webnovel

DISTRIK 25 : Sebuah Mimpi Buruk

VOL.I DISTRIK 25: SEBUAH MIMPI BURUK Ami sangat membenci para elit negara karena perubahan sistem pemerintahan sejak pergantian presiden beserta jajaran yang membuat warga tidak tenang, terlebih dengan adanya rumor mengenai hilangnya anak-anak di bawah umur yang di gunakan sebagai tumbal dari sebuah ritual yang dilakukan oleh para elit negara. Mereka bahkan selalu siap untuk menyakiti ataupun menangkap siapapun yang menentang kebijakan Pemerintah. *** VOL.II DISTRIK 25: DUNIA TANPA KEGELAPAN “Kalian mungkin mengira semua ini disebabkan oleh kegelapan. Tapi apa kalian tahu kalau manusia bahkan dapat menjadi lebih kejam dari kegelapan,” kata seorang pria tua yang berjalan dengan tongkatnya. *** VOL.III DISTRIK 25: SEBUAH MASA LALU Sebuah perjanjian dengan kegelapan di masa lalu membawa dampak sangat besar untuk masa depan. Perjanjian berdarah, perjanjian penuh ritual dan penumbalan. Kekuatan dan kekuasaan, semuanya diberikan oleh kegelapan dengan imbalan darah yang melimpah dan kesengsaraan. *** *** Dengan memberikan dukungan untukku berupa vote dan hadiahnya, teman2 telah menjadi PEMBACA ISTIMEWA juga menjadi SAKSI DARI KISAH DISTRIK 25 ^,^ Love *,*

snaisy_ · Fantasie
Zu wenig Bewertungen
369 Chs

01 Mimpi Buruk

Langit siang kembali menjadi gelap seperti malam, suara riuh gemuruh dari arah Timur terdengar lagi. Suara itu adalah meriam dan genderang yang dinyalakan bersamaan untuk merayakan suatu ritual mengerikan, begitu kabar yang sering ku dengar dari orang-orang yang sering melintasi daerah Timur. Mereka bilang, mereka sering melihat mobil jenis Jeep keluar masuk halaman Gedung Kuning dengan diiringi mobil pengawal kenegaraan.

Mobil-mobil itu rumornya berisi puluhan anak kecil dibawah umur yang di culik dari seluruh penjuru negeri yang nantinya akan dijadikan tumbal ritual misterius yang dilakukan oleh Presiden beserta seluruh jajaran elite negara. Belum ada bukti mengenai hal itu, aku pun awalnya berpikiran kalau para warga hanya membual tentang rumor mengerikan itu tetapi pikiranku mulai terpatahkan dengan adanya kasus hilangnya lima anak kecil secara bersamaan di distrik ku yang sampai kini masih belum diketahui berita mengenai keberadaannya.

Orang tua dari tiga korban penculikan melaporkan kejadian itu kepada pihak Kepolisian dan meminta bantuan tetapi pihak Kepolisian tidak membantu sama sekali, mereka hanya mengatakan kalau mereka akan melakukan pencarian semaksimal mungkin tapi sampai kini sudah lebih dua bulan para orang tua belum mendapatkan kabar apapun mengenai anak-anaknya.

Suasana seperti itu sudah terjadi selama satu tahun terakhir sejak para elite negara menguasai Gedung Kuning dan mengubah sistem pemerintahan yang awalnya Demokrasi menjadi xxxxxxx, sejak itu pula keadaan Negara berubah sepenuhnya. Warga tidak lagi dapat dekat dengan pemerintah, tidak lagi mendapatkan perhatian juga pelayanan yang baik.

Pihak elite memberlakukan sistem levelisasi untuk para warga, jika warga jauh dari kriteria elite maka pemerintah tidak akan memberikan bantuan apapun tetapi jika warga memenuhi syarat untuk menjadi elite maka akan mendapat respon dari pemerintah. Maka para warga sekarang berlomba untuk memperkaya mereka dan menjadikan diri mereka "budak" pemerintah, iya budak karena mereka harus bekerja untuk pemerintah dan memenuhi semua keinginan pemerintah jika tidak maka anggota keluarga akan dijadikan tumbal ritual terutama anak mereka yang masih di bawah umur.

Keluargaku adalah golongan budak pemerintah, karena hanya itulah yang mampu kami lakukan di masa seperti ini. Kedua orang tuaku bukanlah orang berpendidikan, mereka tidak memiliki keahlian lain selain berkebun sayuran dan buah yang selanjutnya dijual kepada pihak elite untuk mendapatkan uang yang tidak seberapa.

Aku memiliki dua saudara, kakakku telah menikah dengan seorang pria yang bekerja sebagai Staff Gedung Kuning sehingga dia memiliki kehidupan yang lebih layak daripada kami, tetapi walau demikian dia tidak dapat membantu perekonomian kami karena ketatnya batasan Levelisasi warga.

Aku adalah seorang pengangguran, sebenarnya aku cukup berpendidikan hanya saja kurang beruntung karena aku tidak memiliki kesempatan untuk bekerja ataupun bergabung di Gedung Kuning karena dulu saat aku ingin mendaftar kedua orang tuaku tidak mengijinkan dengan alasan pekerjaan itu tidak cocok denganku yang berjiwa santai juga malas.

Orang tuaku memilihkan pekerjaan untukku di distrik, yang lokasinya tidak jauh dari rumah. Selain pekerjaannya tidak sesulit pemerintahan, jika aku bekerja di lokasi yang dekat aku pun dapat mengurus adikku yang saat itu masih bersekolah saat itu.

Setelah mengubah sistem pemerintahan, para elite negara juga mengubah perekonomian kami dengan melarang warga menjual hasil panen ke luar negeri dan hanya boleh menjual dengan harga yang murah. Banyak warga yang protes mengenai hal itu karena mereka banyak kehilangan pasar dan pelanggan, tetapi pemerintah mengatakan kalau pemerintah yang akan menjadi pasar dan pelanggan tetap warga.

Memang sempat tidak apa-apa dengan keuangan kami, tetapi semakin hari semakin sedikit penjualan karena banyak warga yang berkebun tetapi sedikit yang membeli. Pihak pemerintah bahkan memutus jaringan internet sehingga banyak warga yang awalnya bekerja di bidang daring mulai merambah dunia perkebunan demi kelangsungan hidup.

Seluruh penjuru negara juga di jaga ketat oleh militer membuat jalur lalu lintas perdagangan tertutup untuk negara luar. Sungguh kebijakan yang menyebalkan.

Di distrik 11 lebih tepatnya di wilayah Barat, ada sekitar sepuluh rumah warga yang telah di bakar habis oleh para elite. Hal itu di karenakan para warga tersebut enggan menuruti perintah Gedung Kuning dan masih melakukan perdagangan ke luar negeri secara diam-diam, mereka juga menjual hasil kebun dengan harga diatas standar yang telah ditetapkan oleh para elit.

Para warga mengatakan, mereka melakukan hal itu karena mereka membutuhkan banyak dana untuk merawat anggota keluarga mereka yang sedang sakit, untuk membiayai anak mereka yang ada di luar negeri, untuk memutar kembali modal usaha, semua alasan itu ditolak oleh elit.

Menurut kabar, selain rumah mereka di bakar, mereka juga di tangkap oleh pihak Kenegaraan untuk diberikan hukuman sementara anak mereka dijadikan tumbal untuk ritual.

Saat suasana yang sangat tidak nyaman seperti sekarang, aku memutuskan untuk berhenti bekerja dan ikut membantu ayah dan ibu di perkebunan. Bahkan, seminggu yang lalu aku mendapat kabar dari seorang teman kalau tempatku bekerja telah tutup karena tidak ada pemasukan sama sekali.

Kantor itu adalah perusahaan percetakan yang selalu membutuhkan jaringan internet. Saat masih awal jaringan internet dihapuskan, mereka masih mampu melakukan percetakan secara luring tetapi kebutuhan orang sudah semakin beralih ke sesuatu yang dapat digunakan untuk berlangsungan hidup mereka sehingga percetakaan spanduk, poster atau apapun itu sudah tidak lagi di butuhkan.

Aku bersyukur, walau tidak seberapa setidaknya ayah dan ibuku masih dapat menghasilkan uang dari pekerjaan mereka. Walaupun sebenarnya aku tidak menyukai aturan pekerjaan dari pihak elit, tetapi berkebun adalah hal paling mudah dilakukan untuk saat ini.

Setiap akhir pekan, kami menyerahkan hasil panen ke para elit yang bertanggung jawab lalu selanjutnya mereka serahkan ke Gedung Kuning. Harga buah dan sayur berkurang hamper setengah harga, memang mereka bilang menjual dengan harga murah akan membantu warga miskin tetapi mereka tidak pernah berpikir kalau kami para petani dan pekebun juga akan menjadi miskin jika pemasukan dan kebutuhan kami tidak sesuai.

Kami juga ditarik pajak yang mereka bilang uangnya akan dibagikan kepada pihak-pihak yang membutuhkan untuk meningkatkan kesejahteraan negeri. Menurutku, itu bohong. Jika mereka ingin mensejahterakan warga, mensejahterakan Negeri, mengapa mereka tidak menyumbangkan harta mereka yang melimpah itu kepada warga? Kepada kami.

Mereka malah terlihat semakin kaya dan hidup mewah setelah memberikan kami kebijakan-kebijakan tidak masuk akal itu.

Aku sangat kesal, aku pernah mengajak orang tuaku untuk tidak menuruti perintah para elit tetapi ayah memarahiku. Beliau bilang, kita hidup bernegara jadi sudah kewajiban bagi warga Negara untuk tunduk dan patuh pada pemerintahan.

Ahh… Aku tidak menyalahkan pemikiran ayah, aku hanya menjadi semakin kesal dengan para elit yang telah benar-benar meracuni pikiran banyak warga juga menyebarkan perasaan 'takut' jika melanggar perintah.

***