webnovel

Dear Angkasa : My Pet Boyfriend

Laura Chintya Bella, Cewek kasar yang bermulut tajam dan tahan banting. Kesehariannya pergi ke club' setelah pulang sekolah sampai malam hari. Alasannya karena Laura tak suka dengan kesendirian karena kesendirian akan membuatnya merasa kesepian. Kepribadiannya sedikit aneh, pola pikirnya pun tidak wajar dan selalu mengarah ke dalam kekerasan secara mental. Laura menderita sakit masokis yaitu tindakan melukai diri sendiri dengan sengaja, sehingga dia sudah kebal dengan segala luka. Dia kuat secara fisik, tetapi lemah secara mental. Emosinya tidak stabil membuatnya sering meledak saat orang-orang menggunjingnya. Dia hanya punya satu sahabat laki-laki bernama Vikram Andreyson, seorang cenayang yang selalu mengikutinya ke manapun dia pergi. Suatu hari, Vikram tanpa sengaja mengungkapkan mengenai masa depan Laura dengan seorang pria. Laura bertekad untuk mencari tahu mengenai pria yang Vikram katakan dengan bermodalkan sketsa wajah yang berhasil Vikram gambar. Mereka mencari informasi mengenai pria tersebut, dan alangkah terkejutnya ketika mereka mendapatkan sebuah informasi mengenai tempat tinggal pria tersebut yang ternyata di sebuah Rumah Sakit Jiwa. "Bergantungan padaku dan hilangkanlah rasa kesepianku." (Laura)

LidiaCntys10 · Teenager
Zu wenig Bewertungen
33 Chs

32. Gangguan Untuk Angkasa

"Perasaan nyaman hanya bisa dirasakan jika aku bersamamu. Orang lain tak akan bisa memberikan perasaan nyaman yang sama seperti yang ku rasakan darimu. Ini karena hanya kamulah yang ku harapkan untuk memberikan perasaan nyaman semacam ini."

- Angkasa Ardiansyah

***

Laura melambaikan tangannya sembari memijat pelipisnya yang berdenyut memberikan rasa pusing. "Oke, gue akan membicarakan tentang hal ini lebih lanjut nanti. Sekarang, hubungi Vikram agar datang ke rumah gue lebih awal. Lalu, lo siap-siap untuk pergi ke sekolah."

Angkasa mengerutkan kening. "Bagaimana dengan kamu, Laura? Kondisi kamu sekarang tak memungkinkan untuk berangkat ke sekolah!"

Laura mengangkat sebelah alisnya heran. "Siapa yang bilang gue mau berangkat ke sekolah? Gue akan tetap di rumah dan lo berangkat bareng Vikram."

Angkasa menggelengkan kepalanya tak setuju. Dia masih ingin bersama Laura, menjaga kekasihnya itu yang terjatuh dalam keadaan seperti ini akibat perbuatannya. "Aku lebih baik tetap di rumah untuk menjagamu."

Laura bersikeras dengan keputusan awal. "Obat-obatan di rumah gue lengkap. Ada pembantu yang bisa gue suruh-suruh atau bahkan mengobati luka gue. Lo harus tetap ke sekolah! Gue enggak mau punya cowok yang bodoh dan pemalas!"

Angkasa menautkan tangannya dengan gelisah. Dia ingin bersikeras untuk menjaga Laura, tapi Angkasa tahu bahwa Laura tak menyukai kekasih yang tidak menuruti perkataannya. Akhirnya, dengan berat hati, Angkasa menghubungi Vikram dan bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah tanpa Laura.

Pandangan Laura mengikuti Angkasa yang berjalan ke kamar mandi. Bahu Angkasa terkulai disertai wajah yang kusut. Ketika pintu kamar mandi tertutup, Laura menutup mulut dengan telapak tangan sembari memejamkan mata. Entah disadari oleh gadis itu atau tidak, sudut bibirnya terangkat membentuk senyum tipis yang hampir tak terlihat jika tidak diperhatikan dengan seksama.

***

Pagi hari di SMA Merpati sudah dipadati oleh siswa-siswi yang berlalu-lalang. Mereka sibuk dengan urusan masing-masing. Ada beberapa kelompok siswa yang berdiskusi mengenai jadwal hari ini atau bahkan saling mengingatkan akan pekerjaan rumah yang mungkin telah terlupakan semalam.

Keramaian di tempat itu tak membuat suasana hati Angkasa yang kini telah tiba di sekolah bersama Vikram dan Susan membaik. Pria itu dengan ekspresi kusut keluar dari mobil, berjalan ogah-ogahan mengikuti Vikram menuju kelas mereka.

Vikram melirik Angkasa yang berada di belakangnya. Dia menghela napas berat menyadari bahwa sosok Angkasa sudah benar-benar terjerat dalam pesona Laura. Pria itu telah bergantung pada Laura bagaikan Laura itu daya hidupnya yang harus selalu berada di sisinya. Jika Laura tak berada di sisinya, maka Angkasa akan kehilangan tenaga serta semangat hidupnya.

"Uhm... Apa Angkasa baik-baik saja? Sejak berangkat dia tak mengucapkan sepatah katapun. Dia juga terlihat sedih." Susan merasa tak enak jika dia berpura-pura tidak tahu akan keanehan yang terjadi pada Angkasa.

Sejak pertama kali Susan melihat sosok Angkasa, dalam sekali pandang saja Susan sudah dapat menebak bahwa Angkasa sangat bergantung pada Laura. Pria itu selalu menempel pada Laura seolah tak ingin dipisahkan dari sisi gadis itu. Sayangnya, orang-orang tak menganggap serius sikap Angkasa yang menempel pada Laura. Mereka yang tidak tahu-menahu hanya menganggap Angkasa masih membutuhkan Laura untuk beradaptasi dengan lingkungan baru — SMA Merpati. Mereka tanpa sadar mengabaikan fakta bahwa hanya Angkasa yang bergantung pada Laura bukan sebaliknya.

Vikram melirik sejenak Angkasa yang masih memasang ekspresi yang sama. Dia menggelengkan kepalanya dengan perasaan berat. "Dia tidak baik-baik saja, Susan. Angkasa benar-benar sudah terlalu bergantung pada Laura. Hari ini Laura enggak bisa berangkat karena sakit. Tapi, Laura bersikeras agar Angkasa tetap berangkat ke sekolah tanpanya. Lalu, seperti yang lo lihat, Angkasa dalam keadaan murung."

Susan meringis, merasa prihatin dengan Angkasa yang sepertinya tersiksa tanpa kehadiran Laura. "Aku tidak tahu bagaimana kepribadian Angkasa. Tapi, akan lebih baik jika kamu mengawasinya hari ini agar dia tak menimbulkan masalah yang mungkin menyulitkan mu."

Vikram juga memikirkan kemungkinan tersebut. Dia hanya mengangguk-anggukkan kepalanya sebagai persetujuan atas saran yang diberikan oleh Susan. Tak ada salahnya mempersiapkan diri untuk risiko terburuk.

Setibanya di kelas, Angkasa langsung duduk tanpa merespon sapaan dari teman sekelasnya. Pria itu menaruh tas di kursi dan membaringkan kepalanya di meja. Tatapan Angkasa tertuju pada kursi di sampingnya yang kosong. Padahal, baru kemarin Laura duduk di sampingnya dan tertidur selama jam pelajaran. Namun, sekarang Laura tak hadir di sisinya karena kondisi tubuh gadis itu tak memungkinkannya untuk berangkat ke sekolah.

"Laura,... aku sudah mulai merindukanmu..." Angkasa bergumam sedih sambil membelai permukaan meja, tempat Laura membaringkan kepalanya.

Angkasa sudah sangat merindukan Laura, padahal belum satu jam berlalu sejak dia berpisah dari Laura. Dia harus mengakui bahwa Laura benar-benar telah menaklukkan hatinya. Bahkan, Angkasa sendiri tak bisa mengendalikan api cintanya pada Laura yang meluap-luap hingga membakar Angkasa dalam perasaan tersebut.

"Pagi, Angkasa!" Grace yang baru saja memasuki kelas, seketika menghampiri Angkasa yang sudah berada di tempat duduknya sendiri. Dia menyadari ketidakhadiran Laura di samping Angkasa. Oleh karena itu, Grace segera duduk di samping pria itu tanpa meminta persetujuan dari Angkasa.

Angkasa tertegun ketika tangannya yang berada di permukaan meja Laura, kini menjadi alas berbaring oleh Grace. Punggung tangannya menempel dengan pipi Grace. Grace mengulas senyum menggoda dan sengaja menggesekkan pipinya di punggung tangan Angkasa, bersikap manja layaknya kekasih Angkasa. Wajah mereka sekarang saling berhadapan dan hanya menyisakan jarak beberapa sentimeter saja.

Angkasa refleks menarik tangannya dengan kasar. Tindakan yang terkesan tiba-tiba tersebut membuat wajah Grace terjatuh langsung ke meja dan menimbulkan suara yang keras. Grace memekik kesakitan, merasa bahwa ngilu di separuh wajahnya yang terbentur meja dengan keras.

"Pfft... Mampus!" Vikram tertawa mengejek, menertawakan penderitaan yang dialami Grace. Dia mengangkat jempolnya, memberikan penghargaan atas tindakan Angkasa yang sangat berani menolak Grace yang bertindak agresif.

Angkasa buru-buru mengusap punggung tangannya pada tas Grace yang diletakkan di kursi yang seharusnya menjadi tempat duduk Laura. Angkasa benar-benar tak sudi menyentuh perempuan lain selain Laura. Dia ingin menghilangkan bekas sentuhan dengan pipi Grace bagaikan Grace adalah kuman yang membawa penyakit jika dia bersentuhan dengannya.

"Ugh! Angkasa... Kenapa lo narik tangan lo tanpa aba-aba? Wajah gue kan jadinya terbentur meja..." Grace memaksakan senyum sembari menahan rasa malu dan amarahnya. Harga dirinya benar-benar telah diinjak-injak oleh Angkasa dan Vikram yang puas menertawakannya.

Angkasa mengerutkan kening jijik. Dia merasa risih dengan keberadaan Grace yang menempati tempat duduk Laura. Jujur, Angkasa hampir menampar wajah Grace ketika wajah gadis itu muncul di hadapannya. Untungnya, dia masih bisa menahan tindakan impulsif yang hendak muncul.

Angkasa bangkit dari tempat duduknya. Dia melayangkan tatapan menusuk pada Grace. "Seharusnya gue yang bertanya, kenapa lo tiba-tiba duduk di kursi Laura?! Lo juga mengagetkan gue dengan tiba-tiba memunculkan wajah lo di hadapan gue! Benar-benar hanya kehadiran yang tidak diharapkan dan hanya mengganggu ketenangan gue!"

"Kehadiran yang tidak diharapkan! Sadar enggak tuh? Hahaha..." Vikram semakin gencar mencibir Grace. Tawa yang keluar dari mulutnya bahkan semakin keras.

Wajah Grace menjadi merah padam, antara amarah dan rasa malunya bercampur aduk hingga tangannya terkepal erat. Grace menggertakkan gigi. Dia menolehkan kepalanya ke arah Vikram sambil memelototi pria itu.

"Diamlah, Vikram!" desis Grace dengan nada memperingati. Namun, kata-kata semacam itu tentunya tak bisa membuat Vikram menghentikan tawanya. Mungkin, hanya Laura saja yang bisa mengendalikan tindakannya jika dia dirasa terlalu berlebihan.

"Hei, lo dengar omongan gue atau enggak?! Lebih baik menyingkir dari tempat duduk Laura sebelum gue bersikap kasar!" Angkasa menggeram marah. Alisnya meruncing tajam dengan rahang mengeras.

Grace menelan ludahnya merasa takut dengan sikap Angkasa yang terkesan menyeramkan. Tapi, Grace menekan rasa takutnya dan bersikeras untuk duduk bersama dengan Angkasa.

"Gue enggak mau pergi dari sini! Gue cuma mau duduk sama lo, Angkasa! Apa keinginan gue itu sebuah kesalahan? Lagipula, ini kesempatan gue untuk bisa duduk bersama lo karena Laura enggak berangkat ke sekolah!" Grace mencari pembenaran atas keinginannya yang sebenarnya sangat egois. Dia sedikitpun tak mempertimbangkan ketidaknyamanan Angkasa jika dirinya duduk bersama pria itu. Grace juga sampai memegang kuat pinggiran meja untuk membuktikan seberapa gigih keinginannya untuk duduk di samping Angkasa.

Kata-kata Grace hanya menyulut emosi Angkasa. Pria itu yang sejak pagi tidak dalam suasana hati yang baik, harus menghadapi sikap Grace yang sungguh menjengkelkan. Tentunya, emosinya menjadi meledak-ledak.

"Menyingkirlah dari kursi Laura! Lo pikir kata-kata gue cuma omong kosong?!" Angkasa meninggikan suaranya yang mengejutkan semua orang yang berada di dalam kelas maupun yang baru saja masuk ke kelas. Diskusi panas pun sudah mulai terdengar, membicarakan sikap Angkasa yang terlalu dingin dan Grace yang begitu tidak tahu malu.

Udah ada lalat aja yang menempel pada Angkasa setelah Laura enggak ada di sisinya (ノ`Д´)ノ彡┻━┻

Creation is hard, cheer me up! VOTE for me!

LidiaCntys10creators' thoughts