"Kak ada kak Nathan nih. Buka pintu dong", teriak Alex dari luar kamar sambil mengetuknya lumayan keras.
"Hei jangan keras-keras, nanti kakakmu kaget lagi. Ya sudah tinggal saja, mungkin dia masih tidur. Biar aku tunggu disini", bisik Nathan.
Alex mengangguk lalu ia melangkah turun ke bawah, sementara Liany di dalam kamar hanya diam duduk sambil memainkan game di HP di atas sofa.
Tak ada niat untuk membukakan pintu buat Nathan, ia malah memakai headset nya mendengarkan music dari sebuah aplikasi di smartphone nya. Ada langkah mendekat dan tak lama terdengar suara Hendrawan yang memanggil Nathan.
"Papa mau bicara denganmu. Ikut papa ke ruang kerja papa", ujar Hendrawan dingin. Nathan mengikuti langkah Hendrawan walaupun dia masih bingung tak mengerti.
"Kak Liany, papa sedang bertengkar dengan kak Nathan nih. Aduh gimana nih. Mereka adu keras loh", tulis chat Alex.
"Bodo amat", balas Liany.
"Kak beneran nih. Mereka makin keras berantem nya", kembali Oskar yang menchat Liany.
"Ngga perduli Oskar. Biarkan saja", balas Liany lagi.
"Kak kamu ngga kasihan sama papa. Gimana kalau papa sakit lagi", chat Alex lagi.
Liany langsung mencopot headset nya dan segera ia keluar kamar turun ke bawah. Tiba dibawah, Liany melihat kedua adiknya sedang nyengir sementara Linda masih asyik menonton TV. Nathan dirangkul Hendrawan keluar dari ruang kerjanya.
"Kalian berani membohongi aku ya", gertak Liany kesal. Saat ia berbalik akan naik kembali ke kamarnya, Nathan menghadangnya.
"Sayang, dengarkan dulu penjelasan ku", ujar Nathan lembut.
"Apa lagi hah? Aku mau pisah, ceraikan aku", ujar Liany geram.
"Tidak akan pernah aku biarkan kamu berpisah dariku. Tak akan pernah ada kata perpisahan diantara kita selamanya", ujar Nathan tegas.
Ia menatap Liany tajam dan terlihat sekali kemarahan disinar matanya mendengar kata-kata Liany. Liany berpaling melihat ke arah papanya yang tersenyum seakan meminta dukungan, lalu melihat ke arah Linda yang malah memalingkan mukanya ke arah Hendrawan.
"Kak, kamu tuh kuliah di jurusan informatika tapi kenapa kamu ngga bisa membedakan mana foto yang real dengan foto yang sudah di modifikasi", ujar Oskar menggoda.
"Apa maksudmu?", tanya Liany bingung.
"Sayang duduk dulu ya. Kalau kamu ngga mau dengarkan omonganku, coba kamu dengarkan omongan Oskar atau Alex ya", ujar Nathan lalu merangkul Liany namun Liany langsung menepis tangan Nathan dari bahunya.
"Sini deh kak, aku kasih tau", panggil Oskar.
Liany melihat ke arah Hendrawan dan Linda yang saling berangkulan yang memberi isyarat agar ia mendekati Oskar. Liany lalu berjalan dan duduk disebelah Oskar.
"Nih kak. Lihat ini. Ini foto yang kamu terima kan?", tanya Oskar dan Liany mengangguk. Nathan kemudian duduk disebelah Liany dan Liany dengan muka judes memintanya menjauh tapi Nathan tetap duduk disamping Liany tidak mau bergeser.
"Lantas apa?", herdik Liany.
"Kak nih kamu lihat ini. Kalau diperbesar, ada semacam perbedaan di area lehernya kak Nathan. Ini hanya tempelan kak. Ini bukan foto asli. Nih aku kasih lihat pakai aplikasi yang baru kak Nathan download minggu lalu di HP aku. See kak, mukanya bisa aku angkat dan lihat lagi kak, ini bukan kak Nathan", ujar Oskar menjelaskan.
Liany menyambar HP Oskar dan memperhatikan kembali foto yang ada di layar HP. Itu memang bukan Nathan, itu orang yang tidak dikenal Liany. Liany kembali melihat ke arah Hendrawan, Linda, Oskar dan Alex bergantian lalu ia menoleh ke arah Nathan.
"Tuh sayang, bukan aku kan. Percaya aku sayang, aku tuh sudah menunggu kamu bertahun-tahun, jadi ngga mungkin aku akan dengan mudahnya mengkhianati kamu. Kamu tuh cinta dalam hidupku, satu-satunya", ujar Nathan lembut menatap tajam ke arah mata Liany.
"Cie cie cie", ujar Hendrawan, Linda, Oskar dan Alex berbarengan menggoda Nathan dan Liany.
"Percaya aku ya", ujar Nathan lagi.
"Ngga, aku masih belum percaya kamu sepenuhnya. Tapi untuk kali ini aku percaya Oskar. Aku kasih kamu kesempatan kedua", ujar Liany dan membuat Nathan langsung memeluk Liany erat.
"Nah udah baikan, jadi kalian harus segera memberikan papa cucu dong", ujar Hendrawan menggoda.
"Itu soal lain. Aku mau menyelesaikan skripsi ku dulu", ujar Liany tegas melihat ke arah Nathan yang langsung menutup mulutnya.
"Kamu juga harus dihukum", ujar Liany lagi.
"Ya sudah aku pasrah deh. Kamu mau hukum aku gimana, aku terima walaupun aku ngga ngerasa bersalah, tapi demi kamu, aku akan lakukan apapun", ujar Nathan tersenyum.
"Aku mau pindah rumah. Belikan aku rumah dekat sini, aku ngga mau jauh dari papa lagi", ujar Liany tersenyum.
"Done. Aku sudah beli rumah di gang sebelah yang di hook. Kamu mau pindah kapanpun bisa. Rumah itu sudah di renovasi sejak sebulan lalu dan sudah selesai pengerjaan nya", ujar Nathan ringan.
"Bagaimana kamu tau aku mau rumah itu?", tanya Liany.
"Liany sayang, aku tau kamu, kalau kamu menginginkan sesuatu, kamu akan membicarakan hal itu terus-menerus. Berapa kali kamu bilang kamu suka rumah itu bulan lalu? Aku sengaja pura-pura ngga mendengar tapi aku langsung suruh Dian nego rumah itu dan setelah deal langsung oleh pengacara BOX Group dibalik nama atas namamu", ujar Nathan.
"Waduh beruntung amat anak papa", ledek Hendrawan.
"Itu udah kewajiban dia papa. Aku sengaja ngomong soal rumah itu berkali-kali dan ternyata dia sudah bisa menangkap radarku. Makasih ya", ujar Liany tersenyum.
"Jadi dong papa dikasih cucu", kembali Hendrawan menggoda.
"Itu nanti dulu papa. Aku belum bisa sampai skripsi ku kelar. BTW soal foto itu lagi, kamu tau siapa itu?", tanya Liany melihat ke arah Nathan.
"Sayangnya aku tau pria itu. Dia mantan manajer di BOX Group namun karena dia menyelewengkan dana perusahaan, aku memecatnya bulan lalu. Ternyata dia balas dendam lewat kamu. Tenang saja, aku akan membuat laporan ke polisi soal ini. Dia sudah membuat istriku marah sama aku, pembalasanku akan lebih kejam", ujar Nathan geram.
Semua melihat ke arah Nathan dengan bergidik melihat kemarahan Nathan, namun Nathan langsung berubah lembut saat melihat Liany lagi.
"Kak tapi jadi kan belikan smartphone yang aku mau?", tanya Alex.
"Iya jadi, Oskar juga kok. Kita pakai uangnya kak Nathan ya", ujar Liany sambil melirik ke arah Nathan.
"Itu milikmu sayang, hak mu dan kewajiban aku", ujar Nathan merangkul Liany dan kali ini Liany tidak menolak.
"Asyik. Besok ya kak", ujar Alex kesenangan.
"Iya", ujar Liany tersenyum.
"Eh kalian mau makan malam apa? Biar mama suruh di mba masak", ujar Linda.
"Ma, aku udah pesan makanan tadi. Bentar lagi seharusnya tiba. Tuh kayanya datang. Bentar aku keluar dulu", ujar Nathan lalu berdiri dan keluar rumah. Tak lama ia kembali dengan beberapa bungkus ditangannya.
"Ayo makan", ujarnya lalu menaruhnya di meja makan.
Akhirnya mereka sekeluarga menikmati makan malam dengan keakraban sekeluarga.