-----Sakura Futaba's Pov-----
Mengusap mata, aku lalu bangun dan pergi menuju kamar mandi. menyalakan keran, aku lalu bergegas untuk membersihkan wajahku.
"Futaba! jika kau sudah selesai membersihkan dirimu, bisakah kau membantuku mengantarkan makanan untuk Kazune?"
mendengar suara ibuku dari lantai bawah, moodku yang cerah seperti cuaca hari ini menjadi buruk,
'Kenapa aku harus direpotkan karena kalian memutuskan untuk mengurus preman itu,' batinku dalam hati.
selesai membersihkan wajah dan gigiku, aku melepaskan pakaianku, membilas badan, setelah itu aku masuk dalam bathtube dan berendam,
"Aku pasti akan membuka tipu muslihatmu itu..."
mengingat rambut putihnya yang menjengkelkan, aku mendengus saat mengingat saat pertama kali aku bertemu dengannya.
-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+
-----Flashback Start-----
saat itu adalah pertama kalinya, aku merasakan rasanya hilang kesadaran. saat aku sadar yang kulihat disekelilingku adalah ruangan serba putih dengan tirai berwarna hijau yang mengelilingi tempat tidurku, melihat alat yang biasa ada dirumah sakit ada disebelah tempat tidurku aku bergumam,
"Sepertinya aku ada dirumah sakit..." memegang kepalaku yang masih agak pusing, aku lalu mulai memanggil ibu dan ayahku.
"Okaa-san.... Otou-san..."
yang menjawab panggilanku adalah seorang dokter.
"Sakura-san, apakah kau tidak apa apa sekarang?"
"Mhmmm... walaupun kepalaku sedikit pusing."
menganggukan kepalaku, dokter itu lalu berkata,
"Aku akan memanggil keluargamu, kau tunggulah sebentar."
dokter itu pergi meninggalkanku sendiri. aku lalu mulai mengingat ingat kejadian sebelum aku pingsan,
'Apa itu sungguhan terjadi?'
Kejadian didalam kamarku saat itu membuatku yang seorang jenius tidak bisa berpikir. melihat bagaimana dua makhluk misterius itu dapat mempengaruhi dunia luar bahkan saat mereka hanya saling bertukar pesan dikomputerku itu membuatku sangat takut dan tidak mau percaya bahwa itu sungguhan.
'Mungkin itu hanya halusinasiku?'
Aku ingin bilang itu hanyalah halusinasiku saja karena keadaan kamar yang benar benar aneh saat itu,
'tapi suara yang kudengar dari speaker saat itu, tidak mungkin hanyalah halusinasiku saja,'
mengingat teriakan penuh penderitaan yang dikeluarkan oleh makhluk yang menyerupai anak laki laki itu, aku mulai menggigil ketakutan, karena rasanya aku baru saja melihat hal yang seharusnya tidak aku lihat.
"Futaba!!!"
menerjang badanku, ibuku dengan erat memelukku sambil menangis lalu aku melihat Ayahku yang menghela napas lega datang bersama dokter.
"Kaa-san..."
air mata ibu yang membasahi bahuku mulai membuatku merasa bersalah karena membuatnya khawatir dan juga sedikit senang karena ibu memelukku lagi setelah sekian lama.
"Seperti yang kalian lihat, Sakura-san baik baik saja. tapi karena aku harus menanyakan beberapa pertanyaan kepadanya untuk dapat mengetahui, jika, dia memiliki masalah ditubuhnya yang tidak terlihat dari luar dan memerlukan penanganan lebih lanjut."
setelah dokter memberikan penjelasan, Ayahku lalu membujuk ibu untuk melepaskanku, dengan enggan ibu melepaskanku sambil melihatku dengan cemas.
"Aku tidak apa apa, Kaa-san, kau bisa pergi dengan Otou-san sebentar, dokter hanya akan menanyakan beberapa pertanyaan padaku,"
Kataku meyakinkan ibu, dia lalu mengangguk dan meninggalkan ruangan.
Setelah itu dokter mulai menanyakan penyebab aku pingsan, apa yang kurasakan saat itu, apakah aku melihat hal aneh, atau mendengar suara suara, dan juga jika aku memakan sesuatu yang aneh.
Menjawab semua pertanyaan sesuai dengan apa yang kualami, dokter lalu melihat padaku sebentar lalu bertanya,
"Apa kau sungguh sungguh mengalami kejadian itu?"
"Aku tidak bohong"
sedikit mengerutkan dahiku, aku lalu mendengus, karena dokter kelihatannya tidak percaya padaku. sedikit tertawa dokter itu lalu berdiri lalu menganggukan kepalanya,
"Tenang saja, aku mengerti, aku akan menjelaskannya pada orang tuamu."
tak lama setelah dokter meninggalkan ruangan, orang tuaku kembali masuk, tapi aku mendapati raut wajah mereka yang aneh, Ibuku dengan wajah marah, ayahku yang khawatir, dan..... aku tidak tahu siapa laki laki berambut putih yang memegang kucing itu. bertanya tanya apakah boleh membawanya ke rumah sakit, aku disadarkan oleh suara dingin ibuku.
"Futaba, kau benar benar membuatku murka kali ini. kuharap, kau siap untuk hukumanmu."
Aku tidak bisa berkata kata, melihat Ayahku yang memalingkan wajah sambil mengusap keningnya, aku tahu kalau Ayah tidak bisa menolongku kali ini.
"Kita akan bicarakan ini nanti, sekarang kita harus pulang karena ini sudah larut. Aku sudah bertanya pada dokter dan sepertinya Futaba bisa langsung pulang."
Ibu lalu menghela napas, mengikuti perkataan ayahku.
-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+
-----Sojiro's Car-----
Ibu memarahiku, ini pertama kalinya aku melihat ibu semarah itu. sepertinya Dokter itu mengatakan pada mereka, kalau aku melihat halusinasi karena kelelahan dan terlalu banyak bermain game. mengingat wajahnya yang tersenyum sambi mengatakan, 'Aku mengerti', rasanya ingin kupukul wajahnya itu dengan tabung oksigen.
penjelasan dari dokter itu sontak membuat ibu menyita seluruh konsol game, laptop, bahkan dia tidak memperbolehkanku untuk membeli pc baru untuk menggantikan pcku yang rusak.
ibu juga memutuskan untuk berhenti dari pekerjaanya untuk bisa mengawasiku, entah aku harus senang atau sedih mendengarnya.
lalu aku melihat kearah laki laki yang duduk didepanku, Himura Kazune, itulah namanya, sepertinya ayahku menolongnya dan entah bagaimana itu berakhir dengan ayah menyuruhnya untuk tinggal dicafe kami.
"Nyaa~"
melihat kucing hitam yang ada dipangkuannya, aku merasa sedikit jengkel karena kucing itu tidak membiarkanku menyentuhnya, sepertinya dia hanya mau disentuh oleh Kazune dan juga Ayah.
"Kazune-kun, bagaimana kalau kau jadi anak kami?"
"Hah?!" mendengar pertanyaan ibuku aku panik,
melihat kearah Ayahku dan sepertinya dia tidak keberatan dengan saran ibuku.
"Stooopppp!!!! kalian ini kenapa?"
"Ara~ Bukankah itu bagus Futaba? kau jadi punya Onii-chan," menutup mulutnya dengan tangan, ibu tertawa kecil.
melihat Kazune diam saja, aku merasa lega namun tiba tiba,
"Aku hanya butuh tempat tinggal."
mendengar jawabannya yang seperti tak peduli, aku jadi marah,
"Kau sebaiknya berterima kasih karena ibuku bahkan memberikanmu penawaran, muka kayu." membenarkan posisi kacamataku sambil terus memelototinya.
dia tampak mengernyitkan dahinya, namun dengan cepat mukanya kembali seperti semula.
"Hmph!" mendengus, aku lalu membuang wajahku kearah jendela.
"Ara~ bukankah kalian sudah cukup akrab?"
goda ibu, sepertinya dia menikmati melihat interaksi diantara kami berdua.
"Aku tidak ingin punya adik cebol."
mukaku langsung kaku mendengarnya, ibuku juga terkejut, menutup mulutnya sambil mengatakan "Ara~", dan tersenyum dengan mata tertutup sedangkan ayahku mulai mengusap keningnya yang mungkin akan mempercepat proses kebotakannya.
"Aku akan balas penghinaan ini!!!! dasar muka kayu!!!" teriakku sambil menunjuk wajah Kazune.
"Kalian benar benar seperti kakak adik~"
"Jangan mimpi!!!!" "Jangan mimpi." jawab kami bersamaan.
perjalanan pulang kerumah waktu itu benar benar kacau, aku bahkan tidak tau bagaimana caranya kami sampai dirumah.
-----Flashback End-----
-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+
"Futaba cepatlah!" mendengar suara ibu, dengan cemberut aku menjawab,
"Ya!!! sebentar lagi!!!" menyudahi mandiku, aku lalu mulai berpakaian, mengambil sesuatu dari laciku, aku turun kebawah.
"Ini makanannya, cepat kau antarkan, mungkin Kazune sudah kelaparan sekarang, Ayahmu tidak sempat menyiapkan makanan untuknya karena dia ada pekerjaan pagi ini,"
ibu menyerahkan kotak makanan padaku, lalu aku bertanya,
"Kenapa dia tidak masak sendiri saja?"
"...Kazune itu anak yang cukup unik... sepertinya dia tidak tahu cara memasak makanan selain dengan cara direbus atau dibakar..." sambil memegang pipinya, ibuku menghela napas mengingat apa yang terjadi tiga hari lalu.
Aku juga ingat kejadian itu, jujur saja semua orang yang tinggal disekitar situ mungkin tidak akan pernah bisa melupakan apa yang terjadi dihari itu.
Hari dimana Cafe LèBlanc dikira terbakar oleh orang sekitar, penyebabnya ternyata adalah Kazune yang sedang membakar ikan dan kentang didapur.
Aku tidak tahu harus tertawa karena melihat kebodohan Kazune, atau sedih karena ibuku ingin dia menjadi kakakku.
"Aku pergi dulu!"
"Hati hati!"
selesai berpamitan, aku langsung bergegas pergi menuju LèBlanc. namun ditengah jalan aku berhenti, duduk dibangku yang ada dipinggiran jalan, aku lalu membuka kotak bento untuk Kazune, aku melihat omurice buatan ibuku dan juga beberapa potong ayam goreng, dengan senyum jahat aku mengeluarkan barang yang kupesan sejak beberapa hari yang lalu dan baru sampai kemarin,
"Rasakan pembalasanku muka kayu~ hehehe~"
membuka tutup botol saus pedas yang berdasarkan rumor diinternet dapat membuat lidah mati rasa, aku lalu dengan cepat mencampurnya dengan omurice yang akan kuberikan pada Kazune, setelah merasa cukup, aku merapikannya kembali lalu melanjutkan perjalananku untuk membalas dendam pada si muka kayu itu.
-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+
-----LèBlanc Cafe-----
melihat pintu yang masih terkunci, aku merasa kesal, karena aku sudah harus diteriaki ibuku pagi pagi untuk membawakannya makanan untuknya sedangkan yang akan diberikan masih tidur.
mengambil kunci cadangan yang kubawa, aku lalu membuka pintunya, melihat tidak ada tanda tanda Kazune ada disini, aku lalu bergegas menuju kamarnya yang ada diatas,
"Kazune! ini sudah siang! cepatlah bangun atau aku aka....."
disana aku melihat Kazune berdiri melihat kearah jendela, entah kenapa punggungnya terlihat sangat besar dari sini,
"Kazune...?"
mendengar suaraku dia menoleh, melihat bahwa pipinya basah karena air mata, mata merahnya yang biasanya terlihat seram berkaca kaca, aku tidak tahu harus melakukan apa dan terdiam ditempatku berdiri.
Kazune melihat kearahku sejenak, dan seperti mengingat sesuatu, dia lalu berjalan kearahku, aku hanya bisa diam sampai saat dia berhenti tepat didepanku.
"Ka-kazune, kenapa kau menangis???"
tergagap aku bertanya pada Kazune, namun dia hanya menatapku, lalu hal yang tak pernah kubayangkan akan dilakukan seorang Kazune, muncul tepat didepan mataku.
"Futaba..." dia tersenyum dengan lembut sambil menyebut namaku, aku tertegun, otakku serasa berhenti, sampai saat tangannya bersandar dipipiku, mengelusnya dengan lembut, dia lalu melanjutkannya dengan membelai kepalaku,
"....Aku ingin dapat kesempatan jadi kakakmu, Futaba."
saat mendengar dia mengatakan itu, rasanya seperti jantungku mau meledak, otakku tidak bisa memproses apa yang baru saja terjadi, aku menjatuhkan kotak makanan yang harusnya kuberikan padanya,
'Aku harus pergi dari sini'
-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+
itu saja yang terlintas dipikiranku saat itu, berlari secepat yang aku bisa meninggalkan cafe, aku dapat mendengar suara Kazune yang memanggilku, namun aku tidak memedulikannya.
'Kalau aku tidak lari, aku pasti akan memeluknya'
aku yakin akan melakukannya, karna saat mendengar Kazune mengatakan kalimat itu padaku, instingku seakan berteriak untuk memeluknya seerat yang kubisa,
'tidak mungkin aku akan melakukan hal memalukan seperti itu!!!' batinku dalam hati.
dengan napas yang terengah engah, aku sampai dirumah,
"Futaba?"
aku berlari menuju kamarku tanpa menghiraukan ibu, menguncinya, lalu melompat kekasurku dan membenamkan wajahku dibantal.
mengingat suara dan tatapan mata merahnya yang lembut, senyumannya yang tulus dan juga belaian tangannya yang sensasinya masih dapat aku rasakan sampai sekarang. aku tak bisa menahan jantungku yang masih berdetak sangat kencang, aku meluapkannya dengan menendang nendang kasurku.
'Apa apaan itu!!!"
teriakku dalam hati, setelah itu aku memutuskan untuk tidak keluar kamar sampai aku tenang.
And done!!! Author menguras otak buat bikin scene yang bisa buat hati kalian dag dig dug, Author harap kalian suka, uwu)/ ciao~