17 Juni, 2023
Kota Sidoarjo
[][][][][][][][][][]
Bergantinya musim telah menghadirkan banyaknya memori baru yang terukir dalam hidupku. Kini memori-memori yang telah terukir itu, menjadi ribuan kata yang Aku rangkai menjadi kalimat dalam buku ini. Dari dia yang telah hadir dalam hidupku.
Berawal dari kisah yang tergambarkan melalui kata, kemudian dirangkai menjadi kalimat, dan berakhir menjadi sebuah karya.
Menciptakan karya tulis dari sebuah kisah memang terlihat mudah ketika dibayangkan, berbeda saat dilakukan. Hal yang mudah dalam bayangan itu, akan berubah menjadi hal tersulit saat dilakukan.
Bergantinya musim telah menemaniku merangkai kata demi kata dalam cerita ini. Aku ingin sekali mengucapkan terimakasih kepada banyaknya musim yang terus berganti seiring berjalannya waktu karena telah menemaniku.
Sebelum kenangan indah dengannya hadir, Aku pernah memiliki sebuah khayalan semata tentang hadirnya seorang wanita yang dapat merubah kisah hidupku menjadi sebuah cerita.
Kini khayalan semataku itu benar-benar telah terwujud, dan saat ini Aku telah membawa segala kenangan yang telah terjadi pada musim hujan kala itu.
Saat mengetik cerita ini, Aku teringat kembali akan kenangan indah denganmu. Di depan sungai kecil itu, diriku yang sangat pengecut ini berusaha untuk memberanikan diri duduk disampingmu.
Pemandangan itu, semua yang kulihat waktu itu seperti sebuah kisah indah yang tak pernah terbayangkan sebelumnya olehku. Suatu keajaiban atau tidak, kami dipertemukan kembali di masa putih abu.
Dia telah berhasil membuka hatiku, dia telah berhasil merubah warna hidupku. Dia telah menghadirkan senyuman yang telah lama pudar dari wajahku.
Dia menunjukkan tentang bagaimana rasanya jatuh cinta yang sebenarnya. Tentang bagaimana merasakan rindu yang tiada hentinya disetiap malam hari.
Sekarang Aku berpendapat sama dengan mereka tentang kota Yogyakarta. Kota yang menyisakan sejuta rindu dan candu. Kota dengan segala kenangan bersama orang yang istimewa.
Percayalah, tanpa kehadiranmu dalam masa putih abu, novel dengan judul "Desember Bersamamu" tak akan pernah ada. Semua kebahagiaan yang telah kamu hadirkan, Aku tuliskan semua dalam buku ini.
•••
Juli, 2022
[][][][][][][][]
[ Harapan apa yang ingin sekali Aku wujudkan di Semester Genap ini ? ]
Cuaca langit di bulan Juli itu sangat cerah, hembusan angin bergema menyelimuti suasana kelas pagi ini. Terdengar suara bel sekolah telah berbunyi, menandakan jam pembelajaran akan segera dimulai.
Semua murid telah duduk di bangku mereka masing-masing. Terlihat, mereka semua sedang merapikan barang-barang di atas meja mereka.
Hari ini adalah hari pertamaku sekolah memasuki Semester Genap. Aku seorang remaja laki-laki yang sedang duduk di bangku SMA. Seorang remaja dengan tekadnya yang selalu mencari harapan dan berusaha untuk mewujudkannya.
Harapan memang dapat diwujudkan oleh diri kita sendiri. Ketahuilah, harapan tak hanya dapat diwujudkan melalui diri kita sendiri, harapan juga dapat diwujudkan melalui seseorang.
Semasa SMP ada banyak sekali gosip yang beredar tentangku: "Dia sering sekali keluar masuk BK.. Emang senakal apa si?!"
Sebenarnya Aku tidak peduli jika di masa SMA ini, Aku akan jadi bahan gosip lagi, toh hanya Aku sendirilah yang mengerti semua hal tentang diriku ini. Aku hanya ingin menjadi diriku sendiri.
Mereka memiliki hak untuk menilai setiap orang. Termasuk diriku. Entah bagaimana cara mereka menilai diriku ini, entah baik atau buruk penilaian mereka, semua itu tetaplah hak mereka.
Aku ingin bercerita sedikit, di masa SMA ini banyak sekali dari teman-temanku yang sudah berpacaran. Setiap Aku pergi ke kantin maupun saat pulang sekolah, Aku selalu melihat mereka dengan pacar mereka. Aku merasa mereka selalu merusak pemandanganku.
[ Bagaimana rasanya memiliki seseorang yang menjadi penyemangat kita saat di sekolah ? ]
Aku sendiri seseorang yang selalu menghindari kontak mata dengan orang lain, terutama dengan perempuan. Entah mengapa, Aku tidak begitu nyaman melakukan kontak mata dengan perempuan.
Aku yakin, itu membuatku dipandang seperti orang yang sombong. Padahal itu tidaklah benar. Aku menghindari setiap kontak mata dengan mereka, karena Aku orangnya sangat pemalu.
Lucunya, hati kecilku ini berkata: "Suatu saat nanti pasti akan ada seseorang yang dapat membuat hari-hari ku menjadi kisah yang menarik!"
Dalam Semester Genap ini, Aku memiliki sebuah rencana untuk diriku ini. Rencana untuk menghabiskan waktuku dengan bertekad mencari kesibukan remaja di satu-satunya SMA Negeri daerah Waru, Sidoarjo.
Tekadku itu tak hanya alasan belaka. Aku lelah menjadi langganan BK di sekolah. Tujuanku untuk mencari kesibukan itu, karena bagiku saat ini adalah kesempatan yang terakhir kalinya untukku. Membuka zona baru di masa terakhir putih abu ini.
Aku sendiri seseorang yang sangat pendiam waktu di kelas. Berbeda dengan teman-teman satu kelasku yang sangat mudah bergaul. Aku merasa, sifat pendiamku hanya berlaku saat di kelas saja. Mungkin saja, Aku tidak begitu cocok dengan suasana kelas.
Teman-teman yang biasa berkumpul denganku justru berbeda jurusan denganku. Banyak dari mereka yang jurusannya IPS. Entah kebetulan atau bukan, Aku dan mereka memiliki kebiasaan yang sama.
Aku bahkan tidak tahu betul bagaimana caranya Aku bisa mengenal mereka. Selain Pak satpam yang hafal kami, guru-guru juga sangat hafal dengan kami. Terutama guru BK tercinta kami.
Tidak aneh sih, datang terlambat pulang paling cepat. Itulah kesamaanku dengan mereka. Bedanya, mereka memiliki pacar dan Aku tidak.
Bergantinya siang ke sore hari, Aku sedang melamun sendiri di kamarku. Aku bergumam dalam hatiku: "Total tugas kelompok berapa? Perasaan Kemarin udah habis, sekarang tambah banyak lagi pula.."
Aku merasa hampir setiap tugas kelompok akan segera terselesaikan, selalu muncul tugas kelompok baru satu persatu. Aku merasa tugas tiada hentinya datang menghantui kehidupanku.
Kali ini ada tugas kelompok baru, tugas kelompok mata pelajaran Bahasa Indonesia. Aku satu kelompok dengan Rena, Fahira, Ines, Ammar, dan Davyn. "Buset dah! Anak rajin semua!" Batinku.
Kali ini, Aku harus selalu hadir saat kerja kelompok. Setidaknya Aku harus bisa untuk terlihat sedikit profesional, untuk menjadi seseorang yang pendiam dan terpaaksa terlihat sedikit rajin.
Siang itu bel pulang sekolah pun terdengar. Aku segera mengemasi barang-barangku yang berantakan di meja. Sangat banyak sekali, saking banyaknya Aku sangat kerepotan merapikannya. Ada pulpen satu biji dan buku tulis tIga biji saja, yang ujung-ujungnya Aku tinggal di kolong meja kelas.
Kerja kelompok mata pelajaran Bahasa Indonesia akan dilakukan dirumah Rena. Pulang sekolah ini, kami sudah sepakat untuk berkumpul disana.
Kemarin malam, Aku dan Ammar sudah janjian untuk ke rumah Rena berjalan kaki. Sebenarnya memang jaraknya tak begitu jauh dari sekolah. Tapi rasa malas saja yang menghalangiku.
Entah mengapa, Aku selalu merasakan perasaan yang aneh setiap kali satu kelompok dengan Rena. Sekedar melihat dirinya waktu di kelas saja, sudah berhasil membuatku meras canggung.
Rena adalah teman satu SD ku waktu itu. Dia orang yang sangat rajin, mandiri, dan terlihat begitu pendiam. Di bangku SD, Aku selalu melihatnya begitu pendiam saat di kelas. Bisa dibilang Rena salah satu anak yang disiplin dan ambis di kelasku.
"Sam, kamu cari saran sama kesimpulannya ya.. Nanti kalau sudah kirim di grup kelompok Bahasa Indonesia" Kata Rena. "Gampang!" Jawabku.
Sore itu sepulang sekolah, Aku menghabiskan waktuku tidak untuk berkumpul dengan teman-teman, melainkan untuk kerja kelompok.
Saat sibuk merangkai kalimat, Aku mencoba untuk lebih mengenal mereka. Aku memperhatikan bagaimana tingkah mereka satu persatu.
"Fahira yang tingkahnya tak karuan… Ines yang ketawanya mengesalkan… Ammar yang pintar merangkai kata…. Davyn yang pintar lelucon… Kalau Rena…."
Tiba-tiba saja, perhatianku berhenti di Rena. Rambut panjang lurusnya yang tak berubah dari dulu membuatku terus memperhatikannya.
"Rena kalau tertawa lucu ya…." Batinku. Tanpa Aku sadari, Aku terus memperhatikannya saat tersenyum dan tertawa. Mendengar Rena tertawa membuatku tenang seketika.
"Lah.. Ngapain Aku terus memperhatikannya…" Ucapku dalam hati sambil menggelengkan kepala. Bisa dibilang, ini adalah pertama kalinya Aku memperhatikan Rena lebih lama dari biasanya.
Aku menyadari bahwa Rena orangnya sangat ramah dan begitu ceria. "Ternyata Rena penuh dengan senyuman… Berbeda sekali saat di rumah.. Lucu juga suara tawanya, senyumannya juga manis.."
Setibanya di rumah, Aku pergi ke kamarku yang berada di lantai atas. Badanku ambruk di kasur, Aku melihat langit-langit atap kamar sambil menggenggam erat handphone di tanganku.
"Seberapa lama Aku memperhatikan Rena tadi…" Ucapku sambil menggelengkan kepala. "Kenapa Aku merasa senang seperti ini sepulang dari rumahnya?"
"Apa mungkin Aku harus bertanya di Google?"
Suara ketikan keyboard dari handphone ku berbunyi begitu cepat. "Apa itu jatuh cinta? Bagaimana rasanya jatuh cinta? Apakah tanda-tanda orang telah jatuh hati? Apa bedanya jatuh cinta dan jatuh hati?"
Sepulang dari kerja kelompok dirumahnya, Aku merasa telah diserang habis-habisan oleh kekonyolan ku dalam diriku sendiri. Informasi apa yang sebenarnya ingin sekali Aku ketahui?
Tak lama rintik hujan perlahan turun, rintik hujan itu seketika menjadi deras sekali. Namun, terlihat garis-garis cahaya terpancar indah dari celah-celah awan putih diatas langit.
Aku membuka aplikasi musik di handphoneku, terlihat lagu "Tak Ingin Usai" yang sedang trending belakangan ini. Itu adalah lagu yang baru rilis, salah satu karya milik Keisya Levronka.
"Oh iya, Aku ingat sekali lagu ini dia putar saat tadi kerja kelompok dirumahnya…."
Aku merasa dia adalah tipikal wanita yang suka dengan lagu galau, mungkin. Dia juga wanita yang sangat disiplin, saking disiplinnya sampai-sampai dia sangat teliti dalam banyak hal. Semua itu terlihat saat kerja kelompok dirumahnya tadi.
Sebenarnya, ini bukan pertama kali Aku kerja kelompok dirumahnya. Hanya saja, ini pertama kalinya Aku memberanikan diri untuk lebih memperhatikannya.
Aku selalu bergumam: "Cinta jelas sangat seram sekali" Di lain sisi, wajahku merah mengingat tawanya. Hal itu terlihat jelas sekali seperti kebetulan yang aneh.
Faktanya, Rena adalah teman satu SD ku. Kami bahkan pernah di satu kelas yang sama. Tapi, kami sama sekali tidaklah dekat. "Perasaan apa yang sebenarnya Aku rasakan ini?" Ucapku.
Setelah Aku mendengar suara hujan yang mulai mereda, Aku pergi ke balkon rumah. Aku mengintip dari atas balkon rumah, terlihat langit sudah kembali cerah perlahan seperti semula.
Suara hujan yang deras kini sudah tidak terdengar lagi. Aku spontan menutup buku novel untuk beristirahat, sembari mendengarkan lagu di handphoneku. Aku memaksakan untuk tidur sambil tersenyum-senyum sendiri mengingat tawanya.
Aku terbangun dari tidurku, terlihat jendela kamarku sudah terang. Aku serentak menoleh ke arah jarum jam. "Kira-kira telat gak ya?" Pertanyaan yang sering Aku ucapkan saat bangun pagi di hari sekolah. Lucu rasanya, jarak rumahku dekat sekali dengan sekolah. Tapi Aku selalu telat saat berangkat ke sekolah.
Terkadang Aku iri dengan mereka yang rumahnya terbilang cukup jauh dari sekolah. Bisa-bisanya mereka datang dengan tepat waktu.
Sebenarnya Aku malu jika memikirkan hal seperti itu. Jujur saja, Aku ingin seperti mereka. Tapi untuk mewujudkan hal itu, benar-benar harus ada komitmen yang harus Aku pegang.
Komitmen tak semudah dilakukan begitu saja, memegang suatu komitmen saja sulit, apalagi melakukannya. Mungkin saja, itu alasan yang membuatku selalu berpikir bahwa Aku tidak akan sanggup. Aku sendiri tidak begitu paham bagaimana menjaga suatu komitmen yang dibuat.
Setibanya di kelas, Aku mengambil pulpen dari tasku. Buku yang berantakan di atas meja, sama sekali tidak terlihat begitu sempurna dan estetik. Tapi bagaimana lagi, itulah kondisi di atas mejaku.
Aku ingin sekali mejaku terlihat sangat rapi, tetap saja Aku malas merapikannya. Bagaimana lagi, namanya juga meja tempur bangku belakang.
Sesuai apa yang guru tuliskan di papan tulis, Aku mencatat nya dengan lengkap. Aku menuliskan semua materi yang dijelaskan oleh guru di buku catatan ku.
"Meskipun bolong-bolong catatannya…."
Tak lama dari itu, suara tawa yang indah terdengar dari arah kiri kelas. Aku menoleh ke arah suara indah tawa itu terdengar di dalam kelas. Menurutmu, siapa lagi kalau bukan dia, Rena.
Teman satu SD ku yang kemarin membuatku merasakan hal yang sangat aneh. Sampai-sampai Aku harus mencari di Internet seperti apa jawaban dari banyaknya pertanyaan konyol dalam diriku.
Entah mengapa jam pelajaran terasa lama sekali, apalagi hari ini ada jadwal jam mata pelajaran Fisika dan jam mata pelajaran Matematika.
"Apakah Aku harus memandangi nya terus?" Batinku. Seolah-olah Rena telah membawaku ke sebuah pemandangan yang indah.
Di mataku, wanita itu terlihat berbeda dengan lainnya. Aku tak mudah untuk berhenti memandangi Rena begitu saja. Semakin lama Aku memandangi nya, Aku semakin merasa gugup.
Aku tersadar dari lamunanku. "Tidak pantas Aku memandangi nya terus-menerus. Bagiku dia memiliki begitu banyak rahasia, sama sekali tidak bisa ditebak"
Saat Aku masih memandangnya, dia melirik ke arahku. Entah melirik ku atau hanya melirik sekeliling ku. Hal itu membuatku panik seketika.
Dengan raut wajah yang memerah, Aku bergumam: "Tadi dia sadar tidak ya? Semoga saja dia tidak menyadarinya"
Walaupun satu SD dengannya, Aku sama sekali belum pernah mendengar ketawanya. Saat duduk di bangku SMA inilah pertama kalinya Aku mendengar tawanya.
Aku memang tau jika Rena pandai dalam setiap mata pelajaran, terutama pandai dalam bernyanyi. Mungkin saja, itulah yang membuat tawanya bernada indah.
Begitu selesai melirik ke arah ku, dia lanjut berbincang dengan teman sebangku nya. Tatapannya begitu lurus. Aneh sekali, padahal hanya sekedar tatapan matanya saja bisa membuat ku salah tingkah dalam sekejap.
Aku benar-benar berharap semoga saja dia tidak menyadarinya. Menyadari bahwa Aku telah memandangi nya selama lima menit penuh.
Hari-hari berikutnya telah diberitahukan bahwa akan diadakan kegiatan lomba untuk memperingati 17 Agustus di sekolah. Diberitahukan juga, untuk satu kelas memakai dress code yang sama.
Kelas ku sepakat untuk menggunakan pakaian yang sama, dengan atasan biru dongker dan bawahan training hitam sebagai dress code kelas.
Panas terik matahari di siang itu menyambar seisi ruangan kelas. Siang itu juga, diriku benar-benar penuh dengan pertanyaan yang tidak bisa diutarakan.
Sepertinya Aku sedang terperangkap dalam ruangan. Lucunya, seolah-olah Aku berada di dalam jeruji besi. Padahal, saat ini Aku sedang terperangkap dalam tatapannya yang berwarna.
Tatapannya begitu istimewa bagiku, banyak hal yang ingin Aku pertanyakan setiap kali menatap matanya. Banyak perasaan yang sulit untuk dijelaskan saat menatap matanya dari kejauhan.
Aku merasa Rena adalah satu-satunya wanita yang dapat membuatku terjebak dalam banyaknya pertanyaan dalam benakku. Padahal, Rena sendiri tidak melakukan apa-apa kepadaku.
"Apa mungkin, Aku sedang jatuh hati dengannya?"
Seketika keraguan muncul perlahan-lahan dalam diriku. "Apa benar, Aku telah jatuh hati dengan Rena?"
Disamping keraguan dalam diriku itu, Aku hanya bisa berharap kegiatan lomba yang akan diadakan di sekolah berjalan dengan lancar. Semoga Aku tidak bosan dengan suasana di sekolah. Bagaimana tidak bosan, Aku saja tidak memiliki penyemangat yang ada dalam diriku di sekolah.
Anehnya, Aku masih yakin penuh akan kehadiran seseorang yang akan membawaku menikmati suasana indah dalam masa putih abu ini. Setidaknya Aku bisa merasakan apa yang teman-teman ku rasakan.
Setiap Aku dan teman-teman ku nongkrong di malam hari, Aku selalu mendengar mereka dengan semangat yang membara saling bertukar cerita tentang penyemangat mereka di kelas masing-masing.
A: "Buset, sekarang pada rajin nih! gatau bolos nih sekarang?", B: "Sudah waktunya boss!!", C: "Lebih tepatnya sudah punya pawang!!"
Aku hanya bisa mendengar setiap cerita mereka dengan raut wajah yang terlihat kasihan. Aku tidak mudah untuk jatuh hati kepada seorang wanita.
"Tapi, mengapa kali ini sangat berbeda? Mengapa diri ini dibuat jatuh hati begitu mudahnya oleh Rena?"
Jika seseorang dibalik harapanku adalah Rena, menunggu adalah jawaban yang akan Aku pilih. Entah nantinya benar-benar akan terwujud atau bahkan tidak akan terwujud, menunggu tetaplah menjadi pilihanku. Walaupun, menunggu itu adalah hal yang sangat melelahkan sekaligus merepotkan.
Hari ini, dengan segala keraguan dalam diriku ini, Aku telah memutuskan untuk membuka lembaran baru. Lembaran yang akan menutup kisah masa putih abu ini. Mulai besok, Aku akan memulainya. Aku akan mulai untuk beraksi mendekatinya.
"Menunggu memang sangat merepotkan, tapi berbeda jika menunggu dirimu. Aku siap untuk direpotkan"
~Sammy Raffael