webnovel

Cotton Candy

Veli Lienandra, seorang yang periang dan pemilik senyuman manis, merupakan pribadi yang senang berteman dengan banyak orang. Di usianya sekarang adalah masa-masa jatuh cinta atau menyukai lawan jenis. Namun dirinya memegang satu prinsip. Yaitu, tidak mau memikirkan cinta-cintaan, takut sakit hati. Dibalik prinsip itu, dirinya menyimpan sebuah cerita yang mungkin membuat prinsip itu tumbuh. Neilson Arstevan, adalah orang yang Veli kagumi sejak pertama kali bertemu. Akhirnya mereka berdua menjadi teman yang begitu dekat. Di balik hubungan antara laki-laki dan perempuan, pasti salah satu atau dua-duanya menyimpan perasaan. Veli sendiri takut dengan hubungan dekat yang ia jalani bersama Neilson. Karena ia sadar bahwa dirinya jatuh cinta pada Neilson dan ini adalah pertama kalinya ia merasakan apa itu jatuh cinta. Apakah Neilson juga jatuh cinta pada Veli? Lalu, bagaimana dengan prinsip yang sudah dibuat oleh Veli? Bisakah hubungan dan kisah cinta pertama Veli dengan Neilson berjalan semanis cotton candy?

LaveniaLie · Teenager
Zu wenig Bewertungen
4 Chs

003. Apa Kamu Nomor 9?

Ngengg ....

"Ah itu ibuku sudah datang, aku pulang dulu," kata Veli buru-buru menghampiri ibunya. Daniel hanya bisa mengangguk dan berkata, "Baiklah, hati-hati di jalan." Veli dan ibunya pergi meninggalkan perkarangan sekolah, begitu juga dengan Daniel.

"Itu siapa Veli, yang bicara sama kamu tadi di pos satpam?" tanya ibunya.

"Hah? Oh dia, dia kakak kelasku, bu," jawab Veli cepat.

"Kakak kelas atau pacar?"

"Udah deh ibu, dia bukan pacarku, itu kakak kelas ku dan kami baru saja berkenalan." Ibunya tertawa melihat tanggapan putrinya yang seketika marah di godai seperti tadi. Sampainya di rumah, Veli segera mandi karena tubuhnya lengket dan cuaca sangat panas. Selesai mandi, Veli seperti biasa mengecek handphonenya untuk melihat info penting soal MPLS besok. "Besok para siswa siswi yang mengikuti MPLS harus mengenakan baju olahraga. Dan datang lebih awal, karena jam 7 kita ada acara untuk memeriahkan penerimaan siswa siswi baru, tahun ajaran 2019/2022, sekian dan terima kasih."

Veli segera mencari baju olahraganya, semenjak tamat SMP, ia menyimpan beberapa baju sekolahnya di dalam gudang. Dirinya cukup panik, takut jika bajunya sudah di gunakan ibunya untuk kain lap. "Ah akhirnya ketemu juga, untung belum di ambil ibu."

Malam harinya, ia sudah mempersiapkan apa-apa yang harus ia bawa besok di sekolah. Ia kemudian teringat dengan cokelat pemberian dari Daniel tadi pagi. "Waduh, cokelatnya pasti sudah cair sekarang." Ia membuka tasnya, untung saja tidak cair, hanya patah di beberapa bagian saja. Ia memberikan cokelat tersebut pada ibunya yang sedang asik menonton televisi di ruang keluarga.

"Dapat dari mana kamu? Tumben-tumbenan kasih ibu cokelat. Padahal tanggal 14 Februari udah lama lewat lho ...."

"Itu kakak kelas yang kasih."

"Oh begitu, ya sudah sana pergi tidur."

"Iya ibu." Veli kembali ke kamarnya, dirinya tidak begitu tertarik dengan cokelat. Matanya terpejam dan mimpi mulai datang.

***

"Veli, ayo bangun Veli ... Sudah pagi, nanti terlambat!" Tidak ada yang bisa mengalahkan teriakkan ibu di pagi hari. Suara teriakkannya bahkan bisa menyaingi suara dari alarm handphone. Veli terkejut dan segera pergi mandi. Untung saja ia tidak terlambat dan pergi di jam yang sama seperti kemarin. "Aroma parfummu cukup pekat Veli," kata ibunya sambil menutup hidung.

"Iya ibu, hari ini ada kegiatan, jadi aku menyemprotkan banyak sekali minyak wangi hehehe."

"Ya sudahlah, ayo berangkat." Sampainya di sekolah, Veli kembali bingung. Yang datang ke sekolah masih sedikit dan temannya, Mely belum kelihatan kepalanya. Ia kemudian berjalan ke taman, untuk mencari udara segar sembari menunggu Mely datang. Segerombolan siswa-siswa berjalan melewatinya, Veli memperhatikan satu persatu orang tersebut. Terlihat mereka semua dari kaum elit, jam tangan, tas, sepatu mereka jangan di ragukan lagi berapa harganya.

Telinga Veli kemudian tertuju kepada suara langkah berlari dari arah belakangnya. Ia menoleh dan melihat siswi yang kemarin sama-sama menunggu di pos satpam. "Hei bro," sapanya kepada segerombolan siswa-siswa tadi.

"Oh itu teman-temannya toh, ngeri juga," gumam Veli. Ia segera mengalihkan pandangan ke arah lain, agar tidak terfokus pada siswa itu.

"Veliii."

Hugg!

"Hehehe lama ya nungguin aku?" tanya Mely yang langsung memeluk Veli dengan erat. Saking eratnya, Veli jadi susah bernafas. "Lama bangettt, dari mana aja sih?" tanya Veli kesal.

"Dari kuburan, ya dari rumah lah. Rambutku susah di atur, makanya jadi lama," jelas Mely tersenyum.

"Oh begitu ...." Baru saja Mely ingin bertanya, tapi bel sekolah sudah berbunyi dan siswa siswi segera berkumpul di tengah lapangan, bersama-sama juga dengan OSIS. "Pasti ketemu lagi sama Kak Daniel, si Ketos, cieee Veli" kata Mely sambil menyenggol-nyenggol lengannya.

"Apaan sih, udah diem, nanti gak tahu apa mereka sampaiin."

"Selamat pagi semuanya," sapa Daniel selaku ketos. "Hari ini kita akan melakukan kegiatan senang-senang untuk penerimaan siswa siswi baru dan penutupan MPLS terakhir hari ini. Jadi kegiatan ini yang akan kita lakukan secara berpasangan, nama kegiatannya adalah compactness . Misinya adalah mencari kertas gulungan yang ada di sekolah ini, jika ketemu, segera kembali ke tempat awal. Satu pasangan, satu kertas, jangan di buka sampai di suruh buka, mengerti?"

"Mengerti," jawab semua siswa siswi MPLS. Salah satu anggota OSIS membawa toples besar berisi gulungan kertas putih. "Sebelum itu, kalian harus mencari teman kelompok dulu. Jadi di dalam toples ini ada gulungan kertas berisikan nomor. Jika misalnya, aku ambil kertas nomor 1, berarti aku harus mencari teman yang sama-sama bernomor 1, barulah kalian berdua menjadi dan mencari kertas gulungan di sekitar sekolah. Silahkan baris dan ambil satu gulungan kertas," kata Daniel lagi.

Semua siswa siswi segera berbaris mengambil gulungan kertas dalam toples tersebut. Veli sendiri tidak sabar dengan siapa ia akan berkelompok. Satu persatu anak sudah mengambil dan membuka gulungan kertas juga sudah bertemu teman kelompoknya. Sekarang giliran Veli mengambil gulungan kertas. Ia pun membuka kertas tersebut dan mendapatkan nomor 9.

"Sembilan? Kira-kira siapa ya?" Veli melihat sekelilingnya dan mulai berjalan kesana kemari menuju orang-orang yang masih belum menemukan kelompoknya. "Kamu nomor berapa?"

"Nomorku 144."

"Nomor 236."

"Nomor 299."

Veli sepertinya sudah pasrah dengan keadaan, akan sulit dan lama sekali untuk menemukan siapa yang akan jadi teman kelompoknya. Sedangkan Mely sudah bertemu ketemu dan mencari kertas gulungan di sekitar sekolah. Veli terduduk di sebuah bangku yang tidak jauh dari tengah lapangan.

"Sembilan?" Seseorang mengatakan kata sembilan tepat di depan Veli. Veli mengangkat wajahnya dengan berseri-seri. Orang yang akan jadi teman satu kelompoknya adalah siswi yang ia temui tadi pagi. "Apa kamu nomor 9?" tanya Veli yang bangkit dari duduknya. Siswa itu menjawab, "Ya, apa kamu nomor 9?" tanyanya dingin.

"Iya, aku nomor 9. Kemana sekarang kita harus mencari gulungan kertas?" tanya Veli sudah tidak sabaran.

"Oh kamu, ke taman sekolah saja." Mereka berdua berjalan ke arah taman, tanpa Veli sadari Daniel memperhatikannya dan memegang kertas bernomorkan 9 juga. Setelah mengetahui Veli mendapatkan nomor 9, Daniel langsung memutuskan untuk bergabung dalam kegiatan itu dan mengambil kertas kosong lalu menuliskan angka 9, agar bisa dekat dengan Veli.

Veli ingin sekali mengetahui namanya. Tapi sayang, seperti siswa itu cukup lihai dalam mencari sesuatu. Veli kembali mengurungkan niatnya dan mereka berdua kembali ke tempat awal. "Sekarang sudah dapat kertas gulungannya?" tanya Daniel bersemangat.

"Sudah!" jawab semua orang.

"Sekarang buka dan lihat apa isinya. Jika isinya zonk maka aman, jika mendapatkan tanda segitiga, harus joget, lingkaran harus menjawab pertanyaan, kotak harus nyanyi ...."

Dengan jantung berdebar-debar, Veli membuka kertas gulungan. Dan beruntungnya ia dan siswa tersebut mendapatkan zonk. "Yes!" kata siswa itu senang.