Tidak lama mobil yang dikendarai Edgar berhenti di depan gedung apartemen mereka. Dia melihat Hanna masih tertidur menggendong perempuan itu dengan perlahan. Dia membawanya menuju unit mereka.
"Ya ampun, aku ternyata tertidur sampai ngiler," gumam Hanna.
Hanna berusaha menyembunyikan wajahnya di tubuh bidang Edgar saat menyadari terdapat noda iler di bahu pria itu.
Saat sudah sampai di unit apartemen mereka, Edgar menurunkan Hanna dengan pelan. Dia melihat mata Hanna yang sedikit terbuka langsung tertawa terbahak-bahak.
"Aku tahu kamu tidak tidur," kata Edgar.
Hanna perlahan membuka matanya. Dia melihat Edgar merangkak ke atas ranjang berusaha menghindar, tapi pria itu keburu menangkapnya.
"Sayang, aku bau iler!" teriak Hanna saat Edgar menggelitikinya.
Edgar justru mengendus seluruh tubuh Hanna. "Kamu sama sekali tidak bau. Aku suka sekali wangi tubuhmu," balas Edgar.
Hanna menatap pria itu. Dia meminta Edgar untuk menginap, tapi ditolak dengan alasan ada urusan.
"Apa kamu tidak bisa menginap malam ini?" tanya Hanna tersenyum kecut.
Edgar membelai pipi Hanna lalu mengecup bibirnya.
"Maaf aku tidak bisa menginap malam ini. Ada urusan penting," jawab Edgar.
Hanna mengantarkan Edgar hingga ke pintu keluar. Dia dikecup bibirnya sebelum pria itu melangkah menjauh.
"Apakah hubungan kami akan seperti ini terus?" gumam Hanna.
Hanna masuk ke dalam unit apartemen mereka. Dia berbaring di atas ranjang sambil menatap langit-langit kamar.
***
Edgar yang berada di perjalanan melihat ponselnya berdering terus langsung mengangkat panggilan itu.
"Pa, aku lagi di jalan pulang," kata Edgar.
"Kamu ini anak tidak tahu diri dan selalu mengambil keputusan sendiri. Kasihan Max yang harus mengambil beban pekerjaan kamu," balas Oscar.
Edgar yang merasa kesal dengan Oscar yang selalu ingin dia bersama pria itu terus saat bekerja mematikan panggilan itu. Dia tidak suka diperintah oleh siapa pun.
"Selalu saja tiap kali aku ingin bersama Hanna pasti ada yang menghalangi," gumam Edgar.
Edgar yang kesal memukul setir berkali-kali hingga tangannya memerah. Dia langsung turun dari mobil begitu sudah sampai rumah.
"Masih ingat rumah?" tanya Agatha yang berdiri di depan pintu.
Edgar hendak berjalan masuk ke dalam rumah, tapi tiba-tiba tamparan kencang melayang ke pipinya.
"Mama ini apa-apaan sih?" tanya Edgar sambil memegangi pipinya.
Oscar dan melihat Agatha ingin menampar Edgar lagi menahan tangan perempuan itu.
"Mama cukup. Papa tidak suka Edgar ditampar," kata Oscar.
"Pa, anakmu ini sangat keterlaluan. Dia memiliki kekasih yang tidak sepadan dengan kita. Bahkan perempuan itu bekerja di klub," balas Agatha.
Edgar melangkah maju lalu menatap mamanya dengan tatapan tajam.
"Mama sudah berani menemui perempuan itu dan menjelekkan aku," kata Edgar.
Oscar langsung menatap tajam Agatha. Dia mencengkram kuat tangan perempuan itu hingga mengeluarkan sedikit darah.
"Apakah benar yang dikatakan Edgar?" tanya Oscar.
"Pa, aku tidak mau kalian menjadikan gadis itu bahan percobaan. Hentikan semua bisnis yang tidak jelas itu," jawab Agatha.
"Agatha, cukup dengan tingkah konyol kamu. Jangan pernah mengurusi hal lain!" teriak Oscar.
"Papa jangan tidur sama Mama kalau gitu. Tidur aja di luar," balas Agatha.
Agatha langsung berlalu tanpa peduli dengan panggilan Oscar. Dia sudah lelah sama tingkah suami dan anaknya yang keterlaluan.
"Edgar, kamu harus segera menyelesaikan rencana itu. Apa jangan-jangan kamu jatuh cinta sama gadis itu?" tanya Oscar dengan tatapan menyelidik.
Edgar hanya diam saja, sedangkan Max memilih pergi dari sana.
"Pikirkan menggunakan otak kecilmu itu tentang hal ini. Papac tidak mau kalau sampai kamu jatuh cinta pada gadis seperti itu," kata Oscar.
Oscar pergi menuju kamarnya. Dia mengetuk-ngetuk pintu kamar hingga terdengar suara Agatha dari dalam.
"Papa tidur di kamar lain. Mama tidak suka sama pria yang tega memiliki rencana busuk!" teriak Agatha.
"Mama jadi wanita sosialita saja, tidak perlu mengurusi bisnis keluarga kita," balas Oscar.
Agatha yang berada di kamar menutup telinganya dengan bantal. Dia sudah lelah dianggap boneka saja di dalam rumah itu dan tidak boleh ikut campur urusan bisnis keluarga.
"Papa akan memblokir semua kartu kredit dan tabungan milik kalau kamu tetap tidak membuka pintu," kata Oscar.
Agatha hanya diam saja sambil menatap ke langit-langit kamar. Dia tidak ingin keluarganya suatu saat hancur hanya karena bisnis tidak jelas itu.
"Baiklah aku pergi," kata Oscar.
Oscar pergi ke ruang kerjanya. Dia tidak bisa istirahat dalam keadaan kalut.
"Aku lebih baik bekerja daripada memikirkan Agatha yang keras kepala," kata Oscar.
***
Edgar yang berada di kamar lain memijat pelipisnya.
"Rencana aku harus berjalan dengan sempurna. Aku tidak boleh merasa bersalah pada Hanna karena dari awal aku sudah tahu bahwa rencana ini akan membuat perempuan itu terluka," kata Edgar.
Edgar melihat layar ponselnya menyala tersenyum kecut saat ada nama Hanna muncul. Dia mengambil ponsel itu lalu menekan tombol berwarna hijau.
"Hallo, Hanna," kata Edgar sambil memejamkan mata.
"Aku mendadak tidak bisa tidur. Kamu sudah sampai rumah?" tanya Hanna.
Edgar meminta Hanna memejamkan mata lalu membayangkan saat mereka sudah menikah dan bermain bersama anak mereka di pantai yang sangat indah.
"Kamu mau punya anak berapa?" tanya Hanna.
"Punya anak empat atau lima deh," jawab Edgar.
"Banyak banget. Memang kamu bisa membiayai sekolah mereka?" tanya Hanna.
Edgar terbahak. Dia mengatakan pada Hanna bahwa dia bisa membiayai anak mereka sampai cucunya juga.
"Kekasihku kaya banget nih," kata Hanna.
"Apa pun akan aku perjuangkan kalau menyangkut kamu. Hanna, kamu adalah anugerah terindah yang pernah aku lihat," balas Edgar.
"Kamu pintar banget merayu. Aku seperti ingin terbang," kata Hanna.
Edgar tersenyum kecil saja. Dia berusaha agar suaranya tidak berubah dan dicurigai Hanna. Hati dia entah mengapa terasa sakit saat mengingat rencana yang akan menghancurkan kehidupan Hanna.
"Edgar, kamu masih di sana?" tanya Hanna.
"Iya aku masih di sini. Kamu jangan terbang, nanti aku susah gapainya," jawab Edgar membuat Hanna tertawa.
"Besok aku mau ke apartemen orang tuaku, palingan malamnya aku langsung pergi kerja," kata Hanna.
"Memang mereka libur?" tanya Edgar.
"Mama dan adikku libur. Papaku kerja, tapi aku berharap besok masih bisa bertemu dia," jawab Hanna.
Edgar meminta Hanna harus kabarin dia terus. Dia mendadak merasa khawatir pada Hanna, apalagi saat mengingat papa dan mamanya tidak menyukai perempuan itu.
"Aku akan selalu memberikan kabar pada kamu. Aku tidak mau kamu khawatir," kata Hanna.
"Aku percaya kamu akan kembali ke apartemen kita setelah bertemu orang tuamu," balas Edgar.
"Edgar, terima kasih sudah mau membantu aku selama ini. Tanpa bantuan kamu pasti aku tidak bisa melakukan apa pun," kata Hanna.
"Jangan berterima kasih terus pada aku," balas Edgar.