webnovel

Difraksi Fragmen

Edwin Albern, bocah berusia tujuh tahun dipaksa oleh keluarganya berkeliling dunia hanya untuk melihat sisi gelap dari kehidupan manusia. Dunia yang dia tinggali ternyata lebih busuk dari pada yang dia kira, tempat di mana martabat manusia dan nilai kehidupan tidak dapat ditentukan. Kebahagiaan yang dia lihat selama ini seolah-olah hanya kebohongan yang dipamerkan. Pembunuhan, pembantaian, perbudakan dan kekejaman lainnya telah bocah itu saksikan dengan kedua matanya sendiri. Tidak ada tempat aman! Hak asasi manusia tidak lebih dari catatan yang kapan saja bisa diabaikan. Setiap kota yang dia kunjungi selalu ada manusia yang melakukan kejahatan semudah bernapas. Sejak berusia lima tahun dia sudah mengetahui bahwa keluarganya adalah mafia, mereka tidak lebih dari sekelompok penjahat. Karena Edwin yang kecil dan polos dipenuhi idealisme keadilan membuatnya menjaga jarak dengan keluarganya. Bahkan kematian orang tuanya beberapa bulan setelah dia mengetahui pekerjaan mereka tidak sedikit pun menyentuh hatinya. Tapi pandangan hidupnya berubah setelah upacara pemakaman. Kakaknya, anggota keluarganya yang tersisa menceritakan segala hal tentang keluarganya. Mereka mungkin dikenal sebagai mafia, tapi kenyataannya yang mereka lakukan adalah berbeda. Mereka melakukan pekerjaan demi melindungi tempat mereka. Sepotong kebohongan terungkap, tentang dua orang yang bermain peran bahkan rela menipu putranya sendiri. Setelah perjalanannya selesai, bocah kecil itu membuat keputusan, bahwa sekarang adalah gilirannya bermain peran.

MattLain · Fantasie
Zu wenig Bewertungen
276 Chs

Apa Kita Pernah Bertemu Sebelumnya?

Sekitar setengah jam kemudian.

Edwin masih berada di kelasnya, bersama Glen yang masih setia menemaninya. Edwin duduk di kursinya, sementara Glen berdiri seperti menunggu perintah.

Ada seseorang yang juga yang berdiri di samping Glen. Dia Noemi Rhys, siswa dari tahun kedua.

Dia gadis dengan penampilan rata-rata. Wajahnya lumayan imut, tapi masih kalah jika dibandingkan dengan Aila.

Dia memiliki pandangan yang tajam dan waspada, tipe kaku yang tidak akan mengendurkan penjagaannya. Bahkan saat ini dia sedang berdiri dengan sikap siap khas militer di depan Edwin.

Noemi adalah kakak kelas mereka, atau begitulah seharusnya. Tapi pada kenyataannya Noemi sama seperti Glen, statusnya tidak lebih dari pelayan Edwin.

Noemi telah mendengar tentang Edwin yang mengajukan diri sebagai kandidat perwakilan kelas. Dia ingin bertanya, tapi terlalu takut untuk melakukannya. Jadi dia menahan diri untuk saat ini, lagi pula dia masih bisa bertanya pada Glen nanti.

"Tuan Muda, semua teman kelas Anda sepertinya sudah meninggalkan area akademi. Adakah yang ingin Anda lakukan setelah ini?"

Noemi datang untuk melaporkan bahwa tuannya sudah bisa pulang saat ini.

"... Aku berniat mengunjungi rumah seseorang di dekat sini. Bisakah kamu menghubungi Luke, dan katakan padanya untuk menjemputku di minimarket dekat akademi. Sampaikan juga kalau dia harus membawa beberapa orang bersamanya."

"Baik, Tuan."

Noemi tidak tahu keinginan tuannya dengan mengatakan demikian, tapi tidak masalah, dia hanya harus melakukan perintahnya seperti biasa.

Dia meminta izin dengan hormat untuk keluar kelas dan menghubungi atasannya, Luke Reynders.

"Tuan, bolehkah saya bertanya?"

Glen membuka suara setelah Noemi keluar dari ruang kelas. Dia menampilkan wajah bingung sejak tadi, dan akhirnya memberanikan diri bertanya pada Edwin.

"Apa?"

Edwin mengira dia akan bertanya tentang pencalonannya dalam pemilihan perwakilan kelas.

"Apakah Anda memang perlu menunggu teman sekelas Anda keluar dari ruang kelas terlebih dahulu sebelum Anda bisa pulang? Bukankah itu hanya membuang waktu Anda?"

Edwin menyipitkan matanya, tidak menduga Glen lebih tertarik pada hal itu. Dia bisa saja menjelaskan alasannya, tapi karena merepotkan dia mengurungkan niatnya.

"Tanyakan hal itu pada Rin. Dia yang mengatur kehidupanku di akademi berdasarkan perintah kakakku."

Glen menjawab bahwa dia mengerti dan tidak membahasnya lagi.

Edwin berdiri dari tempat duduknya. Kemudian, dia menepuk bahu Glen.

"Komite Akademi kemungkinan akan meminta konfirmasi tentang masalah tadi, aku minta kau pergi ke ruangan mereka bersama Noemi untuk menjelaskan hal itu. Aku akan pergi ke minimarket sekarang."

Seperti yang diharapkan dari Edwin, dia menyerahkan sesuatu yang merepotkan seperti menjelaskan masalah tadi pada Glen. Kemudian dia berjalan keluar dari kelasnya.

"Saya mengerti." Glen meletakkan tangan kanannya di dada, lalu membungkuk ke arah Edwin dengan sopan.

***

Edwin sampai di minimarket yang berjarak beberapa ratus meter dari gerbang akademi. Berjalan dari kelasnya ke tempat itu membuatnya sedikit berkeringat. Apalagi saat ini adalah pertengahan musim panas.

Dia ingin sekali masuk ke minimarket dan berteduh di dalam sambil menunggu Luke datang. Tapi dia tidak tahu apa yang harus dia beli jika harus masuk ke sana. Perutnya sudah kenyang setelah memakan bekal makan siang Glen.

Memikirkan tentang itu, Edwin teringat kalau dia masih punya kue yang diberikan nenek pemilik toko kue di Distrik Perbelanjaan. Pagi ini, saat berangkat ke akademi dia diberikan kue itu olehnya.

Karena dia tidak sanggup memakan apa pun lagi, dia berniat memberikannya pada orang lain. Tapi dia lupa untuk memberikan kue itu pada Glen atau Noemi ketika dia bertemu mereka beberapa saat lalu.

Edwin mengeluarkan kotak kue dari tasnya. Dia memeriksa isinya, untungnya kue itu masih dalam keadaan baik-baik saja. Pada saat itu-

Tiga perempuan keluar dari minimarket, itu adalah Aila dan dua temannya. Tampaknya mereka membeli minuman di minimarket karena masing-masing dari mereka sedang memegangnya.

Aila berhenti tepat setelah keluar dari pintu minimarket, dia menangkap kehadiran Edwin dalam jarak pandangnya.

Edwin juga melihat Aila berdiri tidak jauh darinya. Ini pertama kalinya dia melihat Aila secara keseluruhan. Mengatakan bahwa dia cantik memang tidak berlebihan, seperti yang dikatakan Glen.

Gaya rambut high ponytailnya yang diikat dengan pita berwarna biru sangat cocok untuknya, bahkan memberi kesan bahwa pita dan warna rambutnya adalah perpaduan yang memiliki pesona menyihir.

Dia berpakaian rapi, bahkan dia memakai dasinya dengan benar. Dasi itu memiliki warna yang sama dengan pita di rambutnya. Dia juga mengenakan kacamata, yang membuat tingkat keimutannya bertambah berkali-kali lipat.

Dia tidak tinggi, tapi dia memiliki lekukan feminin di sudut-sudut penting yang menonjolkan pesonanya. Dan tubuhnya yang tampak rapuh, membuat orang lain ingin sekali melindunginya.

Dua teman Aila memandang heran ke arahnya yang tiba-tiba berhenti. Kemudian mereka mengikuti ke arah mana tatapan Aila terkunci, mereka dapat melihat Edwin berdiri di sana.

"Ah, anak yang tadi tiba-tiba muncul!! Ada apa ini ... eh, mungkinkah ... Stalker?"

Salah seorang teman Aila langsung memanggil Edwin dengan panggilan yang terdengar aneh. Dia adalah gadis berambut pendek dengan kesan maskulin.

"Hah!?"

Edwin merespons dengan memasang wajah yang seolah merasa keberatan dengan panggilan itu.

"Hei, itu tidak sopan Clara."

Teman Aila yang lain, gadis dengan pembawaan elegan dan anggun menegur sikap liar temannya.

"Ehehe. Maaf, maaf."

"... Tidak masalah." Edwin memberi balasan singkat.

Gadis anggun memperhatikan Aila yang sejak tadi terdiam tampak memikirkan sesuatu. Dia kemudian mengubah fokus pandangannya pada Edwin, lalu tersenyum lembut.

"Selamat siang. Edwin, benar? Namaku Bella, suatu kehormatan bertemu denganmu."

Bella mengangkat sedikit ujung roknya dengan kedua tangannya, memperkenalkan diri dengan sikap sopan seperti kebanyakan putri bangsawan memperkenalkan diri mereka secara formal.

Gerakannya indah, sepertinya dia memiliki pengetahuan yang cukup tentang bagaimana etiket seorang bangsawan.

Edwin sedikit terkejut, dia tidak menyangka akan bertemu dengan putri bangsawan yang tiba-tiba memperkenalkan dirinya dengan cara seperti itu. Meski begitu, Edwin masih bisa mempertahankan ekspresi wajahnya.

"Ya, aku Edwin. Senang berkenalan denganmu juga."

"Sekarang giliranku. Aku Clara Mathys. Semoga kita bisa akrab, yah."

Clara memperkenalkan dirinya dengan nada ceria.

Kemudian, setelah perkenalan mereka selesai, mereka berbicara sebentar.

Aila menghampiri mereka setelah satu atau dua menit. Sepertinya dia sudah mendapatkan kembali pikirannya. Tapi, karena dia tidak mendengarkan pembicaraan mereka sebelumnya, dia saat ini masih terdiam, tidak tahu harus berkata apa untuk ikut dalam pembicaraan.

Bella memperhatikan kehadiran Aila, sehingga dia masuk sebagai penengah.

"Edwin mungkin sudah mengenal tentang temanku yang satu ini. Dia Aila Witchell, tolong untuk berteman baik juga dengannya." Bella melihat ke arah Edwin dan Aila secara bergantian.

"Ah, terima kasih atas perkenalannya, Bella."

Pada titik ini, Aila sadar bahwa seharusnya dia adalah orang yang bertanggung jawab memperkenalkan temannya.

Terlepas dari status sosial, Bella dan Clara bukan penduduk Wilayah Torch karena mereka berasal dari negara lain. Jadi, sebagai Pribumi dan Putri dari salah satu Great Noble, sudah tugasnya memperlakukan mereka sebagai tamu dalam beberapa kesempatan.

Termasuk saat berkenalan dengan orang lain, Aila adalah orang yang seharusnya memperkenalkan dirinya terlebih dahulu, lalu memperkenalkan yang lain setelahnya. Itu adalah aturan tidak tertulis tentang cara bergaul para bangsawan.

Tapi Bella berinisiatif mengambil peran itu dengan senang hati setelah memahami kondisi Aila yang melamun dan tidak mungkin memulai percakapan, untuk itu Aila berterima kasih kepadanya.

Bella membalasnya dengan tersenyum lembut.

Edwin memperhatikan mereka, dia tentunya menyadari hal itu juga.

(Melihat ini membuatku berpikir kalau gaya hidup bangsawan sungguh melelahkan.)

Dengan melihatnya saja Edwin bisa mengetahui kalau tata cara hidup bangsawan begitu merepotkan, dan dia bersyukur keluarganya tidak menerapkan aturan agar dia wajib bersikap seperti itu.

"Sekali lagi, izinkan aku memperkenalkan diri. Aku Aila Witchell, Putri Ketiga dari Keluarga Witchell. Mohon maafkan atas ketidaksopananku tadi. Aku sedang berusaha mengingat sesuatu, karena aku merasa kalau kita mungkin pernah bertemu di suatu tempat. Aku akhirnya ingat kalau aku pernah melihatmu saat hari upacara masuk akademi."

"Benarkah, Aila?"

Clara adalah yang lebih dulu menanggapi kata-kata Aila. Tapi dia langsung mendapatkan tatapan tajam dari Bella, seolah memarahinya karena mencoba masuk dalam kesempatan saat Aila memperkenalkan dirinya kepada Edwin.

"Aku Edwin. Maaf, sepertinya aku tidak ingat kalau kita pernah bertemu."

"Kamu tidak perlu meminta maaf, karena saat itu kita memang tidak bertemu secara langsung. Aku hanya melihatmu berbicara dengan ayahku setelah upacara masuk akademi selesai."

Setelah Aila menyebutkan itu, Edwin secara kasar bisa mengingat kejadian hari itu. Tidak mungkin dia akan lupa pada hari ketika dia berbicara dengan Kepala Keluarga Witchell.

Dia bisa saja memberi tahunya, bahwa saat itu dia memang berbicara dengan ayahnya, tapi karena dia merasa topik itu akan terus berkembang, dia mengurungkan niatnya.

"Mungkin ada yang seperti itu terjadi. Kalau tidak salah ada satu atau dua orang yang bertanya di mana letak kelas anak mereka, jadi aku hanya membantu mengarahkan mereka."

Pada upacara pembukaan akademi, beberapa orang tua siswa diundang untuk hadir. Jadi tidak mengherankan jika ada kejadian seperti itu. Tapi−

***