Setelah sekian lama waktu berlalu, banyak hal sudah berubah.
Sekarang terlihat Ardi selalu sendiri datang dan pulang dari Kampus, engga ada lagi wanita yang menemani di mobilnya. Meski penampilannya masih seperti biasa dan tetap banyak mahasiswi yang meliriknya ingin didekati, mencari-cari perhatian atau sekedar ngobrol dengannya. Tapi rupanya ia sudah banyak berubah, sering terlihat ia bersama-sama dengan teman-teman prianya.
Dan karena Ardi satu angkatan dengan Ririe dan Meilani, mereka jadi bersahabat.
Ardi menyatakan penyesalannya ketika berdua di cafe depan kampus.
"Maafin aku Rie, aku sadar kalau selama ini aku salah melangkah. Aku sendiri yang membuat keadaan menjadi semakin buruk. Sepertinya, aku jadi orang yang hebat, selalu mendapatkan apa yang aku mau, tapi lama-kelamaan aku jadi ketagihan dan kayak orang pesakitan. Serem juga kalo ingat-ingat kejadian dulu sih , jadi kayak seorang seks maniak yang seperti kamu bilang itu," katanya sambil tersenyum malu.
Ia pun melanjutkan, "Aku terlalu narsis mungkin, paraaah Rie...," katanya. Ardi menarik nafasnya sambil tersenyum bahagia karena sekarang ia merasa sudah bisa menguasai dirinya lebih baik. Ia memandang wajah Ririe.
"Mulai sekarang aku mau bertobat !"
"Hehehe...tobat nih yeee," balas Ririe sambil tersenyum. Bisa juga orang kayak gini tobat, batinnya.
"Ikut Yoga aja...," saran Ririe.
"Iya. Aku sudah konsultasi dengan seorang Psikiater."
Ririe masih memandang pria ganteng didepannya yang sekarang katanya sudah berubah itu. ia merasa bahagia juga. Ia bisa tetap bersahabat dengannya meski status pacarannya sudah selesai. Hubungannya berakhir dengan baik , dengan sikap dewasa tanpa ada yang dirugikan.
"Trimakasih aku sudah disadarkan hehehe...sebagai gantinya aku janji mau bantu kamu sama Hasann nanti yaa. Kalo kamu perlu gedung untuk resepsi pernikahan nanti, aku bisa sediakan, juga dengan semua aksesori dan wedding organisernya. Aku bisa bantu demi kamu," katanya mantap sambil meraih tangannya.
"Aduuuh trimakasih sekali Ardi, semoga kamu semakin sehat yaa hehehe." Rasanya biasa-biasa aja Ririe terhadapnya, tapi mungkin selama ini Ardi engga pernah mendapat pelajaran , engga pernah mendapat penolakan dari pacarnya yang banyak itu, gitu ? oooh...my God !, dalam hatinya. Berapa banyak korban dia.
"Yaaa sama-sama Rie, aku juga punya masa depan yang baik , lebih cerah sekarang, aneeeh kaan ? aku melihat kedepan, kayaknya lebih terang gitu, lebih jelas apa yang harus aku perbuat untuk kehidupanku selanjutnya...hehehe...engga mikirin seks melulu...hahaha." Ia berkata sambil menaruh tangan didahinya, menutup kedua matanya. Malu mungkin.
Ririe tersenyum kecut, sekecut mangga muda tapi juga manis semanis buah kurma. Dia juga punya masa depannya sendiri dengan Hasann. Ya...yaa syukurlah kalau sekarang Ardi bisa berubah, batinnya.
Tak lama kemudian, Mei datang setelah mengetahui mereka ada disana.
"Weeeeh...mantappp... !" Mei teriak dari jauuuh, menarik perhatian beberapa tamu disana.
Mereka saling salaman dan pelukan dengan Ririe. The best ever friends yang Ririe punya selama hidupnya. Mei banyak memberikan sumbangsih saran , kritik dan penilaiannya yang cukup akurat. Dia juga yang memberikan info kalau Ardi sudah sendiri sekarang. "Break dulu ," kata Ardi ketika ditanya teman-teman di kampus seputar kesendiriannya.
Ditengah obrolan mereka Mei bilang , "Aku mau coba usaha kuliner nih."
"Buka rumah makan Sunda gitu...," lanjutnya.
"Dimana...? siapa yang masak ?" Ririe tanya.
"itu dia, aku lagi cari-cari lokasi yang pas, kalo yang masak sementara bisa ibuku yang kerjakan dibantu beberapa orang karyawan nanti. Banyak detail pekerjaannya kalo rumah makan, perlu kira-kira 5 orang pekerja lah. Aku niat banget nih , pingin mulai usaha."
"Iya usaha makanan engga ada habisnya yaa, tapi juga engga mudah Mei, buktinya banyak usaha yang tutup setelah buka 1-2 tahun. Kamu tau kan banyak rumah makan yang tutup, gagal," kata Ririe.
"Iyaa betul,"sahut Ardi.
"Yaaa...yang jalan dan sukses juga banyak, tergantung kita ngelolanya aja mungkin yaa?" bantah Mei , "tapi aku mau coba sih. Ibuku kan pintar masakan Sunda, bikin sayur asem, pepesan gitu. "
"Kalo kamu belum punya tempat, mau engga di ruko di Jalan Pemuda, depan SPBU ? ada ruko kosong disana satu, kalo engga salah ?" kata Ardi.
"Oooh boleh Ardi...itu punya kamu ?"
"Bukan punya saya tapi punya keluarga, ibu saya yang urus sewa-menyewanya. Kita lihat aja yuuk ke lokasi sekarang gimana ?" katanya nantangin yang disambut Ririe dan Mei dengan senang hati. Mereka pun meluncur ke lokasi rukonya bertiga.
Setibanya disana, mereka disambut seseorang yang sepertinya sudah mengenal Ardi. Pria setengah tua itu sangat sopan, ia menunjukan ruko yang dimaksud. Ruko tersebut baru saja ditinggalkan penyewa lamanya , sebuah perusahaan percetakan yang pindah ke lokasi yang lebih murah biaya sewanya.
"Yang itu unitnya pa," sambil berjalan ia menunjukan unitnya. Ia membukakan pintu ruko tersebut lebar-lebar.
"Belum lama kosong ini," kata pria tua itu.
"Dua lantai ya pa...?" tanya Mei.
"Iyaa...2 lantai, 2 kamar mandi."
Setelah melihat-lihat kedalam kondisi rukonya, Mei berjalan ke depan halaman parkirnya dan melihat-lihat suasana sekelilingnya...cukup kondusif untuk berjualan. Sebelahnya ada 2 Bank BUMN dan Bank Daerah, salon kecantikan, toko elektronik dan 2 perusahaan financing. Jalanan ramai , lokasi pas depan pengisian bahan bakar.
"Bagaimana ?" tanya Ardi sambil tersenyum.
"Cocok !" Mei menjawab singkat. "Kalo tanah kosong dibelakang itu, bisa dipakai buat dapur engga yaa Ardi ?"
"Yaa ...buat detailnya , kita ngobrolin lagi nanti yaa...sekarang kita balik ke kampus aja gitu ya ?" kata Ardi.
"Kita mampir dulu di Bakmie GM sana deh yaa...aku yang traktir hehehe,"ucap Ririe. Ia turut senang dengan perkembangan positif persahabatannya.
"Weeeh mantaap... !" teriak Mei lagi norak. Ardi hanya senyum-senyum aja depan kemudinya.
"Sewanya berapa tuh Ardi ?" tanya Mei penasaran.
"Hmmm...begini aja deh yaa...nanti aku bilang dulu sama ibuku soal itu. Tapi kalo kita kerjasama mau engga ?"
"Kerja sama seperti apa tuh ?" tanya Mei antusias sekali.
"Misal aku yang sediakan tempat, kamu yang keluarin modal buat usahanya, peralatan, makanan, bayar gaji karyawannya. Profit dari usaha itu dibagi 2 , fifty-fifty sama aku. Gimana ?"
"Pada prinsipnya aku setuju kerja sama, soal profit sharing itu nanti aku pikirkan lagi yaa hehehe...belom nyampe otaknya hehehe... ." Mei menoleh ke arah Ririe sambil menaik turunkan alis matanya. Boleh juga, dalam hatinya.
Ririe duduk terdiam mendengarkan saja percakapan mereka, sesekali menimpali dengan candaannya. Turut merasakan kebaikan dari Ardi, mantan pacarnya itu.
"Jadi nanti kalo elu buka rumah makan, kita ngumpulnya disana ya Mei ?" Ririe nyeletuk membuka pembicaraan ketika duduk bertiga menyantap mienya.
"Hmmm...siaaap...!! hehehe...spesial buat elu sih gratiss-tis hehee...,mau ikut cuci piring juga boleh hahaha. Aku udah ngebayangin duduk dimeja kasir nerima tamu...silahkan paaaa...buuu...mau makan apa silahkan pilih. Hehehe. Ada sayur asem, karedok , gado-gado, soto ayam , sop iga...," candanya.
"Lhooo bukannya jual ayam goreng , pepesan ?" Ririe menanyakan.
"Ooh rencana ayam goreng dan lain-lainnya mah dipajang didepan. Silahkan paaa ...buuu...dipilih nanti digoreng lagiiii...hehehe. gituu gua udah ngebayangin duduk di belakang meja kasir ditemani 2 orang karyawan aku," celotehnya kedengaran cukup meyakinkan, semangat .
Boleh juga imaginasinya, dalam hati Ririe.
"Mei semangat yaa Ardi ...?" sahut Ririe ke Ardi yang dari tadi masih terdiam engga banyak ngomong.
"Iyaaa mantap, boleh kayaknya !"sambil mengangguk-angguk kepalanya memandang ke arah Mei lewat kaca spion. "cuma aku pingin tau apa kiatnya ? supaya kamu berhasil di usaha kulinernya nanti ?" selidik Ardi ingin lebih yakin dengan partner bisnisnya ini.
Mei berfikir sejenak, "Hmmm... apa yaa ? gua rasa sih , kudu baik sama karyawan juga, berbagi gitulaaah, apa yang gua makan , mereka makan juga sama. Jadi mereka betah kerjanya, engga sebentar-sebentar ganti pelayan, kan baik juga dilihat sama pelanggan yaa ?
Pelayanan yang cepat juga bisa jadi kunci keberhasilan, jadi engga biarkan tamu menunggu lama makanannya sampe dimeja mereka. Kayak rumah makan padang gitu, gerak cepat ! Betul engga ??" belum dijawab Mei sudah nyerocos lagi, "kadang rasa bisa nomor 2 lhoo, apalagi kalo makanannya enak ...hmmm," katanya mengahiri jawabannya yang panjang itu.
Ardi dan Ririe saling berpandangan ingin tertawa sebenarnya, tapi ditahan. Belum jelas buat mereka, apa itu hanya teori saja atau benar-benar bisa dipraktekan oleh Mei.
"Boleh...boleh...nanti aku coba bicarakan dengan Ibu saya yaa Mei. Semoga aja beliau setuju dengan rencana kerjasama kita."
"Siiip ...harus setuju !!!" katanya sambil tertawa cengengesan, ngarep.
Ririe menyenggolnya "Norak luu,"katanya.
"Hehehe...kamu harus maklum Ardi..., Mei ini antusias orangnya, semangatnya meledak-ledak. Aku takut resikonya kalo cita-citanya engga kesampean, hahaha..."
Mei ketawa aja, mendengarnya.
Tumben engga semakin meledak-ledak, dalam hati Ririe.
"Siap...siap !" sahut Ardi.
"Sip... elu dukung gua yaa Rie !"
"Siaapp !! " katanya sambil mengangkat kelima jarinya yang disambut Mei.
Ririe menatap Mei, dan meyakinkan dia. "Tenang ajaaa...ada boss !" katanya sambil melirik ke arah Ardi. Ardi suka akan dukungan Ririe ke Mei, suka akan persahabatannya.
Mereka pun terlihat duduk bertiga menyantap mie, sambil saling melemparkan candanya.
Singkat cerita , proposal Mei untuk kerjasama dengan Ardi diterima. Ia membuka rumah makan sunda 'Raos' disana. Ia bersama, ibu dan 5 orang karyawan menjalankan usahanya.
Tampak ada beberapa karangan bunga ucapan selamat, dipajang didepan rukonya.
Prospeknya bagus, hari pertama buka pun sudah banyak tamu datang. Dengan layanan yang sedikit meniru rumah makan sejenis yang sudah lebih dulu terkenal, Mei optimis bisa sukses.
Ririe dan Ardi pun hadir di hari pembukaan itu.
"Selamat ya Mei...semoga sukses dengan usahanya," Ririe menyalaminya dan memeluknya.
"Ayoo dicoba Rie..." Mei mengajaknya kedepan meja pajangan dan memberikan sebuah piring kosong, "silahkan dipilih , nanti digoreng lagi," ujarnya.
"Aku coba ayam goreng nya deh yaaa," Ririe menjepit sepotong ayam berbumbu kuning, "dengan sayur asem boleh deh ," katanya.
Ia pun menarik kursi dan duduk , ditemani Ardi yang sedari tadi sudah lebih dulu ada disana .
"Rame juga yaaa...,"kata Ririe.
"Iya lumayan," Jawab Ardi.
"Kamu engga makan Di ?"
"Sudah, tadi aku coba sop iganya. Enak ! pintar ibunya masak."
Sementara Mei sedang sibuk di meja kasir, melayani pencatatan pesanan dan pembayaran dari tamu.