webnovel

8

Lihua terbangun dengan sakit kepala hebat dikepalanya, perut nya terasa mual luar biasa dan terasa menyakitkan. Tertatih Lihua melangkah kearah kamar mandi untuk memuntahkan seluruh isi perut nya. Dari belakang sebuah tangan mengurut leher dan menyangga rambut nya agar tidak turun dan terkena muntahan nya.

Setelah puas memuntahkan semua isi perut kini tubuh Lihua benar-benar lemas, setelah ini ia berjanji tidak akan menyentuh arak lagi. Betapa bodoh nya Lihua yang melupakan penyakitnya sendiri hingga ia harus menderita lagi.

"Aku benar-benar bodoh." Gumam Lihua memeluk perut nya yang nyeri, ulu hati nya benar-benar ngilu.

Pangeran Zhen yang berada dibelakang Lihua ikut berjongkok, mengeluarkan sapu tangan untuk mengusap bibir Lihua. "Benar. Hanya gadis bodoh yang meminum sepoci arak untuk dirinya sendiri." Katanya setelah selesai membersihkan bibir Lihua, Pangeran Zhen mengangkat tubuh Lihua lalu kembali menidurkan nya diatas ranjang.

"Rasanya terdengarlah lebih sakit mendengar perkataanmu dibandingkan nyeri di perutku." Balas Lihua kesal seharusnya ketika ia sedang sakit seperti ini pria yang katanya adalah tunangan nya bersikap gantle dan merawat nya. tapi karena ini bukanlah novel romantis dan condong ke drama tragedi seharusnya Lihua tidak berharap lebih.

Pangeran Zhen hanya diam, lalu mengangkat tubuh Lihua. Melangkah kearah kamar dan membaringkan tubuh Lihua diatas ranjang. Lihua mencengkram hanfu Pangeran Zhen saat rasa nyeri mendera ulu hati nya. Bagaimana bisa sakit maag nya kambuh pada saat-saat seperti ini?!

Rintihan Lihua membuat Pangeran Zhen khawatir terlihat dari kening pria itu yang menggerenyit halus. "Mau ku panggilkan tabib?" tanya nya. Lihua menatap pangeran Zhen dari celah matanya yang menyipit. Menggeleng. Obat tradisional di tempat ini luar biasa pahit dia bersumpah tidak akan meminum nya kecuali saat sekarat!

"Aku sudah sering seperti ini, jika aku tidur maka sakit nya akan hilang dengan sendirinya." Memang di dunia nyata Lihua seringkali terkena maag karena ia yang amat sangat malas untuk makan, apalagi saat mendapati rumah nya sepi dan hanya ia sendiri disana.

"Kau sering seperti ini? Apa koki istana tidak menyiapkan hidangan untukmu?"

Lihua menggeleng lagi. "Bukan itu, hanya kebanyakan masakan yang mereka berikan padaku adalah ikan. Aku ... Alergi." papar Lihua mengatakan alasan dimana semenjak ia masuk kedalam ceritanya, hampir ia jarang memakan lauk selain nasi dan sup jahe. Mental nya belum cukup kuat untuk memakan menu ekstrem seperti beruang kukus dan teman-teman nya.

"Alergi?" ulang Pangeran Zhen. Seingatnya tunangan nya ini tidak pernah pilih-pilih makanan dan tidak memiliki catatan riwayat penyakit apapun.

"Iya? Kau tidak percaya?" Lihua bertanya balik. "Kau mau aku membuktikan nya?"

"Tidak perlu. Aku akan mengatakan pada juru masakmu untuk mengganti semua menu." Sambil berbicara Zhen pergi meninggalkan nya, berapa lama kemudian pria itu kembali lagi dengan semangkuk sup beraroma aneh. Dengan penuh antisipasi Lihua berusaha mundur ke ujung ranjang tetapi kaki nya malah ditahan oleh zhen. "Kau pilih minum ini dengan patuh, atau aku yang menghampirimu dan memberikan nya dengan caraku?"

Wah, ini adalah kalimat terpanjang yang pernah diucapkan oleh Zhen, Lihua akan bersorak jika kalimat dan situasi nya tidak ambigu seperti ini. beberapa skenario mengerikan berputar di kepala Lihua, dimana Zhen akan mencekik nya untuk membuat nya minum. Dengan tubuh yang bergidik ngeri Lihua memilih untuk meminum sup itu dengan patuh.

Zhen mengambil kembali mangkuk itu dan meletakan nyadi meja terdekat. saat berbalik ia melihat lihua masih menatap nya. "apa?"

"aku punya satu pertanyaan."

"?"

"Jika aku membangkang, maka dengan cara apa kau memaksaku minum?"

Entah karena malas berdebat atau apa, Zhen malah meletakan telapak tangan nya di mata kedua mata Lihua. Lihua berusaha mengelak tetapi ia langsung terdiam ketika mendengar Zhen berkata. "Tidur." kedua mata lihua masih mengerjap bingung tetapi ia lebih memilih untuk menurut, sambil menyamankan posisi tidur nya dan belaian tipis di kening nya Lihua jatuh tertidur.

***

Kedua matanya terbuka setelah sempat terlelap setelah meminum sup jahe yang diberikan oleh Pangeran Zhen. Lihua mengucek matanya berusaha memfokuskan pengelihatan nya pada buntelan yang duduk bersandar pada dipan.

Lihua berusaha menggeser tubuh nya, ia baru tersadar jika ia tidur sambil memeluk tangan Pangeran Zhen erat, pantas saja pria itu sama sekali tidak beranjak dari tempat nya dan ikut tertidur saat menungguinya.

Berusaha bangun Lihua menatap wajah Pangeran Zhen lekat. Dari jarak sedekat ini Lihua menyadari jika wajah Pangeran Zhen memang tampan. Tidak terlihat gurat dingin ataupun sinis dari wajah itu.

Ini adalah wajah yang akan membawa kehancuran jika dibawa ke dunia asalnya. Para wanita akan bertingkah agresif hanya untuk mendapatkan lirikan mata nya. Tidak salah jika dia setampan ini.

Pelan Lihua menyentuh wajah tunangan nya itu. Pada saat itu juga kedua mata Pangeran Zhen terbuka dan sedikit terkejut atas jarak mereka yang terlalu dekat. Apa lagi saat Lihua masih menggunakan hanfu tipis untuk tidur dan terlihat sangat berantakan.

Pangeran Zhen menegakan tubuhnya, menutup tubuh Lihua menggunakan selimut. "Kau sudah sehat?"

"Hm. Ya."

"Kalau begitu aku akan pergi."

Lihua memperhatikan kepergian Pangeran Zhen yang tergesa, sekilas Lihua melihat rona merah di pipi pria itu.

"Apa dia malu?" Lihua bertanya pada dirinya sendiri. "Menggemaskan."

***

Kini Lihua terdampar dikediaman Pangeran Lijuan, merusuh disana saat ia merasa bosan. "Kakak mau kemana?" tanya Lihua saat sang kakak sibuk mengikat tali bagian hanfu terluar nya.

"Aku mau ke kota." sahut Pangeran Lijuan ketika ia melihat binar penuh harap di kedua mata sang adik ia langsung berkata. "Jangan bermimpi untuk ikut, kau masih mabuk."

Lihua mencebik, "Ayolah kak, aku bosan sekali." Lihua ngesot diatas lantai kayu, menarik-narik hanfu pangeran Lijuan. Memelas.

"Kakak~"

Lijuan masih kukuh pada pendirian nya, wajah adiknya masih sangat pucat. Dia tidak akan mengambil resiko untuk membawa adiknya keluar. Ia tidak akan terpengaruh dengan wajah memelas itu.

"Kak, ajak aku ya?"

"Tidak."

"Apa aku pernah bilang kalau aku sayang padamu?"

"Baiklah, kau boleh ikut." Akhirnya Pangeran Lijuan menyerah hanya dengan perkataan Lihua.

Suara pintu yang diketuk disusul dengan kemunculan pangeran Zhen membuat kakak beradik itu menoleh. "Kita bisa pergi sekarang?" tanya Pangeran Zhen tanpa melirik kearah Lihua sama sekali.

"Ya dan sepertinya dia akan ikut dengan kita." Pangeran Lijuan melirik Lihua yang menempeli tangan nya seperti lintah.

"Tapi-" Pangeran Lijuan tahu jika Zhen akan menolak ia langsung memotong dan berkata. "Biarkan saja dia ikut, lalu tinggalkan dia di pasar untuk berkeliling."