webnovel

Crystal Pair

Sejak kecil, Liza tahu kalau dia berbeda. Liza diberkahi sepasang mata yang memiliki kemampuan aneh, yaitu melihat kristal cahaya gaib yang dimiliki oleh setiap manusia di dunia. Selama ini Liza mengira kristal cahaya itu tidak berarti apa-apa, sampai suatu ketika ia terseret dalam sebuah kejadian tak terduga. Sejak itulah Liza mendapatkan suatu fakta mencengangkan tentang kebenaran jati dirinya yang ternyata adalah seorang keturunan penyihir putih legendaris yang pernah hidup di zaman abad pertengahan bernama Adera. Konon penyihir putih legendaris itu adalah penyihir yang mampu mengendalikan tujuh cakra dalam tubuhnya untuk mengeluarkan sihir dengan fungsi tertentu. Salah satunya adalah cakra jantung, cakra yang berfungsi untuk cinta dan penyembuhan. Dan berkat kemampuan sihir yang dimilikinya, Liza mampu menyembuhkan manusia dari serangan magis dan juga menolong mereka untuk menemukan jodoh sejati hanya dengan melihat pola-pola kristal gaib yang dia lihat. Itu seperti menemukan dan menyatukan jodoh kepingan puzzle. Sampai suatu hari, Liza memiliki keinginan untuk mencari siapa pasangan jiwa menggunakan kemampuan sihirnya itu. Namun anehnya, Liza masih belum menemukannya hingga sekarang. Keberuntungan jodoh seolah tidak berpihak padanya. Alih-alih mencari pasangan, Liza malah dipertemukan terus dengan Chistone, pria misterius yang memiliki pola kristal jodoh yang tidak terbaca. Siapakah sebenarnya Christone? Bagaimana bisa kristal jodoh pria itu tidak bisa terbaca oleh Liza? Lalu apakah nanti Liza bakal menemukan jodohnya? Follow untuk info dan update cerita di : @fenlykim

Fenly_Arismaya · Fantasie
Zu wenig Bewertungen
235 Chs

Harga diri tidak bisa dibeli!

Christ menidurkan Liza tepat di ranjang besar di kamar itu setelah melepaskan ransel yang melekat di punggung perempuan itu. Tidak peduli apa isi ransel itu, Christ melemparnya begitu saja ke lantai seperti barang tidak berguna.

Dan tanpa membuang waktu lama, Christ langsung melakukan 'scanning' untuk melihat besarnya energi jiwa Liza. Juga untuk memastikan apakah benar kalau perempuan ini adalah perempuan berambut amber berenergi besar yang ia temui di Arlberg waktu itu.

Agar bisa melakukan scanning, Christ memejamkan mata sembari merentangkan satu tangannya di sepantaran perut Liza (tanpa menyentuh perut tersebut). Pusat pengendali energi jiwa manusia memang terletak di area perut. Sehingga dari situlah, Chris bisa merasakan aliran energi dan besarnya energi jiwa dalam tubuh Liza.

Namun anehnya setelah Christ cukup lama melakukan scanning, entah mengapa Christ tidak menemukan energi jiwa apapun di dalam tubuh Liza yang bisa diserapnya sebagai makanan. Biasanya, energi jiwa manusia yang terlihat oleh mata batin Christ akan terlihat berwarna kuning.

Sangat mengherankan. Padahal tadi perut Christ tiba-tiba memberontak ingin makan saat bertemu perempuan ini. Apa iya kemampuan membaca energi jiwa Christ tiba-tiba menghilang? Itu mustahil.

Dan kalau Christ tidak bisa menemukan energi jiwa itu, bagaimana bisa dia menyerap energi itu?

"Bagaimana mungkin manusia ini tidak punya energi jiwa sedangkan dia masih hidup?"

Christ menghela napas gusar, lalu sejenak menjauhkan tangannya dari perut Liza. Sedangkan dalam otaknya penuh dengan kecamuk pikiran, mencari tahu kemungkinan penyebab mengapa Christ tidak menemukan energi jiwa di tubuh perempuan itu.

"Atau mungkin ..."

Bola mata Christ lantas tidak sengaja menangkap sesuatu yang berkilau di daerah leher Liza. Seketika Christ menduga kalau di leher itu pasti ada semacam kalung. Dan sepertinya liontin kalung itu sengaja dimasukkan dan disembunyikan ke dalam baju.

Dan saat Christ mencoba untuk menarik tali kalung itu untuk mengeluarkan liontin dari baju Liza, tiba-tiba Christ merasakan pergerakan dan suara lenguhan dari tubuh perempuan itu.

"Uhh ..."

Liza yang baru saja terbangun itu perlahan membuka kelopak matanya dengan lembut.

"Dimana aku ... eh--?" Bola mata Liza spontan membelak lebar saat tahu ada seorang pria asing yang hendak menyentuh bagian dadanya.

"Astaga! Apa yang kau lakukan? Kau ingin memperkosaku ya?? Dasar pria cabul!!" histeris Liza panik.

Karena terlalu panik, Liza refleks mendorong bahu Christ hingga pria itu terhuyung ke belakang. Lalu Liza buru-buru bangkit dan menyilangkan tangan menutupi bagian dadanya.

"Pri--Pria cabul katamu??"

Reaksi Christ yang dituduh seperti itu tentu saja melotot marah. Christ memang sempat penasaran pada Liza, tapi dia hanya ingin mengambil energi jiwa Liza. Tidak pernah ada niatan di otak Christ untuk menyetubuhi perempuan berpenampilan yang 'jauh dari kata berkelas' itu.

Yah, walaupun harus Christ akui kalau Liza memang cantik, tapi bukan berarti Christ suka sembarangan memperkosa perempuan. Apalagi perempuan yang ingin Christ jadikan makanan.

"Jangan sembarangan kalau kau bicara! Siapa juga yang ingin memperkosa perempuan sepertimu!" bentak Christ yang merasa sangat tidak terima dengan tuduhan itu.

"Jangan bohong! Jelas-jelas aku melihatmu hendak menyentuh dadaku!" tuding Liza meninggi seraya menunjuk ke arah Christ.

"Apa??" Christ mengedipkan kelopak matanya cepat. Hampir tidak percaya dengan apa yang didengarnya. "Hei! Aku bukannya ingin menyentuhmu! Aku hanya ingin--"

"Jangan-jangan ..." Liza menunduk sambil meraba tali kalung miliknya. "Kau ingin memperkosaku lalu mencuri kalungku? Iya?"

"Hah???"

Makin geramlah Christ dengan tuduhan berlapis itu. Dia memang ingin menarik kalung itu, tapi hanya untuk memastikan sesuatu. Karena Christ mengira kalau kalung itu yang menjadi penghambatnya menyerap energi jiwa Liza. Walau sebenarnya Christ juga tidak begitu yakin dengan dugaannya itu.

"Kenapa diam? Berarti memang benar kan kalau kau ingin memperkosaku dan mengambil harta bendaku?" Tuduhan Liza semakin menjadi-jadi.

Christ menggeleng, menampakkan seringaian sinis kepada Liza. "Hoi hoi. Untuk apa mengambil harta bendamu, toh aku sudah kaya raya!"

Pria itu lantas mendekatkan wajahnya kepada Liza. Masih dengan senyum remehnya.

"Jangankan membeli kalung bodohmu itu. Bahkan tubuh dan jiwamu bisa kubeli kalau aku mau--"

PLAK!

Satu tamparan keras dari Liza mendarat sempurna dan langsung memotong ucapan racun dari pria itu.

"Dasar pria kurang ajar! Beraninya kau merendahkan aku seperti itu! Kau pikir aku perempuan murahan?"

Bukannya kaget atau marah terkena tamparan, justru Christ tertawa terbahak-bahak. Suaranya sampai membahana memenuhi seluruh ruang kamar.

"Hahaha! Kalau kau memang bukan tipe perempuan seperti itu, seharusnya kau tidak perlu marah sampai menamparku, kan?"

Pria itu semakin mendekatkan wajahnya hingga tersisa beberapa sentimeter saja dengan wajah Liza. Bersamaan dengan itu, satu telunjuk Christ perlahan naik dan membelai lekuk pipi Liza, lalu mendorong pipi itu dengan kasar, sampai membuat wajah Liza berpaling kesamping.

"Ugh! Kau--"

Belum sempat Liza menoleh untuk menyuarakan kalimat protesnya, gerakan tangan Christ lebih cepat mencengkram dagu dan menolehkan wajah Liza dengan kasar. Bisa Liza rasakan kekuatan cengkraman itu membuat napasnya mendadak tercekat.

Tatapan keduanya pun bertemu. Disaat itulah Christ mulai mengaktifkan kekuatan untuk menggoda Liza dengan cara menghidupkan auranya. Itu cara paling ampuh yang tidak pernah gagal untuk mempengaruhi manusia, terutama perempuan. Apalagi Christ memang dasarnya punya wajah rupawan yang pesonanya tak mampu ditolak.

"Kau ini ..."

Christ mengira Liza sudah terpengaruh oleh kekuatannya. Namun nyatanya perempuan itu justru membalas tatapan Christ dengan sorot mata yang membara, seiring dengan deru napas Liza yang semakin cepat akibat pergolakan emosi dalam dada yang kian membuncah.

"Jangan kira kau kaya raya, kau bisa berbuat seenaknya padaku!" bentak Liza seraya mencoba melepaskan cengkraman tangan Christ di dagunya.

Christ cukup terkejut dengan jawaban itu, namun beberapa saat kemudian pria itu pun terkekeh. Karena baru kali ini ada perempuan yang tidak terpengaruh oleh kekuatannya.

"Hahaha. Baiklah ..."

Kalau kekuatan itu tidak berhasil, Christ punya satu cara lagi yang pastinya tidak mungkin bisa ditolak oleh Liza atau siapapun orang di dunia ini.

Satu tangan Christ lantas merogoh kantong celananya untuk mengeluarkan selembar cek--yang tadinya cek itu hendak digunakan untuk membayar dua perempuan penghibur tadi.

Lalu Christ pun menunjukkan cek penuh deretan angka itu kepada Liza. Yang mana nominal di cek itu bisa digunakan untuk membeli satu pesawat terbang.

Christ yakin kalau Liza pasti tidak akan menolak yang satu ini. Perempuan suka uang, kan? Itu yang Christ tahu.

"Setelah melihat ini, apakah kau akan tetap berbicara seperti tadi, hum?" tanya Christ dengan seringaian tawa remehnya.

Liza menahan napasnya. Bukannya kaget dengan jumlah uang di cek itu, justru emosinya semakin naik.

Lalu tanpa peringatan, Liza melakukan tendangan yang cukup keras ke perut Christ.

DUAG!

"Argghh!"

Christ pun melepaskan cengkraman tangannya pada Liza karena merasakan sakit yang luar biasa akibat tendangan maut itu. Untung Liza tidak menendang 'aset berharganya' Christ.

Gila! Memangnya seberapa kuat tendangan Liza sampai membuat 'titisan iblis' kesakitan begitu?

Merasakan kekuatan tendangan Liza, Christ semakin yakin, kalau perempuan itu jelas bukan manusia biasa. Sama seperti dirinya.

"Itu pelajaran untukmu! Mau sebanyak apapun uangmu, kau tidak akan bisa membeli harga diriku!"

Setelah Liza terbebas dari cengkraman Christ, ia pun segera mengambil ranselnya dan meninggalkan kamar itu dengan langkah angkuh dan senyum penuh kepuasan. Liza bangga karena bisa menghajar laki-laki kurang ajar itu.

"Perempuan itu ... Bagaimana mungkin dia tidak tergoda olehku? Bahkan uang jutaan dollar ditolak? Ada apa dengannya? Apa dia gila?" geram Christ lirih sembari memegangi perutnya.

Untuk seorang pria tampan nan super kaya seperti Christ yang terkenal selalu bisa menarik para wanita tanpa ia meminta dan usaha lebih, tindakan Liza ini cukup melukai ego dan harga dirinya.

**

Bab 8. Cakra Jantung?

Christ masih tidak percaya kalau Liza betul-betul meninggalkannya. Yang Christ kira perempuan berambut amber itu hanya menggertak saja, nyatanya tidak. Liza keluar dan bahkan sudah sampai di lantai dasar hotel. Meninggalkan Christ seperti seorang pecundang yang habis ditolak cintanya.

Christ inginnya memerintah Jeremy untuk menyeret kembali perempuan itu ke kamar ini, supaya Christ bisa mencincang tubuhnya. Setidaknya kalau Christ tidak bisa mendeteksi dan mengambil energi jiwa perempuan itu, paling tidak dia bisa melampiaskan kekesalannya karena sudah dipermalukan seperti tadi.

Christ memang sangat bisa melakukan itu, tapi membunuh seorang perempuan yang tidak terdeteksi energi jiwanya itu rasanya percuma. Lagipula, Christ juga tidak ingin lebih jauh menjatuhkan harga dirinya lagi hanya untuk mengejar dan menangkap perempuan itu.

**

To be continued.