webnovel

CHAPTER 6 - Pasca Operasi Micro-chip

Sudut Pandang Eireen

Suara roda menggelinding cukup lama dan akhirnya berhenti.

Tidur tenangku seketika menghilang karena suara mengganggu itu. Kugerakkan jari-jemariku. Namun rasa lemas mengakibatkan jari-jemariku berat untuk digerakkan lebih leluasa. Tak hanya itu, kedua mataku juga sedikit sulit dibuka sehingga hanya setengah disusul dengan pandangan kabur. Efek obat bius yang kuat masih menyertaiku. Namun di samping itu, indera penciumanku terasa lebih pekak dari sebelumnya. Mungkin karena bau kimia di sekitarku.

Aku berpikir keras atas kehadiranku di suatu tempat berbau kimia ini, tapi pusing seketika muncul dan ingin meledak.

"Kau sudah sadar," ucap seorang wanita muda dengan suara lemah lembut, sosoknya putih dengan sekitar ruangan yang bernuansa putih dan cahaya mentari yang setiap hari memancarkan aura kebahagiaan. Tidak jelas karena pandangan kabur ini.

"Di—di mana aku?" tanyaku lemas. Sedikit demi sedikit kedua mataku terbuka lebar dan pandangan kabur ini berangsur-angsur pulih.

"Oh, kau sedang di ruang rawat inap setelah operasi penanaman micro-chip," jawab wanita itu.

Penampilannya yang menyerupai perawat membuatku bingung.

"Apa aku di... rumah sakit?"

"Tidak, kau berada di ruang rawat inap khusus. Aku di sini hanya membantu orang-orang yang terluka atau sejenisnya," jawabnya. "Kau masih berada di markas."

"Aku kira aku tidak di markas," ucapku.

Wanita itu tersenyum ramah.

Akan tetapi, senyumannya tidak wajar. Tidak seperti manusia.

Aku menatapnya dengan tajam, memerhatikan gerak-geriknya yang sedang mengganti obat infus di sampingku. Ia justru tidak menyadari bahwa aku sedari tadi memerhatikannya.

"Benar-benar Ini mah bukan orang," batinku.

"LAH TERUS SIAPA?!!"

Tiba-tiba tatapan wanita itu beralih padaku.

Aku langsung menoleh ke arah lain seolah-olah tidak ada apa-apa.

"YA TUHAN DIA MENATAPKU!" batinku bergejolak.

"Ada yang bisa kubantu?" tanyanya senyum sedari tadi.

"B—bisakah kau bantu aku duduk?" tanyaku.

"Tentu, dengan senang hati," jawabnya.

Ia langsung membantuku bangkit dengan sekuat tenaga. Ia memosisikan bantal putih memanjang di sisi dinding tempat tidur. Wanita berambut konde pirang kemerahan ini memiliki tenaga yang berbeda dari tenaga manusia lainnya.

"Makasih," ucapku kepada wanita tersebut setelah ia membantuku terduduk beralaskan bantal putih panjang di punggungku.

"Sama-sama," katanya tersenyum. "Omong-omong apakah ada efek di kepalamu seperti pusing atau mual?"

"Uhm, tidak sama sekali. Aku baik-baik saja," jawabku. Dengan iseng aku menyentuh kepalaku, tanpa kusadari ternyata kepalaku diperban.

"Kau berbeda dari yang lainnya. Biasanya apabila setelah operasi di bagian otak, dalam masa pemulihan, maka masih merasakan pusing atau mual. Tapi kau tidak," jelasnya.

"Oh, ya?" Kedua mataku membulat.

Wanita berpakaian perawat ini mengangguk. "Dan kau tertidur selama 1 bulan," ucapnya.

Kedua mataku membulat. Secara spontan, tubuhku condong ke depan ke arah wanita itu.

"Bagaimana nasib latihanku?! Gimana yang lain??" tanyaku panik.

Wanita itu tetap tersenyum. Lalu berkata, "Kau punya masa izin khusus sampai kau tersadar,"

"Mengenai yang lain, yang lain hanya tertidur mencapai 2 minggu lamanya."

"Tapi itu tidak akan membuat kau tertinggal materi. Kau bisa mengajukan materi susulan ke pelatihmu," lanjutnya.

Aku menghela napas. "Aku bahkan tidak tahu pelatihku siapa."

"Kau bisa memintanya kepada Pelatih Jane," kata wanita itu.

"Pelatih Jane?" Seketika diriku terbingung sambil mengernyitkan alis. "Maksudmu Mrs. Jane?"

"Iya, tapi cara memanggilnya adalah dengan sebutan 'Pelatih' di belakangnya," jawab wanita berpakaian perawat itu.

"Aih, wanita modis itu... menyeramkan!" batinku merasa seram.

"Oh gitu, ada yang lain yang kau tahu?" tanyaku.

"Di sini terdapat lima pelatih hebat," kata wanita perawat berlagak robot itu. "Kurekomendasikan Pelatih Theo."

"Pelatih Theo?" Kedua mataku membulat bingung. "Bisakah kau deskripsikan bagaiamana Pelatih Theo?"

"Pelatih Theo baik, pintar, suka bercanda...," jelas wanita itu. Ia masih menjelaskan sikap pria bernama Pelatih Theo lebih rinci yang positif.

"Maaf aku sela, kau tahu dimana kantornya atau di mana keberadaannya?" tanyaku.

"Kantornya berada di lantai 8, kau bisa menggunakan elevator di sisi utara gedung karena itu akan langsung ke ruang kerjanya. Atau kau bisa menghampirinya di taman lantai dasar di sisi barat gedung. Dia selalu di sana sekitar pagi pukul 09.00 di akhir pekan," jelasnya.

"Hari apa sekarang?"

"Hari ini adalah hari Jumat," jawabnya.

"Syukurlah!"

Lampu harapan bercahaya terang.

"Baiklah, aku akan menghampirinya besok," kataku. "Terima kasih banyak!"

"Sama-sama," ucapnya masih tersenyum.

"Karena kau sudah lebih baik, akan aku lepaskan perban di kepalamu. Kuyakin lukanya jaitannya sudah kering," katanya.

Wanita itu pun mendekatiku dan melepaskan lilitan perban putih di kepalaku satu persatu. Setelah dililitan terakhir, terpampang nyata jahitan yang rapi dan tidak ada lagi goresan darah di sana.

Balutan perban yang telah menemaniku tertidur selama sebulan itu pun dibuang di tempat sampah khusus di bawah kereta dorong besi tempat ia mengantarkan makan siang kepadaku.

Waktu memang sudah pukul 13.45.

"Meski kau sudah terasa lebih baik, kau harus banyak istirahat seharian ini sebelum kau akan mengganti materi besok," jelasnya.

"Baiklah, terima kasih atas bantuanmu," ucapku.

"Sama-sama," ucapnya. Ia menarik meja dari dalam pegangan besi di pinggir tempat tidur ini.

Muncullah meja baja beralaskan halus dan dingin. Diletakkannya sepaket makanan dan minuman, yakni sepiring nasi goreng dengan telur mata sapi setengah matang dan segelas kaca air mineral yang tertutup oleh plastik masing-masingnya. Lalu tersedia sepasang sendok dan garpu besi bersih yang masih berlapiskan plastik agar tetap higenis serta dua lembar tisu cukup tebal dan terlipat membentuk persegi panjang.

"Selamat menikmati makan siangnya. Apabila kau butuh bantuan, kau bisa menekan tombol merah di sini untuk memanggilku," lanjutnya dengan jari telunjuknya mengarah ke sebuah tombol merah di dinding di belakangku.

Aku pun mengangguk tanda 'iya'. Semoga aku akan tetap ingat letak dan fungsi tombol itu.

Wanita berpakaian perawat itu mulai menarik kereta besi kembali menuju pintu keluar.

"Kau mau kemana?" tanyaku. Langkahnya pun terhenti dan berbalik badan ke arahku. "Dan uhm namamu boleh aku tahu agar aku bisa memanggilmu lebih enak?"

"Ah iya, aku lupa mengenalkan diriku. Aku adalah Ivona Code-08. Aku adalah robot yang bertugas membantu para pemain yang terluka," jawabnya sambil tersenyum ramah.

"Robot? Huh, aku memang baru keluar dari goa!" batinku sambil menatap Ivona dari bawah ke atas.

"Sudah kuduga dia bukan manusia."

"Mungkin ini pertama kalinya kau melihat sosok robot. Tapi percayalah aku tidak seseram apa yang kau bayangkan," lanjutnya seolah-olah mengetahui isi hatiku.

Seketika ketika diriku minum air mineral dan tersedak mendengar pernyataan lanjutannya. Tiba-tiba Ivona menghampiriku yang sedang terbatuk-batuk dengan ekspresi wajah panik.

"Apa kau baik-baik saja?" tanyanya khawatir.

"E—I—ya, aku baik-baik saja. Tadi tersedak air mineral," jawabku disusul dengan batuk yang semakin mereda.

Ternyata bisa berubah ekspresi juga, ya. Kirain senyum terus.

"Terima kasih," ucapku.

"Sama-sama. Aku senang bahwa kau tidak apa-apa," ucapnya.

Lalu berbalik badan menghampiri kereta besi yang menunggu di dekat pintu keluar. Ia menoleh ke arahku sejenak dan tersenyum. "Aku hampir lupa memberitahumu, karena microchip sudah terpasang di otakmu, kau harus berjaga-jaga atas jejakmu. Lebih baik kau banyak beraktivitas di pagi hingga siang. Sekitar menjelang malam adalah waktu yang berbahaya untukmu beraktivitas sebab merupakan waktu istirahat."

"Aku akan keluar untuk mengurus pekerjaanku yang lainnya. Besok pagi kau sudah bisa beraktivitas lebih."

"Baiklah, Ivona," ucapku.

Wujudnya pun menghilang dari balik pintu geser.

Kini tersisa diriku sendiri di ruangan luas yang berbau kimia yang semakin lama hidungku sudah lebih menyesuaikan dan terasa sebal. Aku langsung melepaskan tiap plastik khusus yang membungkus makanan dan gelas minuman dan kubulatkan hingga mengecil. Lalu diletakkan di pinggir meja baja ini.

Seketika bau terkalahkan dengan aroma nasi ditambah telur mata sapi setengah matang yang lezat. Namun sebelum itu diriku meneguk air mineral untuk menyegarkan tenggorokanku yang kering. Setelah itu, aku memulai suapan pertama.

Ketika suapan pertama ini masuk ke dalam mulutku, seketika sensasi pedas, manis, dan asin karena kecap saling menyatu menjadi satu kesatuan kombinasi yang cocok.

"Enak banget!"

Karena terlalu enak, diriku pun pelan-pelan memakannya.

Tiba-tiba pikiranku nyasar ke perkataan Ivona beberapa menit lalu.

"Kurekomendasikan Pelatih Theo ...."

"Kantornya berada di lantai 8, kau bisa menggunakan elevator di sisi utara gedung karena itu akan langsung ke ruang kerjanya. Atau kau bisa menghampirinya di taman lantai dasar di sisi barat gedung. Dia selalu di sana sekitar pagi pukul 09.00 di akhir pekan,"

"Pelatih Theo, ...," gumamku sambil menyantap makan siang di hadapanku. Tatapanku seketika mengarah ke depan dan beralih ke jendela yang menampilkan tirai transparan dan langit yang berawan.

Suara alam yang riang tidak terdengar, terkalahkan dengan suara kedap dari ruangan ini.

Seketika momen tidak mengenakkan pada saat sekolah dasar menyelimuti sejenak. Menemui sosok pelatih membuatku takut sama halnya ketika menemui sosok guru saat diriku masih berada di sekolah dasar yang pada akhirnya mendapatkan perlakuan yang tidak mengenakkan.

"Bisakah aku melewati ini?"

"Demi masa depanku... masa depan keluargaku?"

Tatapanku tetap mengarah pada jendela sambil menunggu jawaban dari dalam lubuk hatiku yang terdalam.

"Lebih baik mencoba daripada tidak sama sekali. Aku yakin Pelatih Theo berbeda dari yang pernah kutemui sebelumnya, " batinku.

"Kau pasti bisa, Eireen! Ingat, pukul 09.00 pagi besok!"

Tersisa 20 jam menuju pukul 09.00 esok hari.

Halo, terima kasih ya sudah membaca cerita aku. Kalian sangat memotivasi aku untuk terus menulis lebih baik ^_^

Jangan lupa tambahkan ke library jika kalian suka yaa!

Have a nice day y'all!

angelia_ritacreators' thoughts