webnovel

Tinggal Bersama

Pintu terbuka, tiga pasangan mata mengarah kepada Chan. Langkah Chan melambat menghampiri mereka dengan tatapan memprihatinkan.

Tiwi tersentuh, dia peduli dengan anak itu ditambah lagi setelah melihat ketampanan yang dia miliki tak sesuai dengan nasibnya. Baju yang ada di tangan Luna diambil dan dia berikan kepada Chan.

"Sekarang kamu ganti pakaian kamu agar enggak masuk angin. Setelah itu keluar."

Dahi Chan mengerut, dia terlihat kebingungan. Tangan mengambil baju tersebut, lalu mata memperhatikan mereka keluar dan menutup pintu.

"Kenapa dengan diriku?"

Chan berkata sambil menatap untaian kalung yang sebelumnya dia sembunyikan. Dia mendekati cermin, kedua bola mata menatap dirinya sendiri. Dia tersenyum, kemudian kakinya melangkah masuk ke dalam kamar mandi Luna.

Mereka yang dari tadi menunggu mengarahkan pandangan kepada Chan yang baru keluar dari kamar. Kepolosan dia tunjukkan dengan senyuman berdiri di hadapan mereka. Tiwi memegang kedua bahu pemuda itu dan membawanya duduk.

"Sejak kapan kamu mengenal Luna?"

Pertanyaan Arya layangkan, dia menginterogasi pemuda itu dengan sedetail-detailnya karena dia tidak ingin putrinya mengalami apapun sejak bersamanya.

"Pa. Aku bertemu Kak Chan sejak pertama kali sekolah waktu itu di bus."

"Papa tidak bertanya kepadamu."

Luna diam, dia melirikkan mata kepada Chan yang duduk di hadapannya. Senyuman di layangkan oleh Chan, Luna membuang pandangannya.

"Apa yang dikatakan Luna benar, Om."

"Kamu benar tidak memiliki keluarga?"

"Iya. Aku tidak tahu kedua orang tuaku karena aku dibesarkan di panti asuhan. Setelah besar aku memutuskan hidup sendiri agar terbiasa. Tidak mungkin aku akan bergantung selalu kepada mereka, aku juga harus mandiri dan bisa melawan dunia."

Luna kembali mengarahkan pandangannya kepada Chan, dia kaget mendengar kisah hidup yang menyedihkan Chan karena dia baru mengetahuinya.

Tiwi merasa tersentuh, dia menunjukkan wajah prihatin hingga bibirnya manyun. Tiwi memeluk Luna dari samping sambil memandangi Chan.

"Kasian sekali, Pa. Kita ajak tinggal di sini aja, ya... satu kamar masih kosong."

Arya menatap Chan lagi, pandangan diturunkan oleh Chan untuk menghargai dan menghormati.

"Baiklah. Mulai sekarang kamu bisa tinggal di sini, anggap saja kamu anak angkat kami. Namun... kamu memiliki tugas yang harus kamu jalani selama tinggal di sini, yaitu menjaga Luna. Dia tidak memiliki kakak atau pun adik, hanya saja saat ini Mamanya hamil."

"Hamil? Ma...."

Luna kaget, dia tidak tahu mengenai kehamilan yang ditutupi oleh Tiwi dan Arya. Mereka sengaja menutupinya sampai siap untuk mengatakannya karena mereka takut Luna malu dengan kehamilan dimasa tua itu.

"Kenapa Mama tidak mengatakannya?"

"Maaf. Mama dan Papa takut kamu tidak akan suka."

"Tidak mungkin aku tidak suka, Ma. Ya ampun... kalian ini terlalu berlebihan."

Luna tersenyum.

"Mana Mama tahu kamu ternyata tidak marah. Kamu, sih sering mengurung diri di kamar. Lihat teman-teman kamu pada main kerumah temannya, jalan-jalan, sedangkan kamu di rumah terus."

"Ma...."

"Gak pph. Sekarang ada Chan, kamu ada temannya. Mama tidak khawatir lagi. Sekarang tidur karena kalian akan sekolah besok. Chan, Tante maksudnya Mama bakal cuci baju kamu sekarang biar bersih besok ke sekolahnya."

"Tidak udah Tante."

"Mama. Panggil Mama."

"Iya, Ma. Aku saja yang mencucinya."

"Dia sudah besar, biarkan saja. Sekarang mendingan kita tidur."

Arya masih bersikap dingin untuk melihat kebaikan ataupun keburukan yang tersembunyi dalam diri Chan yang hadir dalam keluarganya.

Chan ke kamar mengambil pakaiannya yang kotor, Luna menunggunya di pintu kamar. Tatapan Chan menunjukkan kepolosan, dia berjalan melewati Luna tetapi langkahnya diberhentikan.

"Tangan!"

"Apa?"

Kalung liontin biru masih berada di tangannya, genggaman tangan erat. Luna mengambil tangan kirinya, dia membelai lembut telapak tangan tersebut.

"Lembut, ini tidak seperti yang aku duga. Telapak tangannya lembut seakan dia tidak pernah menyentuh apapun."

Luna berbicara dalam hati, matanya menyempit menatap Chan yang menelan ludah cemas Luna mengetahui kalung itu berada di tangannya.

"Kakak tidak pernah bekerja keras, ya. Tangan kakak lembut. Jadinya aku ragu kalau kakak bisa mencucinya."

Chan lega, ternyata dia salah sangka. Awalnya dia berpikir Luna mengetahui kalung itu berada di tangannya, tetapi ternyata gadis itu hanya merasakan telapak tangannya.

Luna mengambil sepasang baju tersebut, dia membawanya ke kamar mandi yang ada di dapur. Dia mencucinya menggunakan tangan, lalu mengeringkannya menggunakan mesin cuci.

"Ini tidak akan membutuhkan waktu yang lama. Besok pasti sudah bisa di pakai, aku akan mencucinya nanti."

Luna berjalan masuk ke kamarnya, dia membaringkan tubuh dibayar kasur sambil menarik selimut.

TOK TOK TOK!

Chan mengetuk pintu kamarnya lembut, Luna kesal dan bangun karena dia bisa menebak siapa yang mengetuknya.

"Apa lagi?"

"Terima kasih. Selamat malam."

Chan masuk ke kamarnya, Luna tersenyum maju melihat sikap manis Chan. Dia menutup pintu, kembali mendekati kasur dan terbaring.

Kebiasaan anak introvert saat hening salah satunya kepo, begitulah yang dilakukan oleh Luna. Dia stalking media sosial Liam yang cool bak model studio. Selain itu dia mencari tahu mengenai Naomi.

"Ternyata dia anak kepada sekolah sekaligus pemilik sekolah itu. Pantas saja dia bisa mengancamku. Semoga saja Kak Liam tidak membuka rahasia itu."

Kembali Luna beralih ke beranda media sosial Liam, dia begitu mengagumi pemuda itu hingga membuatnya halu menjadi pacaranya. Namun, dia sendiri yang mematahkan kehaluan itu karena dia tidak merasa pantas untuk Liam. Dia menekan tombol back, tetapi tanpa sengaja dia mengikuti akun media sosialnya.

"Tidak."

Ponselnya mati, ponsel tersebut mati sebelum dia membatal mengikuti. Kecemasan tingkat dewa, dia mencari charger dan mencas ponsel tersebut. Dia berharap Liam tidak akan melihatnya.

"Dia tidak mengikuti siapa pun. Jika dia melihatnya maka aku akan sangat malu. Dia tahu kalau aku stalking akun dia, dia akan tahu kalau aku suka sama dia."

"Ceh!"

Liam melihat notifikasi pengikut baru di akun media sosialnya. Dia menyadari Luna memiliki ketertarikan kepadanya, dia mengklik profil gadis itu dengan menggulir layar melihat beberapa foto Luna.

Meskipun sering di rumah tetapi Luna juga cukup excis di media sosial. Namun, dia tidak populer dan bisa dianggap dia bersedia sosial bukan untuk pamer tapi untuk dirinya sendiri.

"Lebay. Biarkan saja."

Niat membiarkan dia malah tak sebagai menyetujui mengikutinya kembali. Sebelumnya dia tidak mengikuti siapa pun alias nol pengikut tetapi sekarang dia hanya mengikuti Luna.

Komentar para pengagumnya keluar, mereka menyebutnya di foto terkahir yang baru dia upload. Foto dan komentar tidak berkaitan, jadinya akan membuat beberapa orang bingung hingga mereka memeriksa sendiri hal yang membingungkan itu terutama Naomi dan teman-temannya yang sedang nongkrong di salah satu kafe elit.

"Gadis ini. Apa hubungannya dengan Liam."

Sari memanasi.

Ponsel Luna kembali hidup, dia melihat pesan masuk dari Yona. Dia kebingungan ketika melihat pesan yang mempertanyakan hubungannya dan Liam.

"Pengikut."

Luna baru ingat, dia kembali ke media sosial dan melihat akunnya diikuti oleh Liam, dia menjadi satu-satunya orang yang diikuti pemuda populer tersebut.

"Apa!"

Luna kaget.

SEE YOU NEXT CHAPTER....