Daisy berjalan gugup di belakang seorang wanita paruh baya yang ia temui di ruang guru tadi.
saat ini mereka tengah berjalan menuju kelas XII IPA 1, kelas yang mungkin akan rutin ia datangi selama setahun kedepan, meskipun ia sendiri tak bisa memastikan.
Suara guru yang mengajar dengan lantang mulai terdengar, Kelas XII IPA 1 ada di lantai tiga, tepat di lantai teratas gedung sekolah ini.
Daisy melihat dari jendela kelas kelas yang ia lewati, senyum nya terbit saat sadar jika di setiap kelas tak ada yang semua nya mendengarkan penjelasan guru dengan benar.
ia bahkan melihat beberapa orang menatap gabut keluar jendela dan membisikkan sesuatu pada teman nya saat ia melintas.
Daisy tak menanggapi, lebih memilih mempercepat langkah mengejar guru wanita tadi yang kini memiliki jarak langkah cukup jauh.
Daisy berhenti saat wanita di depan nya turut berhenti, Bu Wika--begitu katanya ia harus memanggil--mengangguk pada nya seakan memintanya masuk sembari mengetuk pintu.
jeda sedetik Bu Wika membuka pintu sembari tersenyum sopan kepada guru yang mengajar.
"Permisi pak, boleh saya masuk? ada anggota baru yang akan masuk kelas ini"
"Monggo.. silahkan bu wika"
Daisy yang merasa tangan nya di tarik sempat tersentak, sebelum akhirnya ia dengan cepat mengubah dengan senyum ramah seperti biasa.
Ya Allah.. Akhir nya setelah dua tahun gue nunggu, kelas kita kedatengan bidadari dari surga.
Cantik banget calon mantu mak, gak sabar gue mau ijab.
Heh.. Dia mau sama lo aja kagak.
Kebule bule an dia woy, Astaga bening amat itu kulit.
mata nya grey njir, iri gue liatnya.
Cangkok mata kucing aja sono lo.
Eh--tapi bukan nya dia yang berurusan sama Shaka tadi kan ya?
Lah? emang iya? Astaga.. baru aja gue bersyukur.
Sayang banget.. Cantik cantik jadi korban nya Shaka.
Daisy mencoba menutup telinga, walau pada kenyataan nya obrolan para murid tadi jelas mengganggu.
"Sudah sudah, Jangan ribut, heran Ibu sama kalian itu, udah kelas tiga, bukan nya belajar yang bener malah pada rame sendiri"
"Ye.. Bu Wati aja yang gak ngerti, biar gak tegang bu, Pak Yuda aja ngerti, ya gak pak?"
guru lelaki yang di panggil Yuda tadi terlihat gelagapan, sebelum akhirnya memberikan pelototan pada murid yang tadi berbicara.
"Becanda dia Bu, nanti biar saya hukum"
"Enak aja Bapak wehh.."
"Sudah diam diam.. kalian gak malu sama murid baru, Yasudah silahkan perkenalkan diri kamu"
Daisy mengangguk sekilas, ia mengambil satu langkah kedepan dan memasang senyum kembali.
"Hai semua, kenalin nama aku Daisy Caramella, kalian bisa panggil aku Kara, Terima kasih"
yah.. Daisy memutuskan untuk tak menggunakan nama rumahan nya, ia hanya mengantiaipasi agar sesuatu yang buruk tidak terjadi.
Kalau panggil sayang boleh gak nih.
Heh.. jangan ngadi ngadi, korban Shaka nih, mau mati lo?
Kara pindahan dari mana?
"Aku sebelum nya Home schooling, tapi karna sekarang pengen cari suasana baru makanya pilih masuk sekolah"
"Yasudah.. saya fikir segitu aja perkenalan dari Kara, kalian bisa tanya langsung sama Kara kalau ada yang mau di tanyakan saat jam Istirahat nanti, Ngerti?"
Understand Bu..
"Kamu ngomong Indonesia aja belepotan, sok sok an ngomong Inggris"
"Ye penghinaan itu nama nya Bu" Daisy diam saja, ia menutup mulut tak ingin kelepasan tertawa karna perdebatan Bu Wati dengan salah satu murid lelaki tadi.
"Ayo.. Silahkan duduk Kara, cari bangku yang kosong"
"Baik Bu" pandangan Daisy mengedar, ada tiga kursi kosong sebenarnya, dua dalam bangku yang sama dan satu lagi sudah terisi dengan lelaki yang terlihat sibuk merebahkan kepala.
penataan bangku disini Satu bangku dengan dua kursi seperti biasa namun tentu nya sangat jelas terlihat memiliki kualitas berbeda dengan bangku sekolah pada umum nya.
Daisy memilih berjalan kearah bangku dengan dua kursi yang tak di isi siapa pun.
Entah ia yang salah dengar atau apa, namun Daisy mendengar bisik bisik bahkan umpatan tentang apa yang ia lakukan.
memang nya kenapa?
Padahal Daisy hanya berjalan biasa menuju tempat yang Daisy fikir tak ada yang menempati, apa ada yang salah dengan itu?
memilih mengabaikan, Daisy mulai mengeluarkan buku sesuai mapel yang sudah salah satu guru disini beritaukan, guru yang mengajar nya pada saat Home schooling memang mengajar disini, namun beliau Absen pada hari hari tertentu.
semua berjalan dengan baik, bisik bisik yang ia dengar mulai senyap seiring menit berlalu, penjelasan pak yuda dari awal sudah ia mengerti, ia pernah mempelajari itu dua tahun yang lalu.
tentang cara menghitung Pranumerando dan Postnumerando.
brak...
Sampai pintu kelas yang dibuka sedikit kasar itu membuat beberapa orang berjengit, tak luput pak yuda yang langsung menjatuh buku nya.
Daisy hanya terpekik, di ikuti dengan gerakan mengelus dada meredakan keterkejutan nya.
Ia mengangkat pandangan, di lirik nya sang pelaku utama yang kini berjalan santai memasuki kelas di ikuti dengan seseorang di belakang nya.
Daisy tak mampu menahan manik nya untuk tak membola, saat sadar siapa lelaki yang kini berjalan dengan wajah lurus menatap kedepan dengan gaya cool nya itu.
Tangan nya refleks mengangkat buku menutupi wajah berharap agar lelaki itu tak mengenali nya.
beberapa menit berlalu, suara langkah tak lagi terdengar, Daisy memberani kan diri mengintip dari samping buku nya, dan--
Sial.
Lelaki yang tak lain dan tak bukan adalah Arshaka itu kini berdiri tepat di hadapan nya dengan pandangan yang sulit di artikan.
"Minggir" geram nya rendah, Daisy menahan diri agar tak gelagapan mendengar suara Arshaka hingga memilih untuk diam tak bergerak.
Brak.
Dan suara Gedubrak itu kembali terdengar karna ulah Arshaka yang melempar tas nya pada sisi sebelah kanan bangku nya.
Daisy membuka mulut karna terkejut, jangan bilang jika ini adalah bangku Arshaka? What The..
Daisy menurunkan buku yang menutupi wajah nya, ia berdiri memperhatikan sekitar yang sudah menjadikan nya dan Arshaka tontonan, ia meringis pelan, memilih menyingkir untuk memberi space tubuh Arshaka lewat.
Daisy melarikan pandangan menuju bangku di sebelah nya, kursi kosong tadi sudah terisi dengan lelaki yang menolongnya tadi, dia juga lelaki yang sama dengan yang baru saja datang bersama Arshaka.
Astaga.. Daisy tak pernah berharap berada di posisi ini, pandangan nya kini menatap Pak Yuda yang mulai kembali mencari halaman yang sedang ia bahas tadi.
memberani kan diri, Daisy mengangkat tangan, tak hanya Pak Yuda yang mulai melihatnya bahkan setiap murid disana masih memperhatikan nya.
"kenapa e--siapa tadi?"
"Kara pak" itu bukan suara Daisy, melainkan lelaki yang sama yang tadi sempat berdebat dengan Bu Wati, lelaki itu terlihat meringis bahkan mendapat geplakan lengan dari teman sebangku nya.
"Oh iya, Ada apa Kara?" Kara mengerjapkan maniknya, ia melirik ke arah Arshaka yang terlihat dengan santai menatapnya seraya memicingkan mata.
Daisy bergidik melihat itu.
"Pak, apa tidak ada kursi lain?" manik Pak Yudha bergulir menatap Arshaka, nampaknya guru satu itu mengerti dengan ketakutan nya.
"Shaka, kamu keberatan Daisy duduk disana?" Daisy menggigit bibir bawah, tentu Daisy yakin Arshaka akan menyetujuinya.
"Gak" namun jawaban lantang dari Arshaka itu refleks membuat Daisy menatap tak terima ke arah Arshaka.
Dan apa yang Daisy lihat setelah nya, membuat nya yakin jika untuk kedepan nya, ia tak akan pernah mendapat kehidupan Sekolah seperti apa yang sudah tersusun di otak nya.
Arshaka.. Dengan senyum berbahaya nya.
****