webnovel

Every Story Needs a Beginning, Right?

Pertarungan antara dua ras besar sudah berlangsung selama 500 tahun, manusia melawan vampir. Raja vampir sudah dikalahkan, tetapi manusia harus membayar harga yang setimpal. Namun, apakah hanya dengan mengalahkan raja vampir akhir dari pertempuran panjang ini dapat dipastikan?

akai_mashiro · Fantasie
Zu wenig Bewertungen
22 Chs

Taring III

Empat anak laki-laki duduk diatas kursi berjejer.

Mereka semua adalah anak-anak yang terlibat atas insiden istirahat siang. Dua diantara dari mereka adalah anak kelas satu dan sisanya anak kelas dua.

Mereka sedang menunggu selagi terdiam tak bersuara di sebuah ruangan yang cukup lebar berisikan perabot antik yang terbuat dari kaca dan logam yang rapuh.

Patung vampir-vampir pendahulu yang pernah menjabat sebagai kepala sekolah terdahulu melayang mengelilingi ruangan, piagam dan piala kejuaraan sekolah, juga cendermata khas negeri Ostrvo yang tersimpan didalam lemari besar.

Semua perabot memenuhi ruangan itu, tercium bau debu dan kayu yang tercampur satu menandakan seluruh perabot itu sudah memiliki umur.

Kedua anak kelas dua itu terlihat tidak tenang dan saling berbisik satu sama lain.

Kedua anak kelas satu itu hanya diam seribu kata.

Klak! Nyieett….

Suara pintu kembar kayu setinggi tiga meter terbuka, hanya pintu sebelah kanan saja yang dibuka.

"Berdiri kalian semua, wakil kepala sekolah sudah datang"

Seorang pria berseragam seperti mereka berwarna abu-abu memasuki ruangan dan memerintah mereka semua.

Kemudian laki-laki itu membuka pintu sebelahnya.

Suara langkah mendekati pintu kembar itu, kemudian sesosok vampir laki-laki muda masuk ke ruangan itu.

"Halo. Perkenalkan namaku Leonar Degriexette, wakil kepala sekolah Magicna Mudrost"

Laki-laki yang sering dipanggil Leo itu memperkenalkan dirinya.

Pria muda setinggi dua meter lebih itu mengenakan jubah seragam Magicna Mudrost dengan motif kotak-kotak berisikan warna coklat biji kokoa dan merah kelabu.

Vampir laki-laki itu berambut coklat bergelombang klimis berponi yang disishkan ke kanan dan kiri dahinya.

Terlihat bebarapa lencana di dada kirinya dan juga terlihat lambang MVV di bagian bahu kirinya.

Tatapan mata hitam santainya itu tetap membuat mereka tidak tenang, khususnya kedua anak biang masalah ini.

Leo menatap laki-laki yang membukakan pintu barusan.

Melihat tatapannya, dia langsung keluar dan menutup kedua pintu kembar itu.

"Kita langsung saja. Mendengar saksi mata, Olrea Strengh, Dreak Clifere, kalianlah yang memulai pertikaian dengan Richard Domovoi. Apa itu benar?"

"…."

"…."

Kedua anak itu hanya saling bertukar pandang.

Terlihat kepala mereka berkeringat deras dan mereka hanya diam.

Muka Olrea yang sudah baret-baret terlihat lebih pucat lagi daripada Dreak.

"Melihat reaksi kalian, sepertinya itu benar ya"

"T-tidak pak! Anak itu menyandung Olrea lebih dulu! Kami hanya ikut membantunya!"

"I-iya benar pak!"

"Hmm.. Apa itu benar?"

"Tidak pak. Saya tidak punya alasan untuk melakukan hal tersebut. Lagipula saya tidak kenal mereka"

"Kau jangan bohong!"

"Kau pasti iri pada kami kan!"

"Hentikan omong kosong ini!"

Leo langsung memotong celotehan dua anak yang ada dihadapannya dengan nada menghentak.

"Apa kalian sadar kalau ledakan itu mengenai langsung ke murid lain dapat menyebabkan luka serius? Apabila sekalipun tidak ada korban kalian pikir ledakan itu tidak akan merusak properti sekolah?"

Nada bicara Leo benar-benar mendominasi perhatian mereka.

"Kalian berada di sekolah ini bukan untuk melakukan hal bodoh seperti ini. Kalian boleh saja menunjukkan senioritas tapi tidak sampai membahayakan orang lain. Kalian keturunan darah royal harusnya lebih memahami ini lebih dari siapapun."

"…"

"…"

Tidak ada jawaban balasan dari mereka berdua.

"Olrea dan Dreak akan di skors selama satu minggu. Tidak ada alasan jika kalian tertinggal pelajaran. Sebaiknya kalian berempat segera berbaikan, bertingkahlah sesuai umur kalian. Kalian boleh keluar termasuk Richard"

"Baik"

"Ba-baik"

"Baik pak"

Ketiga anak yang disebut itu mulai berjalan kearah pintu kembar itu, termasuk juga Exxone.

Meskipun dia ragu karena namanya tidak disebut tapi dia tetap memilih untuk melangkahkan kakinya kedepan mengikuti mereka.

"Tunggu. Exxone Valiant. Saya tidak pernah berkata Anda boleh pergi dari sini"

"Eh?"

Exxone hanya menatap Leo bingung dan berhenti melangkah.

"A-ada apa dengan saya pak? Saya kira-"

Klap! Pintu kembar sudah tertutup.

Sekarang tersisa mereka berdua di ruangan itu.

"Duduk"

"B-baik pak"

Leo berjalan mengitari ruangan penuh akan pajangan dan patung itu selagi mengeluarkan berkas kertas.

Terlihat foto Exxone di kertas itu.

"Exxone Valiant. 18 tahun. Laki-laki. Vampir bukan darah royal. Nilai rata-rata. Peringkat 198 pada hari penerimaan anak baru dari 200 anak"

"…."

"Saya hanya penasaran. Bagaimana Anda bisa memprediksi sihir ledakan itu?"

Leo menghentikan langkahnya dan menatap Exxone dari ujung kornea matanya.

"Ehhmm…Itu…."

"Tidak usah ragu-ragu. Katakan sejujurnya"

"Ehmm. I-"

"I?"

Exxone terlihat sangat ragu-ragu dan tidak lepas mengatakan kata-katanya.

"Insting"

"…"

Leo hanya menggeleng kepalanya ke kanan dan mengernyitkan dahinya setelah mendengar jawaban laki-laki pendek itu.

Kemudian dia melangkahkan kakinya mendekati Exxone.

"Anda sungguh berfikir kalau saya akan percaya kata-kata itu? Sihir adalah sesuatu yang dikuasai, bukan dirasakan"

"!!"

Pria tinggi yang mengitari ruangan itu sekarang berada didepan anak yang sedang duduk di kursi menatapnya dingin dan menusuk.

Tak luput ekspresi mengintimidasi anak muda itu.

"Hah! Itu yang akan dikatakan kepala sekolah! HAHAHA! Jangan tegang begitu!"

"Eh?"

Kedua mata kuning gelap Exxone terbelalak mendengar kata-kata pria yang berdiri di hadapannya.

"Yahh… Aku hanya berakting seperti kepala sekolah, karena aku harus menggantikan posisinya selagi beliau dikirimkan ke garis depan pertempuran"

"…"

"Aku hanya terpikir dua kemungkinan akan hal ini. Pertama, kau hanya berlagak keren. Kedua, berdasarkan intuisimu kau tahu itu adalah sihir berbahaya dan memilih untuk nekat menolong orang yang mungkin tidak kau kenal sama sekali. Kau memiliki hati yang suci ya"

Leo melempar berkas kertas yang dia pegang ke udara dan mengangkat kedua tangannya selagi berbicara menggelengkan kepalanya.

"Ah"

"Artinya, kau vampir yang baik hati"

"Terima kasih"

"Tapi, itu bukanlah sebuah hal yang bisa dilakukan anak peringkat tiga dari belakang"

Senyum pemecah suasana Leo langsung hilang setelah dia mengatakan itu.

"??"

"Sistem peringkat penerimaan sekolah ini memang bukanlah segalanya. Sudah mendekati satu tahun semenjak kamu belajar sihir di sekolah ini kan? Banyak hal bisa terjadi dan kau mungkin sudah bertambah kuat karena latihan tempur dan pengetahuan dari kelas"

"…."

Leo mengacungkan dan menggoyang-goyangkan jari telunjuk kanannya didepan muka Exxone.

"Kau mungkin anak yang berbakat"

Leo tersenyum menantang, kedua mata hitamnya seperti mengharapkan sesuatu dari Exxone.

…..

Laki-laki pendek berambut coklat kehitaman itu menutup pintu kembar itu dan berjalan menjauh darisana.

"Anak berbakat ya?"

Leo mengambil berkas kertas yang dia lempar sebelumnya dan melihat foto Exxone.

"Seorang anak peringkat tiga dari belakang mampu menghalau Eksplozivna Rion. Penyihir kelas tiga pun tidak bisa membaca arah sihir kelas tinggi itu, tapi dia mampu melempar inti kekuatan sihir itu? Seharusnya dia tidak dapat dimasukkan dalam kategori peringkat anak baru"

Mulut tipis coklatnya terlihat mulai terkekeh-kekeh.

"Leo! Anak itu sudah sadar. Anda bisa menjenguknya"

"Oke. Sekarang kita cari siapa tikus yang berani macam-macam dengan sekolah ini"

Leo berjalan dengan senyum menantang.

Keesokan harinya.

"Exxone!! Bagaimana kemarin??"

"Katanya wakil kepala sekolah Leo yang langsung mendatangi kalian ya??"

"Orang seperti apa dia Exxone?"

"Kalian berisik sekali ya pagi ini. Biarkan aku tidur dulu sebentar"

Ketiga sejoli sudah menunggu teman karibnya datang ke sekolah dan duduk di kursi miliknya.

"Aku juga penasaran. Bagaimana akhirnya dengan tiga anak sombong itu?"

Rotania ikut bergabung.

"Si gendut dan si kurus yang menghilang itu di skors satu minggu. Satu penyihir lainnya aku tidak tahu, dia masih pingsan saat itu"

"Exxone Valiant!"

Suara tak asing terdengar di depan kelas.

Kelas dengan lebar sepuluh meter dan panjang lima belas meter yang dapat menampung hampir lima puluh anak lebih itu bergemakan akan suaranya.

Hari masih pagi jadi masih sedikit orang yang datang.

"Ah. Anak yang kemarin ya?"

Vampir laki-laki berambut abu itu melangkah mendekati mereka semua.

Tatapannya hanya tertuju pada Exxone.

"Wah"

"Aku merasakan hal yang seru akan terjadi!!"

"Berduelah denganku"