangga Maulana?" herannya.

Salma memasukkan barang belanjaannya ke dalam tas kecil yang menggantung di tubuhnya. Ia kemudian mengetuk-ngetuk kaca mobil dimana Rangga terlihat tak sadarkan diri di dalam sana. Sambil beberapa kali meneriakkan namanya, Salma terus mengetuk-ngetuk mobil mewah itu.

Rangga menggeliat dengan tatapannya yang lemah, ia menggerakkan kakinya dan menyenggol sebuah botol kaca hingga air tumpah dan membasahi jasnya yang tergeletak sembarangan. Melihat seseorang mengetuk-ngetuk kaca mobilnya, ia membuka kaca mobil dan tersenyum.

Salma memalingkan wajahnya dan mengipas-ngipaskan tangan di wajahnya. "Bau apa ini?" gumamnya. "P-Pak Rangga? Pak Rangga, gak apa-apa? Ini saya, Salma, Pak Rangga..."

Rangga hanya tersenyum ke arah Salma, ia menjulurkan kedua tangannya sambil terkekeh, "sekretarisnya si sialan Daniel ya?" gumamnya.

"Pak Rangga?! Kenapa Pak Rangga harus mabuk segala sih? Ini tengah malam lagi! Pak Rangga-"

"Mbak 106 mau masuk gak? Gerbang saya kunci sekarang!" teriak seorang pria paruh baya yang merupakan seorang penjaga keamanan di sana.

Salma menoleh ke arah suara tersebut, "Pak! Bisa ke sini tolong bantu saya gak?" teriaknya.

Pria itu menghela napas malas namun tetap menghampiri Salma, "ada apa Mbak? Ini siapa ya?" herannya.

Salma melirik ke arah Rangga yang tak sadarkan diri di dalam mobil sekilas, "bisa bantuin saya 'kan?" tanyanya dengan serius.