Hanya itu hal terakhir yang diingat oleh Monica. Ia meneguk habis minumannya dalam sekali teguk.
Ia menyergit.
Pahit!! Pahit yang sama seperti hidupnya sekarang.
Disentuhnya kepalanya yang mulai terasa berat. Dengan terhuyung-huyung, Monica mencoba berdiri. Dengan bertumpu pada setiap dinding yang ada di dekatnya, Monica menyelusuri jalan yang ada di depannya.
Di salahsatu sisi terdengar kebisingan yang tak biasa.
Berisik sekali? Gumam Monica. Ia mencoba mencari sumber suara.
Ia tahu tidak ada club yang tidak ramai. Tapi kali ini sepertinya ada kerumunaan orang di bagian depan panggung. Monica memicingkan matanya mencoba menangkap pemandangan yang ada didepannya itu.
"Ehm… ada apa di sebelah sana? Kenapa ramai sekali?" tanyanya dalam kondisi mabuk dan mulai melangkah maju dengan terhuyung-huyung ke arah keramaian.
Sayup-sayup terdengar, "Ayo, siapa yang punya bakat nyanyi atau yang punya suara indah silahkan maju ke depan untuk mengisi acara dan menghibur pendengar di sini? Dengan senang hati kami persilahkan waktu dan kesempatannya," seru seseorang MC di atas panggung.
Monica melangkah semakin maju. Semua saling bersorak menyuarakan suara mereka. Terlihat seorang gadis maju ke depan dengan malu-malu lalu meraih mic bersiap untuk bernyanyi.
Monica buru-buru maju dan merampas mic yang dipegang wanita itu lalu mendorongnya ke samping.
Dengan berdiri masih terhuyung-huyung, Monica menepuk pelan mic yang dipegangnya itu dengan beberapa jarinya.
"Tes.. tes 123…" ucapnya di depan mic.
Suaranya langsung bergema ke seluruh ruangan.
Monica berusaha mengembalikan kesadarannya yang masih sangat dipengaruhi alkohol. Walaupun sulit untuk berdiri tegap, ia tetap percaya diri memulai pidatonya.
Monica melemparkan senyum terlebarnya, "Hallow… hello every body?!"
Semua spontan bersorak, "Hallow!!"
Mc terlihat agak panik karena melihat Monica yang sepertinya sudah sangat dipengaruhi oleh alkohol. "Nona sepertinya Anda mabuk berat. Apa Anda baik-baik saja?" tanyanya memastikan keadaan
Monica mengangguk dengan cepat.
"Hem! Tentu saja. Tidak ada seorangpun yang bisa membuatku tidak baik," balas Monica sambil tersenyum senang.
Ya, tak seorangpun termasuk pacar dan sahabatnya itu.
Monica mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya. Dua carik kertas yang sudah disiapkannya sejak lama. Ia meraih mic-nya lalu kembali bersuara.
"Ini adalah dua tiket perjalanan keliling Eropa gratis selama satu bulan penuh," ucapnya perlahan, "Untuk semua pria yang ada di sini... baik itu yang tua ataupun yang muda… aku akan memberikan padanya secara cuma-cuma asalkan dia mau menemaniku malam ini. Apa diantara kalian ada yang berminat?"
Sontak semua menjadi ricuh.
"Apa tiket ke Eropa selama satu bulan? Yang benar saja dia? Apa dia bercanda?"
"Wanita itu pasti mabuk berat,"
"Wah, jelas-jelas wanita ini sangat cantik. Kenapa dia harus menjual dirinya seperti ini?"
"Wah.. wah.. tidak diberi hadiah apapun juga aku bersedia menemaninya,"
"Apa dia serius?"
"Cukup!" teriak Monica untuk meredam kehebohan, "Kalian pikir aku bercanda? Dan kalian kira tiket yang aku pegang ini adalah palsu?"
Monica tertawa dengan keras.
"Kalian semua yang palsu!" teriaknya dalam kondisi sempoyongan. Ia melebarkan tiketnya dan mengulurkannya lebar-lebar ke depan.
"lihat baik-baik! Ini adalah voucher yang asli. Ada cap, tandatangan dan barcode yang resmi. Ini juga bukti kwitansi pembayarannya. Apa kalian masih tidak percaya? Kalian hitung sendiri apa nominal ini cocok dengan biaya kalian ke sana selama sebulan untuk dua orang. Ingat! Dua orang bukan satu orang.. mengerti?!"
Semua langsung riuh dan berebut ingin mengambilnya. Melihat itu Monica tersenyum kecut.
Kalian tidak lebih seperti sekumpulan hama. Hanya karena hadiah yang ditawarkan, kalian saling berebut seperti kehausan. Monica bersikap acuh. Sepertinya kesadarannya sudah semakin menurun.
Lalu diantara keributan itu, muncul seorang pria yang berteriak dengan lantang, "Aku akan membayarmu dua kali lipat dari nilai yang ada di kwitansi itu."
Sontak semua perhatian beralih padanya.
"Apa-apan dia?"
"Apa dia sudah gila?"
"Dua kali lipat? Bukankah Itu artinya 3juta US Dolar?"
Banyak orang saling berbisik. Setengah terperangah. Setengah tak percaya. Dan setengah meragukannya.
Tapi laki-laki itu tak perduli. Dengan percaya diri, ia maju ke depan dan menghampiri Monica.
Monica menatap pria yang berjalan menghampirinya itu dengan mata menyipit.
"Kamu ganteng juga," seru Monica sambil terkekeh di depan pria itu. Pria itu tersenyum.
"Tapi sayang, ternyata kamu bolot ya," seru Monica lagi sambil menunjuk-nunjuk pria itu, "Apa kamu tidak menyimak apa yang kukatakan tadi? Aku bilang bukan kamu yang harusnya membayar. Tapi aku! Ingat aku! Aku yang akan membayar… siapapun yang mau menemaniku malam ini… dengan tiket ini. Apa kau mengerti?!"
Pria itu tak bersuara dan hanya menatap Monica.
Monica yang semakin lemas, tersungkur jatuh ke dalam pelukan pria itu. Dengan sisa kesadarannya, Monica kembali melanjutkan ucapannya. Kali ini dengan perasaan penuh kebencian.
"Aku… benar-benar tidak perduli… pada siapapun, tiket ini akan jatuh. Selama bukan orang itu, aku tidak perduli. Si buruk diantara yang terburuk... aku tidak akan pernah memberikan padanya. Ya.. maka dari itu siapapun tak jadi soal. Kamu… ambilah," bisik Monica pelan sambil tersenyum pahit.
Kesadarannya lalu menghilang.
"Hei!" Pria itu mencoba memanggil dan menyadarkan Monica. Tapi ia tak kunjung mendapat balasan.
Melihat Monica yang sudah ambruk, MC mulai bingung sekaligus panik. Sementara para pria yang lain mulai semakin heboh dan meributkan soal apa yang dikatakan Monica tadi.
Melihat keributan yang berlangsung, Pria 3juta US itu segera menggendong Monica dalam pelukannya.
"Maaf atas keributan yang terjadi. Dia ini pacar saya. Dan karena kondisinya dalam keadaan mabuk berat dan tidak sadarkan diri. Maka tolong abaikan apa saja yang sudah dikatakannya sejak tadi. Permisi," Seru pria itu kemudian. Lalu pergi membawa Monica dari sana.
***
Monica dibopong ke sebuah hotel yang berada tidak jauh dari club tempat mereka tadi berada. Dengan susah payah ia ditarik masuk ke dalam lift menuju ke lantai atas. Bagaimana tidak. Monica terus meronta dan menolak untuk dibawa. Sehingga pria itu terpaksa mengendongnya lalu membawanya ke sana. Dan setelah mereka sudah berada di depan lift, pria itu menurunkan Monica lalu menariknya masuk.
"Ya!!! Kau membawaku kemana?" teriak Monica yang sudah mabuk parah dan merasa kesal karena ada orang yang seenaknya saja menyeretnya pergi tanpa izin. Padahal ia masih ingin berlama-lama dalam club dan menghabiskan minumannya.
Monica mengendap-ngendapkan matanya melihat sekeliling, "Em? Tempat apa ini? Lift?" tanyanya kebingungan. Detik berikutnya ia berteriak, "Keluarkan aku.. aku tidak suka berada di tempat sempit. Tidaak suka!"
Monica beralih ke sisi lain.
"Siapapun… Aku mau keluar.. buka pintunya.. buka!!" teriak Monica sambil menggedor-gedorkan dinding yang di sangkanya adalah sebuah pintu keluar.
***