webnovel

Nightmare

"Kamu suka dengan rumah baru kita?"

Aku hanya diam seribu bahasa enggan menjawab yang menjadi fokusku kini adalah bangunan tua yang cukup artistik dengan model jaman 90-an.

"Sedikit tua memang tapi ini yang paling murah" terang nya seolah mengetahui apa yang sedang kupikirkan.

Aku mengangguk patuh pada ayahku dan mengedarkan pandang ke sekliling halaman rumah yang cukup luas dengan patung-patung wanita yang cat putih nya telah memudar.

"Bagus, tapi kenapa ada banyak patung dihalaman rumah kita?" tanyaku penasaran dan mendekati salah satu patung yang terlihat sangat mirip dengan manusia, dibawah pijakan patung itu terdapar tulisan kecil 'Monalisa' kuedarkan mataku kesetiap patung dan mereka memiliki nama entah apa maksud dari pembuatnya.

"Ayah juga tidak tahu, pemilik sebelumnya adalah pria muda yang sepertinya tergila-gila patung. Karna tidak mungkin dibawa maka ia memberikan patung-patung itu pada kita" jelas ayah sembari memasukan barang-barang mereka ke dalam rumah hingga terdengar teredam.

"Indah tapi juga mengerikan" ucapku yang memperhatikan detail patung-patung ini terlalu sempurna seperti manusia pada umumnya, namun yang lebih mengerikan adalah seolah mata mereka memandang kearah mu dan mengikuti pergerakanmu dengan tajam.

Aku meraih boneka marionette kesayanganku, masuk kedalam rumah dan naik kelantai atas yang kini menjadi kamarku.

Apa aku sudah memperkenalkan diri? Namaku Elisa gadis berumur 16 tahun. Ayah dan ibuku baru saja bercerai dan ibuku menyerahkan hak asuhku pada ayah karna tidak ingin mengurusku. Ayah memberikan rumah lama kami pada ibu karna itu kami pindah kerumah ini, berniat melupakan semua kenangan dimasa lalu dan hidup tenang bersama.

Aku melirik kearah kaca jendela, dari atas sini aku dapat melihat depan dengan leluasa tapi aku tidak begitu menyenangkan karna aku tidak suka dengan keberadaan patung-patung itu.

...

Pagi-pagi aku terbangun karna mendapat mimpi buruk, di dalam mimpi aku melihat seorang gadis berteriak nyaring padaku agar pergi sejauh mungkin dari rumah ini. Aku menyisir rambutku yang menjuntai hingga pinggul sekilas mataku melirik ke arah jendela salah satu patung itu mirip dengan gadis yang ada di dalam mimpiku.

"Monalisa.." gumamku tanpa sadar.

Krakk...

Suara berderak di belakangku membuatku terbelak melihat dari pantulan kaca boneka Marrionette ku, marry. Bergerak-gerak seolah ada yang memainkan benang nya, ketika marry mulai mendongak aku segara aku berbalik dan berteriak. Membenamkan wajahku diantara lutut gemetar ketakutan.

"El..li..sa..." suara itu terdengar jauh sekaligus dekat disaat bersamaan, ku tutup telingaku rapat-rapat. Hingga akhir-akhir suara-suara itu menghilang membuatku berdebar, perlahan aku mendongak dan melihat marry tepat berada di depan wajahku dengan mulut boneka nya yang menganga lebar.

"Bebaskan aku dari tubuh ini Elisa!"

"Kyaaaa!" lagi-lagi aku menjerit hingga hilang kesadaran.

....

"Elisa.. Bangun nak.." suara itu seakan-akan menarikku dari kegelapan, sepersekian detik kemudian kesadaraan menghantamku telak.

"Ayah tadi marry bergerak dan berbicara!"

"Kau berbicara apa sayang? Ini sudah sangat siang dan kau baru saja bangun. Mungkin kau bermimpi buruk"

Aku mengusap wajahku dan bernafas dalam-dalam melirik kearah marry yang tergeletak diatas meja rias.

"Ayah bukankah tadi marry kuletakan diatas ranjang?" tanyaku heran.

diam sebentar sebelum menjawab pertanyaan ku "ayah yang memindahkan nya agar kau bisa tidur dengan nyaman"

"Ayo sudah waktunya kau sarapan" ayah manarik tanganku pelan keluar dari kamar menuju ruang makan.

Aku menurut mengikuti langkah ayahku, namun saat aku berbalik kedua bola mata biru marry berkedip saat melihatku.

....

Kini Aku mendengar suara ketukan lantai dibawah dapur, awalnya kufikir itu adalah suara tikus tapi suara ketukan itu terus berlanjut hingga berhari-hari kemudian. Aku mencari dimana kira-kira lubang yang mereka ciptakan untuk rumah mereka tapi nihil, yang kutemukan malah pintu yang tidak kusadari sebelumnya karna tertutup karpet.

Mengikuti rasa penasaran aku turun melewati tangga kayu menuju ruangan gelap dibawah hingga sampai disana, kedua tanganku meraba-raba mencari saklar lampu, aku menemukan nya seketika ruangan itu diliputi dengan cahaya terang sampai mataku menyipit mencoba menyesuaikan cahaya yang tiba-tiba masuk kedalam mataku.

Seketika aku terbelak saat melihat ibuku terikat dengan rantai besi yang melilit tubuhnya, dari pinggang kebawah ibuku telah dicor dengan semen.

Ibu balik menatapku panik kedua matanya melotot seakan menyuruhku untuk pergi dari sini. Mulutnya tersumpal dengan kain karna nya ia hanya bisa bergumam padaku.

"I-ibu ke-kenapa bi-sa?!" aku mendekat dan baru sepenuhnya memperhatikan jika sebalah mata ibuku telah berganti dengan bola kaca yang menyerupai mata. Aku menarik lepas kain itu dari mulutnya hingga ibu dapat berbicara padaku.

"Pergi dari sini Elisa! Lari dari ayahmu! Dia gila! Ibu sayang padamu dan tidak ingin kau dilukai olehnya!" teriak ibuku berusaha melepaskan rantai yang menggantung tangan nya keatas namun sia-sia. Sampai akhirnya ibu menangis karna tidak dapat menggapaiku.

"Jangan sakiti putri kita!" teriak ibu pada seseorang dibelakangku. Aku berbalik dan menemukan ayah berdiri sambil tersenyum sayang padaku tapi tatapan nya dingin membuatku ketakutan.

"Bukankah ayah sudah menyuruhmu untuk mengabaikan suara di dapur Elisa?" pertanyaan ayah membuat tubuhku gemetar ketakutan.

"T-tapi ayah, i-ibu...?" aku bertanya dengan suara yang tergagap karna sangking takutnya. Aku merekatkan pelukan ku pada boneka Marrionette ku.

Ayah menyadari jika aku ketakutan dan menatap boneka Marrionette ku dengan lurus.

"Kau sering bilang kan kalau marry suka bergerak sendiri?"

Aku mengangguk perlahan terkadang aku suka melihat bagian tubuh marry bergerak walaupun tidak ada yang memainkan benang nya.

"Itu karna ayah membuatnya dari tulang dan kulit manusia, dari gadis kecil berumur 5 tahun bernama marry" perkataan ayah membuatku memperhatikan kulit boneka ku dan benar kulit marry terasa seperti kulit manusia aku maraih dan mematahkan tangan nya dan benar saja tangan marry terbuat dari tulang manusia. Refleks aku melemparnya ke tembok hingga tubuh marry hancur berantakan.

"Kyaaaa! Apa-apaan ini ayah!" jeritku ketakutan, ingin melarikan diri. Aku berlari melawati Ayah naik keatas saat aku sampai di depan pintu utama, sialnya pintu itu terkunci bahkan jendela pun terpaku dari luar.

"Mancari ini sayang?" ucap ayah yang berada tak jauh dariku menggoyangkan kunci.

Aku naik ke lantai dua dimana kamarku berada, ku banting pintu dengan kuat dan ku kunci dengan rapat.

Brak... Brakk... Brak...

"Elisa buka pintu nya sayang"

Aku berlari kearah balkon meringkuk ketakutan saat pintu terbuka, ayah muncul dengan senyum lebar diwajahnya. Senyum yang terlihat mengerikan.

"Anak nakal kenapa kabur dari ayah?"

"Tidak ayah! Jangan!" jerit ku ketakutan saat ayah mengangkat tubuhku, kedua kakiku tergantung bebas lantai dua terlihat begitu tinggi dari sini, aku menangis terisak memohon pada ayah agar tidak menjatuhkan tubuhku.

"Ayah jangan jatuhkan Elisa! Ayah!!!"

Ayah mendorong tubuhku hingga jatuh, darah yang berasal dari kepalaku mulai menggenang, dapat kurasakan jika kaki dan tanganku patah dalam posisi aneh. Rasanya sakit luar biasa hingga aku ingin mati pada saat itu juga. Sampai akhirnya rasa sakit itu hilang dan tak terasa apapun hanya gelap yang terasa menariku bersamanya.

...

Aku terbangun dengan rasa sakit disekujur tubuhku, dan pada saat aku tersadar aku langsung menangis melihat pantulan diriku dari kaca. Sedang duduk menggunakan gaun boneka tak bisa bergerak ataupun bersuara.

"Boneka cantik ayah sudah bangun rupanya" suara itu membuatku menoleh dari ekor mata.

"Ayah minta maaf padamu. Ayah memberikan mur di setiap anggota tubuhmu tapi dapat ayah pastikan bekas jahitan itu akan hilang seiring waktu"

Dari kaca aku dapat melihat kalau di balik sarung tangan pink ini terdapat beberapa jahitan di tubuhku dari siku, pundak. Ini gila?! Ayah membuat ku benar-benar seperti boneka hidup yang dapat digerakan semaunya.

"Ayah membuat mu seperti ini karna ayah tidak ingin kehilanganmu, ibumu tahu jika ayah memiliki gangguan jiwa karna itu ia bersikeras untuk bercarai dan pergi dengan membawamu serta. Karna itu ayah menyekapnya di bawah rumah ini dan beralasan padamu jika ibu tidak ingin mengurusmu."

"Ayah punya hadiah untukmu" ayah meletakan boneka itu dipangkuanku boneka gadis, aku menjerit didalam hati karna aku tahu boneka itu adalah manusia sama sepertiku.

"Namanya rosse, dia baru pindah bersama keluarga nya seminggu lalu. Balita kecil berumur 3 tahun"

Aku menangis tapi bukan air mata yang kau keluar melainkan darah, ayah mengusap air mata itu hingga terlihat jejak darah yang membuatku terlihat mengerikan.

"Jangan menangis sayang, jika kau kesepian ayah akan memberikan beberapa boneka lagi untukmu"

"Kita akan hidup bahagia selamanya"

End

ini cerita 17+ tahun keatas dibawah itu saya sarankan jangan baca..

quinmelody87creators' thoughts