Hari itu sekolah sedang libur. Hari yang sangat tidak aku sukai karena di setiap di setiap hari itu tidak akan ada Aldi di dalamnya. selain itu, di setiap hari itu aku juga harus mengikuti privat yang bunda pilihkan untukku, privat biola. Kata bunda,
" Untuk menjadi orang hebat kita harus memiliki banyak talenta di setiap bidang dan salah satunya adalah musik."
sekalipun aku adalah orang biasa tapi mimpiku terbang sangat jauh di angkasa. Aku akan menjadikan diriku yang biasa ini menjadi luar biasa suatu saat nanti.
Setiap hari aku hanya tinggal bersama Bunda dan Bibi Sutri. Sedangkan Ayah, Ayah berada di singapura untuk bisnisnya yang akan selesai dalam beberapa bulan lagi.
Sekilas tentang keluarga kecilku. Bundaku bernama Lia Renata dan Ayahku bernama Aditia. Ayah bekerja sebagai seorang Arsitek dan beberapa bulan terakhir dia sedang mengerjakan proyeknya yang berada di singapura. Dia sudah berada di sana sejak aku masuk SMA. Sedangkan Bunda, Bunda bekerja sebagai Dokter di rumah sakit yang ada di tengah kota Jakarta.
Jadi, dari sisi Finansial hidupku termasuk sangat berkecukupan. Tapi, meski begitu Bunda selalu mengingatkanku untuk menabung dan hidup sederhana.
Termotivasi dari ke dua orang tuaku, aku memiliki cita-cita untuk menjadi seorang Diplomat. Salah satu alasanku ingin menjadi seorang Diplomat adalah supaya aku bisa menjadi seperti Ayah yang bekerja di luar Negri sekaligus menjadi seperti Bunda yang bisa menolong banyak orang.
Kembali pada hari yang membosankan.
Sore itu setelah privat, Bunda menghubungiku jika Bunda ada jadwal operasi mendadak di RS. Jadi, bunda memintaku untuk pulang menggunakan angkutan umum atau taksi. Tapi, saat aku sedang menunggu salah satu dari transportasi penghemat budget itu, Arya datang dengan menggunakan mobil miliknya sendiri.
Arya memang ana orang kaya, Ayahnya adalah teman bisnis sekaligus teman masa kecil Ayahku. Kalau gak salah, Ayah Arya adalah pemilik perusahaan mebel termasyhur kala itu. sedangkan Mama Arya, dia bekerja sebagai seorang designer di sebuah perusahaan Entertainment. Sesekali Mama Arya menitipkan beberapa baju hasil karyanya pada Arya untuk di berikan padaku.
Aku dan Arya memang sangat dekat. Mungkin karena Ayahku dan Ayahnya adalah teman akrab dan selain itu karena aku dan Arya sudah saling mengenal sejak kami masih kecil.
Sekalipun Arya adalah anak orang kaya namun dia tidak pernah menggunakan uangnya untuk memanjakan dirinya sendiri. justru dari uang itu dia mulai merintis usahanya sendiri.
"Adena? Lagi nungguin Bunda?" tanya Arya setelah keluar dari mobil.
"Enggak, aku lagi nunggu taksi. Bunda ada jadwal operasi mendadak jadi gak bisa jemput," jawabku sambil membenarkan Tas Biolaku.
"Oh..., kebetulan banget, Aku mau ke butiknya Mama, Mau bareng? Kan gak jauh-jauh amat dari rumahmu. Gimana? Mau gak?" tanya Arya dengan sangat antusias.
"Hemmmm, ya dah deh! Tapi, jangan bawa aku ke butik ya...."
"Loh..., kenapa Adena?"
"Nanti pasti Mama ngasih baju lagi ke aku, padahal baju-baju yang kemaren belum di pakai."
"Ooh gitu, gak usah di pikirin kalau itu. masalah itu biar aku yang urus, gimana?"
"ya udah deh! Ayo!"
Pada Akhirnya aku pulang bersama dengan Arya. Tapi, di tengah-tengah perjalanan kami mobil milik Arya berhenti secara tiba-tiba.
"Aku periksa dulu ya," ucap Arya padaku.
Aku menganggukkan kepala baru setelah itu Arya keluar untuk memeriksa mesin mobil. Tak lama kemudian hujan turun dengan derasnya. Arya buru-buru masuk ke dalam mobil dengan sebagian tubuhnya yang sudah basah karena air hujan.
"Duh..., kayaknya kita harus nunggu sampai mobil dereknya datang," ucap Arya merasa bersalah.
"Oooh gitu. Jadi cuman harus nunggu kan?"
Lalu aku mengambil handset dari dalam tasku. Kemudian memasangkannya di ke dua telingaku. Aku menyetel lagu-lagu yang di nyanyikan atau lebih tepatnya di cover oleh Aldi. Setiap kali mendengarkan lagu-lagunya aku merasa tenang dan nyaman.
Tiba-tiba Arya mendekatimu dan mengambil salah satu hadsetku dan ikut mendengarkan lagu yang di nyanyikan Aldi itu.
"masih seneng dengerin lagu-lagu yang di nyanyiin sama Aldi?" tanya Arya sambil menatap ke dua mataku.
"Iya..., aku masih suka dengerin lagu-lagu yang di nyanyiin Aldi dan aku akan selalu seneng untuk dengerin lagu-lagu yang dia nyanyikan, kenapa?"
"Apa emang udah gak ada ruang lagi buat yang lain?" tanya Arya dengan ragu-ragu.
"Hemm, udah gak ada sih. Karena aku terlanjur memberikan semua ruang dalam hatiku hanya untuk Aldi seorang," jawabku dengan sangat tanpa ada keraguan.
"Apa benar-benar tidak bisa?" tanya Arya lagi.
Aku mulai kebingungan dengan arah obrolan kami itu. akhirnya aku memutuskan untuk bertanya,
"Maksudmu? Arya..., kita udah temenan dari kecil dan kamu tahu sendiri kalau aku sudah terlanjur menyukai sesuatu maka aku akan selalu menyukainya. Aku gak tahu, kenapa kamu menanyakan hal seperti itu, tapi..., Arya..., aku gak bisa jika harus mencintai selain Aldi."
Arya menatapku sambil tersenyum. Lalu dia memegang ke dua pipiku dan berkata,
"Adena..., aku tidak memintamu untuk tidak mencintai Aldi. Aku hanya bertanya apa tidak ada ruang lagi untuk nama yang lain? Dan aku tahu jawabannya, bahwa butuh perjuangan untuk menjadi seperti Aldi yang bisa merebut semua ruang di dalam hatimu itu. Adena..., aku sudah lama mengenalmu. Kita sudah bersama sejak taman kanak-kana, sekolah dasar, SMP bahkan kita satu SMA. Aku pikir kita akan baik-baik saja selama itu sebagai seorang anak dari dua laki-laki yang besahabat. Tapi, sejak kita berada di SMP, aku mulai meraskan hal yang berbeda. Aku merasa..., perasaan itu mulai tumbuh pada diriku. Aku sudah memutuskan untuk mengungkapkan perasaanku saat acara perpisahan sekolah. Tapi..., ternyata di waktu itu kamu justru berkata bahwa kamu suka dengan Aldi. Meskipun kamu hanya sekedar tahu Aldi hanya dari Go tube tapi kamu selalu mengatakan kalau kamu mencintai Aldi. Sampai-sampai kamu merengek memintaku untuk membujuk Bunda menyekolahkanmu di tempat yang sama dengan Aldi. Aku mana bisa menolak permintaanmu, sekalipun pada Akhirnya aku menjadi semakin jauh untuk mengatakan perasaan ini...."
"Adena..., aku tidak akan memaksamu. Karena cinta bukanlah ketamakan. Tapi, izinkanlah aku untuk tetap memperjuangkanmu..., meski aku tahu itu akan menjadi sangat menyakitkan tapi..., sudah enam tahun aku memandangmu sebagai Adena bukannya anak perempuan dari teman lama Ayahku. Aku kini berbicara padamu sebagai Arya dan kamu sebagai Adena. Bukannya dua anak yang berteman karena ayah mereka bersahabat."