webnovel

1. Keluarga

Tak perlu membedah burung tersebut untuk mencari tahu cara dia mati. Alice melihatnya dengan mata kepala sendiri bagaimana hewan kecil itu terbang ke arah tiang beberapa saat lalu. Badannya yang lemas jatuh di atas tanah dan tengkoraknya yang remuk berderik di bawah jemari Alice saat dia mengangkatnya.

Pada sayatan pertama, darah segar mengalir melewati bulu hitamnya menuju jari-jari Alice. Masih terasa hangat. Alice kemudian membersihkan darah tersebut. Bukan karena dia gampang mual, tapi karena dia ingin melihat lebih dalam, menuju organ-organ kecil yang tersembunyi dibalik tulang belulang rapuh itu. Percobaan sebelumnya memberikan Alice pelajaran kalau dia harus melembutkan sentuhannya. Salah sedikit saja, tubuh rapuh itu akan hancur dan menyembunyikan semua rahasia yang terkubur di dalamnya.

Suara ketukan pintu yang tiba-tiba membuat Alice sedikit terlonjak. Kesal dengan gangguan tersebut, Alice membungkus burung itu dengan kain san menyembunyikannya di peti terdekat, tidak peduli dengan darah yang mungkin mengalir menuju barang-barangnya. Bau amis darah lebih baik daripada ketahuan.

Setelah mencuci tangan, Alice membuka pintu dengan celah sekecil mungkin, agar mereka tidak menemukan bukti yang mungkin lupa disembunyikan olehnya. Tetapi, itu ternyata hanya Arka, adik tak sedarah Alice.

"Nenek memanggil. Sudah waktunya makan malam." Katanya.

"Terimakasih." Jawab Alice dan Arka pun segera pergi. Alice memeriksa pakaiannya untuk mencari noda yang tertinggal, berhenti sejenak untuk membersihkan sisa-sisa darah dari bawah kuku jemarinya, lalu segera berjalan menyusuri lorong menuju meja makan.

Keluarga Laveau adalah keluarga yang cukup unik. Selain karena Marie yang merupakan seorang Medium, Anak-anaknya juga tidak ada yang sedarah. Marie menemukan mereka di akhir perjalanannya mengelilingi Middle Earth. Setelah bertemu dengan Arka, Marie memilih untuk menetap dan menjadi seorang Dukun di desa Fukuyama.

Dia bekerja tanpa upah, menyembuhkan warga desa dari penyakit-penyakit yang tidak bisa disembuhkan oleh para dokter umum, seperti kanker.

Anak pertama di keluarga Laveau adalah Benkei (20). Marie menemukan Benkei saat dia masih berusia 8 tahun, tertidur di tengah-tengah reruntuhan kuil Hindu. Benkei sekarang bekerja sebagai tukang kayu. Namun bila malam hari tiba, dia akan menjadi seorang pemimpin di dalam kelompok pemburu iblis tidak terdaftar milik desa, bernama Cahaya Malam. Menjadi yang terkuat di antara mereka hanya karena ukuran tubuhnya yang luar biasa besar.

Anak kedua dalam keluarga Laveau adalah Alice (19). Marie bertemu dengan Alice saat keluarganya itu dibantai oleh sesosok iblis. Pemandangan yang sungguh mengerikan, bahkan bagi orang-orang dewasa. Sekarang dia bekerja sebagai seorang guru, sebuah pekerjaan yang jauh dari iblis.

Berbeda dengan kakak-kakaknya, Jovin (17), anak ketiga dalam keluarga Laveau, orang paling mematikan di dalam rumah, ditemukan oleh Marie saat dia dikelilingi oleh mayat-mayat iblis. Walau pada saat itu dia baru berusia 10 tahun, Jovin sangat handal dalam membunuh, dia membantai belasan iblis hanya dengan menggunakan pisau dapur. Kini dia bekerja di bawah Benkei, menjadi tangan kanan yang sangat dipercaya olehnya.

Lalu anak terakhir di dalam keluarga Laveau, adalah seorang pemuda bernama Arka Sadewa (16). Tidak pernah dijelaskan bagaimana dia bisa ditemukan, tetapi Marie selalu protektif padanya. Arka tidak diperbolehkan menjadi seorang pemburu, membuatnya terpaksa menjadi seorang petani di lahan orang.

Keluarga Laveau jarang bertemu. Mereka hanya berkumpul pada jam makan malam. Maka dari itu, pertemuan mereka yang singkat ini akan selalu menjadi sesuatu hal yang sangat penting di keluarga Laveau.

Benkei menoleh ke arah Alice, bersamaan dengan Marie yang tiba-tiba merasakan esensi energi jiwa negatif di dalam tubuh Alice.

"Alice, kau..."

Darah hitam menetes dari hidung Alice. Dia kemudian terjatuh, membuat semua orang yang ada di atas meja makan terpatung.

***

Dua minggu yang lalu, Alice telah dikutuk oleh seorang dukun. Burung yang waktu itu dia bawa pulang ternyata sebuah malapetaka bagi dirinya. Sebuah media kutukan. Dan kami, tiga putra dari keluarga Laveau, sedang mencari cara untuk menyembuhkannya. Mengikuti arahan dari si dukun gila, berharap apa yang dikatakannya benar-benar bisa dipercaya.

Awalnya, Nenek ingin melakukan misi ini seorang diri. Dengan kekuatan dan pengalaman yang dipupuk selama ratusan tahun, seharusnya misi ini bisa diselesaikan dalam waktu singkat. Namun, Dukun misterius itu mengutuk Alice dengan kutukan tingkat tinggi yang mengharuskan Nenek untuk membasuh tubuh Alice secara konstan dengan teknik sihir penyembuhan tingkat 3 demi menjaganya tetap hidup.

Kami sudah berjalan terlalu jauh dari desa untuk mundur sekarang. Kami harus pulang dengan barang antik yang bisa menyelamatkan Alice dari kutukannya. Sebuah pedang iblis, bernama Onimaru Yasutsuna.

Tidak ada detail tentang pedang itu, sang dukun hanya memberikan sebuah peta yang dapat membantu kami sampai kesana.

Pertanyaan ini terus terulang dibenakku.

'Kenapa dia tidak melakukannya seorang diri?'

Mimpi buruk yang selalu muncul digelapnya malam pun membuatku gelisah. Tapi, kedua saudaraku tidak boleh mengetahui soal ini, atau mereka juga akan khawatir.

"Kak Jovin, sudah waktunya kita bergerak." Ucap Arka.

Aku memasukkan katana-ku kedalam selongsong lalu menoleh ke arah Arka dengan tatapan sayu.

Dia tidak seharusnya disini. Jika dia tidak bisa berkembang dengan pesat, dia hanya akan menjadi beban berat bagi punggung kami.

Aku tidak membencinya. Aku mengerti alasan Nenek menyuruh kami untuk membawanya. Dia memiliki kekuatan terpendam. Tapi menurutku, mau seberapa kuat kekuatan yang kau miliki, jika kau tidak bisa menggunakannya, kekuatan itu hanya akan menjadi sia-sia.

Arka tidak bisa menggunakan kekuatan itu, lebih tepatnya tidak mengetahui bahwa kekuatan itu ada pada dirinya.

Selama perjalanan menuju tempat Benkei, kami sama sekali tidak bercakap pada satu sama lain. Memang selalu begitu, bahkan pertarungan tidak menjadi pengecualian. Aku hanya mengandalkan diriku sendiri dan juga Benkei. Aku tidak pernah peduli pada apa yang Arka akan lakukan untuk membantu kami, karena aku tidak pernah menaruh harapan padanya.

"Menurut peta, kita hanya perlu memasuki hutan itu. Kuilnya ada di dalam." Ucap Benkei sambil membaca peta dengan seksama.

Aku mengikuti arah pandangnya dan menemukan hutan Kakuyama, hutan luas yang dipenuhi oleh iblis. Mungkin kuil yang disebutkan oleh Benkei lah yang memancing para iblis untuk berkumpul disitu.

"Berjalan sesuai formasi. Kita akan mulai masuk kesana secara perlahan."

Benkei adalah seorang pemburu iblis yang berfokus pada kekuatan dan kekompakkan. Fisiknya tidak bisa dibandingkan dengan manusia biasa. Dia mampu mengayunkan tombak penghancur bukit dengan mudah disaat seisi desa bahkan tidak bisa mengangkatnya. Kegigihan, pengalaman, dan kekuatan mentalnya, adalah hal-hal tambahan yang kusukai darinya. Kalau dia sudah terdaftar sebagai pemburu iblis legal, aku yakin tingkatnya akan tinggi.

Formasi yang tadi di maksud adalah formasi yang sudah lama kami latih selama dua minggu ini. Dimana aku akan berdiri di kanan, Arka di tengah, dan Benkei di kiri. Kami akan berjalan dengan formasi seperti ini sampai kami tiba di tempat tujuan. Mungkin formasi ini terkesan sangat rentan dari serangan depan atau belakang. Namun, Benkei sudah terlatih untuk langsung maju kedepan atau belakang dan menjadikan dirinya tameng saat pergerakan mencurigakan muncul, aku pun akan menyusul Benkei untuk menebas lawan. Lalu Arka? Dia akan melompat ke belakang untuk bersiap memberikan serangan lanjutan, yang biasanya tidak pernah diperlukan karena tebasan dariku sudah cukup untuk membunuh para iblis.

Suara gemersak singkat dari semak-semak membuat kami segera merubah formasi. Saat Benkei sudah berdiri dihadapanku, kami mulai menerima serangan dari iblis yang memiliki tangan panjang. Benkei dengan mudah membelah tangan-tangan itu dengan Tombaknya, namun ternyata, tangan itu tidak hanya ada dua, mereka banyak sekali. Tangan-tangan itu muncul dari banyak arah, dan sang pemilik tangan masih belum dapat ditemukan.

"Arka! Jovin! Formasi B!" Seru Benkei.

Arka bertukar tempat denganku. Aku pun langsung memotong tangan-tangan iblis yang hendak menarik baju Arka. Formasi B adalah formasi yang melindungi Arka.

"Kita tidak bisa terus bertahan!" Ucapku, sambil terus menebas. "Kita harus mencari sumbernya!"

Benkei dan Aku segera mengaktifkan deteksi energi jiwa. Kami langsung menemukan energi jiwa negatif yang sangat besar dari bawah tanah.

'Bagaimana caranya kita kebawah sana?'

Aku melirik Arka, lalu melemparnya ke arah tangan-tangan itu. Benkei menatapku dengan tatapan tidak percaya, lalu melihat Arka yang sedang ditarik pergi.

"Ikuti Arka!"

Aku dan Benkei langsung berlari secepat mungkin hanya untuk menemukan sebuah sumur tua di ujung pengejaran. Walaupun kepungan tangan iblis sudah cukup mereda, kami tetap masuk ke dalam sumur tua itu untuk menyelamatkan Arka.

Terlambat untuk kami sadari, bahwa di dasar sumur tidak ada air. Aku pun langsung menancapkan pedang ke dinding sumur untuk menciptakan gaya gesek, begitu juga dengan Benkei. Kami tidak sepenuhnya berhenti, namun kami berhasil meminimalisir kecepatan jatuh.

"Jovin, kau tidak apa?"

Aku mengangguk, lalu melihat ke sekitar. Terdapat ribuan tangan terpajang di dinding sumur, air kotor yang menggenang, dan iblis berwujud laba-laba berkepala bayi yang sedang melahap Arka.

Nasib kami bertiga akan ditentukan oleh kecepatan dan kekuatan dari lemparan tombak Benkei. Itu yang kukatakan pada diri sendiri. Namun jika dilihat dari segimanapun, Benkei sudah terlambat melempar.

Arka sudah terlahap dan ribuan tangan yang tadi hinggap di dinding kini menerjang ke arah kami.

Genggamanku pada pedang mengencang, satu ayunan kuat ku lemparkan ke arah ombak tangan raksasa, berharap tebasan itu dapat menyelamatkan nyawa kami bertiga.

Aku memejamkan mata, tak sanggup melihat caraku mati. Entah ini khayalanku atau bukan, tapi aku mendengar sebuah ledakan. Ledakan yang sangat singkat, sesaat sebelum tangan-tangan itu menyentuh tubuhku. Apakah semua orang yang akan mati mendengar suara ledakan yang sama?

Beberapa detik kemudian, nafasku masih berhembus, jantungku masih berdebar-debar.

'Apa yang terjadi?'

Aku membuka mataku dan melihat. Terjangan tangan-tangan tadi menghilang di udara dan kini Aku bisa melihat Arka yang sedang tertidur pulas di atas tanah.

'Siapa yang menyelamatkan kami?'

"Arka!!" Benkei berlari ke arah Arka dan memeluknya.

Tombak Benkei jelas gagal membunuh iblis tangan tersebut dan tebasanku pun tidak mungkin bisa sekuat itu. Lantas siapa yang berhasil melakukannya? Siapa yang mengalahkan iblis tersebut?

Apakah barusan itu Arka dan kekuatan misteriusnya?