Kehidupan Rania Medina dan Baihaqi berjalan dengan baik, mereka bahagia dengan cinta yang mereka miliki. Cinta mempertemukan disaat yang tepat, doa terbaik adalah memeluk sebuah cinta.
Berawal dari gemericik air wudhu, menuju ke rumah tangga yang samawa. Rahasia skenario Allah SWT menuju cinta dalam restunya.
Cinta itu memang indah, tanpa disangka kalau semua jalan terbaik itu Allah yang memilihkannya.
Memeluk cinta dalam sebuah doa yang tersembunyi, merapal sebuah nama dalam setiap sujud.
Istanbul, Turki. Negeri seribu satu malam, begitu indah seperti gemerlap cinta mereka. Kehidupan bagaikan negeri dongeng.
"Sayang, kamu memang perempuan terindahku, meskipun cinta mempertemukan dalam misterius."
Rania menatap Haqi yang kini menjadi suami dan cinta terbaiknya.
"Kebahagiaanku, bersama dengan cintamu, karena Allah. Bahkan, kau cinta terbaik dan pria terhebatku yang mampu menyempurnakan ibadahku hanya kepada Allah semata."
"Tak ada perempuan tercantik selain kamu, aku tidak peduli dengan kekuranganmu, tapi cukup cintamu dan kesetiaanmu yang mampu memeluk hatiku."
Rania menyadarkan kepalanya di bahu Haqi. Ia merasakan sebuah getaran kehangatan. Bahkan, ia juga sudah mengandung buah cintanya bersama dengan Haqi.
Hasil pemeriksaan itu ternyata salah, rahim Rania yang satu masih berfungsi. Semua ini karena ikhtiar dan kebaikan Allah semata.
Minggu lalu, mereka memeriksakan kandungan, hasil usg mereka diberi buah hati jenis kelamin perempuan, meskipun akan empat bulan lagi lahir di dunia.
Kehangatan diantara mereka membuat banyak pasangan sungguh iri. Foto bingkai terbaik adalah keluarga.
"Sayang, kita balik setelah dia lahir saja ini sebagai kejutan buat si kembar kalau dia mempunyai adik" pinta Rania.
Haqi pun tersenyum dan mengiyakan.
Pemandangan di tepi pantai memang sangat indah sambil menunggu datangnya senja untuk dinikmati. Tak pernah terpikirkan kalau bahagia cukup sederhana, dan cinta yang sempurna adalah saling melengkapi, bukan saling mencari yang sempurna.
Dua puluh menit kemudian, senja pun datang. Menikmati senja bersama pasangan adalah hal yang terindah, tak ada yang lebih indah dari sebuah kasih dan sayang.
Sudah hampir dua jam mereka duduk dalam menikmati suasana sore dan senja.
Mereka pun beranjak dan saling bergandengan tangan, saling bercerita tentang hal yang menyenangkan.
***
Kepulangan Ayass dari Rumah sakit bersama dengan si kembar. Kebahagiaan menyelimuti mereka.
Ayass nampak rindu kepada Rania yang belum juga terlihat. Firasatnya pun tak kunjung reda tentang Rania.
Sepanjang perjalanan menuju Seoul, Korea Selatan, Ayass hanyalah tenggelam dalam sebuah lamunan tentang dia yang selalu menempati ruang hatinya.
Hasan dan Khadijah hanya saling menatap cemas, mereka pun takut bagaimana kalau kehidupan sudah lama berubah, ia takut kalau daddy mereka kecewa atas sebuah harapan dan cinta yang sudah lama pergi.
Sesampai di bandara, mereka pun menunggu jemputan dari Ridwan di area kedatangan penumpang.
Ridwan sudah menunggu sambil melambaikan tangan ke arah mereka, lalu mereka pun menghampirinya.
Tatapan kosong dari daddy mereka menimbulkan sebuah tanya dalam hati si kembar. Mereka takut kalau kenyataannya tak sejalan dengan dulu.
"Dad?" tegur Khadijah.
"It's ok" balas Ayass.
Hasan menghela napas kasarnya, ia belum siap menceritakan kenyataan dalam beberapa tahun ini.
"San?"
Hasan hanya melempar sebuah senyuman ke arah Khadijah, karena tidak ingin kalau daddy mereka curiga tentang rahasia sebenarnya.
Mereka tetap berjalan bersama menuju ke arah parkiran mobil. Lalu, masuk ke dalamnya.
Ridwan pun mulai menyalakan mobilnya saat semuanya sudah masuk, tatapannya melihat Khadijah sedikit melirik ke kaca mobilnya.
"Seandainya saja kau melihatku, tapi sayangnya kau tak pernah sekalipun melihatku" batin Ridwan. "Tapi, mau bagaimana lagi, kalau cinta perihal mengikhlaskan, bukan memakasa."
Ridwan mengendarai dalam kecepatan 40 km/jam. Karena, ia tidak ingin mengebut seperti biasanya saat balap motor.
"Kamu siapa?"
"Saya Ridwan om...."
"Iya, dad. Dia Ridwan si beruang kutub" timpal Khadijah dengan sinis.
"Nak, jangan gitu, nggak boleh ngatain anak orang kayak gitu."
"Dengerin apa kata daddy kamu, kalau bicara itu dijaga, dulu ya dulu, dan sekarang kan udah cakepan meskipun dikit."
"Hah, cakep dari Hongkong" ledek Khadijah dengan muka kecutnya.
Hasan pun cuek sambil memakai headset mendengarkan lagu favoritnya all of me - John Legend, sedangkan Khadijah masih berdebat dengan Ridwan yang bikin dia sebal akibat sikap pedenya terlalu tinggi.
Ayass hanya tersenyum menatap kelakuan anak remaja zaman sekarang, ia pun jadi ingat Rania atas kejadian terang bulang tanpa kacang.
Ayass mulai flashback ke masa lalunya, membuat kepalanya sakit dan ingin pecah.
Khadijah pun panik melihat daddynya teriak kesakitan, lalu ia menyikut perut Hasan memberi kode.
"Ridwan, kita putar balik ke arah Rumah Sakit."
Ridwan pun melajukan mobilnya menuju Rumah Sakit terdekat. Ia menggunakan kecepatan ala pembalap.
Sepuluh menit kemudian mobil telah sampai di Rumah Sakit. Khadijah berlari meminta pertolongan ke petugas medis.
Ayass segera dilarikan ke UGD untuk segera ditanganin.
"Dijah, sabar."
"Sabar?" Khadijah terisak tangis.
Ridwan terdiam sejenak.
"Kamu itu bilang aku harus sabar? bagaimana bisa aku sabar, aku tak ingin terjadi sesuatu ke daddy! sudah cukup aku kehilangannya dalam beberapa tahun! Kamu itu nggak pernah ada di posisiku dan Hasan!" omel Khadijah.
"Dijah?"
Hasan berusaha meredamkan emosinya. Ia memberi isyarat agar Ridwan bungkam.
Khadijah pun membuang muka dan bersikap sinis ke arah Ridwan. Ia mulai kesal dengan pria itu.
***
Pov Khadijah
Aku sangat panik melihat kondisi daddy yang tiba-tiba kesakitan, ku sikut perut Hasan, agar ia tahu kondisi daddy.
Ku meminta ke Ridwan tengil untuk memutar mobilnya menuju ke Rumah Sakit terdekat.
"Ridwan, kamu kalau nyetir jangan lemot, ini daddy ku sudah kesakitan!" ku bentak dia dengan nada tinggi.
"Sabar, Dijah."
Hasan berusaha menenangkanku, tapi aku tak ingin kehilangan daddy. Bagaimana tidak kalau orang yang kamu sayangi sedang kesakitan di hadapanmu, apa aku salah ?
Ridwan pun mulai mengendarai dan mempercepat menyetir mobilnya. Sungguh aku panik melihat daddy tiba-tiba mengerang kesakitan.
"Dad...."
Dua puluh menit sampai juga di sebuah Rumah Sakit Internasional Seoul. Ku berteriak sambil berlari meminta tim medis segera memberi pertolongan ke daddy.
Tim medis lalu membawa daddy segera ke UGD. Ku baca doa-doa untuk kesembuhan daddy. Hasan memelukku untuk menenangkan hatiku yang sedang panik.
Ridwan menatapku, dan aku tidak suka ketika ditatap dengannya. Ku bentak dia dengan lantang.
"Mata kamu kondisikan!"
Ridwan pun terdiam seketika, ku tahu biasanya dia juga membalas ucapan kasarku.
Hasan pun menarikku ke mushola rumah sakit. Aku tahu saat ini hatiku berantakan dengan kondisi daddy tiba-tiba drop.
Ku putar kran air, lalu ku mulai berwudhu mulai membasuh telapak tangan hingga kaki.
Ku berjalan menuju dalam mushola, ku ambil mukena, lalu sebuah AL-Qur'an di dalam lemari etalase. Ku buka lembaran menuju ke surah Yassin, ku baca dalam isak tangis.
Hatiku yang gelisah mulai tenang, ku lanjutkan dengan dzikir dan sholawat nabi. Ku sadar, kalau ujian dari Allah selalu dadakan.
***
Waktu...
Detik yang bergulir seakan menakuti ku...
Kehilangan....
Ya, waktu membawa sebuah kisah tiap detiknya...
Entah kisah sedih atau bahagia.
Namun, bisa saja menjadi bom....