webnovel

Pergi Bersama

Tidak lama Chafiya datang dengan merunduk. Gadis yang sangat suka dengan warna merah jambu itu terlihat sangat anggun.

"Assalamualaikum ..." sapanya dengan lemah lembut dan merunduk.

"Waalaikumsalam."

"Oke mari berangkat. Bismillah," ajak Gus Azmi. Chafiya masuk ke kursi kedua.

"Hati-hati ..."

"Alhamdulillah mulai ada sinyal," goda Gus Azmi.

"Sinyal bagus kok Gus," kata Alif yang lalu duduk di depan samping Gus Azmi.

"Alhamdulillah ... santai saja ya Mas, dalam perjalanannya," ujar Gus Azmi.

"Iya Gus, Alhamdulillah saya menikmati perjalanan ini." Alif sangat antusias. Pemuda tampan dengan tatapan elang itu memandangi, pemandangan dari luar mobil.

"Alhamdulillah ...." Gus Azmi memandang Chafiya sejenak dari kaca spion. "Fiya, diam saja. Ayo ngobrol apa gitu ..." ledek Gus Azmi.

"Ehem. Cha, aku pernah dengar kamu menulis kisah anak batu, bersediakah menceritakannya? Maaf aku tidak membaca, bersedialah?" tanya Alif memandang singkat gadis bercadar lewat spion di atasnya. Inilah kali pertamanya Chafiya dipanggil Cha.

Ada rasa tak karuan yang menghiasi sanubari gadis yang duduk di belakang.

"Yes! Ayo Fiya, aku ingin dengar," ucap Gus Azmi bersemangat.

"Gus saja yang menceritakan."

"Fiya, masa boleh seperti itu. Ayolah ..." bujuk Gus Azmi.

Chafiya pun menceritakan.

***

Chafiya selesai bercerita dan membuat Alif sangat kagum serta merasa tak pantas untuk Chafiya. Mobil berhenti di depan toko buku, Chafiya pun pamit untuk masuk. Dan Gus Azmi pamit ke toilet.

Mas aku ke kamar mandi lagi ya," pamit Gus Azmi.

Alif mengangguk dan Gus Azmi terlihat sangat terburu-buru. Alif melihat sekitar, bolamatanya membulat. Dia segera turun dari mobil. Langkah Alif panjang dan sedikit berlari.

"Ya Allah Nek," kata Alif yang lalu menuntun wanita keriput yang tengah kebingungan. Alif membantunya duduk.

"Kamu siapa?"

"Ya Allah luka di kaki nenek harus segera diobati, Nenek tunggu di sini ya," kata Alif yang lalu menoleh kesana kemari. Dia segera berlari setelah melihat apotik.

Tidak lama dia datang dan segera duduk di bawah sambil membersihkan luka nenek itu. Dari kejauhan Chafiya melangkah dan memperhatikan Alif yang sangat peduli.

Tidak dapat dipungkiri jika Chafiya terharu dengan apa yang dilihatnya. Chafiya berjalan menghampiri Alif.

"Ibu ... alhamdulillah. Ya Allah, ibu kenapa? Mas terima kasih ya, maaf ibu saya sedikit pelupa," kata seorang pria.

"Yadi ... dia sangat baik, dia membelikan obat untuk ibu," kata nenek itu memuji Alif. Seketika putra nenek itu mengambil dompet.

"Mas, dijaga baik-baik ibu nya," ucap Alif. Pria itu memberikan uang, Alif menghindar.

"Jangan tolong, buat nenek saja ya," pinta Alif menolak dengan sangat halus.

"Terima kasih banyak ya Mas," kata anak dari nenek itu dengan suara haru, lalu menuntun sang nenek. Alif segera duduk Chafiya menghampirinya.

"Sudah selesai?" tanya Alif. Chafiya mengangguk. Alif menepuk kursi, Chafiya duduk. Mereka berjarak satu meter setengah.

Alif dan Chafiya mengobrol. Mendengar semua penuturan Chafiya dan kisah-kisah yang ingin didengar oleh Alif. Membuat Alif memandanginya penuh kagum, suara dari tukang es krim keliling membuat Alif menoleh. "Sedang puasa atau tidak? Kalau tidak mau es krim?" tanya Alif.

"Tidak puasa, boleh rasa vanila," kata Chafiya dengan merunduk.

"Aku juga suka vanila, oke tunggu," ucap Alif yang berjalan cepat.

Kedua insan menikmati es krim, Chafiya mengangkat cadarnya dan sedikit membelakangi Alif.

"Dik Cha, aku hanya tahu bagaimana kisah salat hingga menjadi lima waktu."

"MasyaAllah ..." kata kagum Chafiya.

"Mau dengar?" tanya Alif.

"Tentu," jawab Chafiya.

"Aku dulu pernah membaca, aku tidak sehafal kamu, jadi aku bacakan saja ya."

"Silahkan."

"Syekh Sulaiman Al-Bujairimi menyebutkan hikmah di balik keringanan dan pengurangan waktu shalat dari 50 ke lima waktu shalat dalam sehari semalam pada malam Isra' dan Miraj. Al-Bujairimi mencoba memancing dengan pertanyaan, "Bukankah Allah sudah tahu bahwa kewajiban shalat pada akhirnya berjumlah lima waktu. Lalu untuk apa awalnya diwajibkan 50 kali?"

Artinya, "Jika ada pertanyaan, 'Dalam ilmu Allah yang azali, shalat hanya lima waktu. Lalu apa hikmah membuat waktu shalat pada malam Isra' dan Mi'raj menjadi 50 waktu?" jawabnya, Allah tetap mewajibkannya 50 waktu yang dalam ilmu-Nya azali shalat tetap lima waktu untuk menyatakan kemuliaan Nabi Muhammad SAW melalui penerimaan syafaatnya dalam hal keringanan jumlah shalat dalam sehari semalam." (Syekh Sulaiman Al-Bujairimi, Hasyiyatul Bujairimi alal Khatib, [Beirut, Darul Fikr: 2007 M/1427-1428 H], halaman 381)

Negosiasi jumlah shalat dalam sehari semalam, kata Al-Bujairimi, menunjukkan ketinggian derajat Nabi Muhammad SAW di sisi Allah. Pengurangan waktu shalat dari 50 ke 5 waktu shalat dalam sehari semalam menjadi bukti kebenaran syafa'at Rasulullah SAW bagi umatnya. Tanpa syafaat tersebut, niscaya umatnya akan terjatuh dalam kesulitan. Benar juga," pikir Sabrina dengan menghentikan membaca untuk minum.

"Peristiwa Isra' dan Mi'raj dengan pengurangan waktu shalat merupakan bukti kepedulian Rasulullah SAW, bukti kekuatan syafaat Rasulullah di sisi Allah. Masya Allah Rasulullah ... sangat mencintai umat." Chafiya masih terkagum.

"Kamu benar. Beliau selalu ingat umati umati ... tapi aku sering tersesat di kala rasa senang datang, lalu aku meninggalkan salawat. Ya Allah. Lanjut lagi Mbak, bukti manfaat syafaat Rasulullah SAW bagi umatnya di dunia, dan lebih-lebih kelak di akhirat. Bagi Al-Bujairimi, kewajiban shalat 50 waktu yang Allah berikan pada awalnya bukan hal sia-sia. Allah dari azali memang sudah mengetahui pada akhirnya kewajiban shalat bagi umat Nabi Muhammad SAW hanya berjumlah lima waktu. Adapun penawaran 50 waktu menyimpan hikmah luar biasa yang menunjukkan kebesaran dan kemuliaan Nabi Muhammad SAW di sisi Allah. Shalat merupakan ibadah terdahulu, yang juga dilakukan oleh nabi-nabi sebelum Nabi Muhammad, namun, di masa Nabi Muhammad lah semuanya gerak dan doa dalam shalat terkumpulkan, mulai dari berdiri, ruku' hingga sujud dan duduk. Fakta sejarah bahwa shalat sudah dikerjakan oleh nabi-nabi terdahulu dapat kita simak pada tulisan Almaghfurlah Muhammad Said Ramadhan al-Buthi dalam Fiqh Sirah Nabawiyah (Damaskus: Dar al-Fikr, 1426 H), hal. 109:

"Sebelum pensyariatan shalat, nabi terdahulu melakukan shalat masing-masing 2 rakaat di pagi dan sore hari sebagaimana dilakukan oleh Nabi Ibrahim 'Alaihissalam." Fakta tersebut juga didukung oleh beberapa ayat Al-Qur'an seperti dalam Surat Maryam ayat 55 yang menggambarkan tentang shalatnya Nabi Ismail alaihissalam:

"Dan dia (Ismail) menyuruh keluarganya untuk melaksanakan shalat dan zakat, dan ia adalah seorang yang diridhoi disisi Tuhan-Nya"

Juga Surat Maryam (31) yang menggambarkan tentang shalatnya Nabi Isa alaihissalam: "Dan Dia (Allah) memerintahkan kepadaku (Isa) (mendirikan) shalat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup,". Mengacu pada keterangan tadi, sebelum pensyariatan shalat, Nabi Muhammad juga sebenarnya sudah rutin melakukan shalat di pagi dan sore hari. Hal tersebut juga diperkuat dengan Surat Al-Mu'minun ayat 31: "Dan sucikanlah (shalatlah) dengan memuji Tuhanmu, di waktu sore dan pagi hari." Perintah shalat 5 waktu kemudian diberikan oleh Allah kepada Nabi Muhammad dalam peristiwa Isra dan Mi'raj, yang terjadi sekitar 18 bulan sebelum peristiwa hijrah.

Peristiwa tersebut terekam dalam hadits Nabi riwayat Bukhori (No. 342) dan Muslim (No. 163): "Bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Loteng rumahku terbuka saat aku berada di Makkah, kemudian Malaikat Jibril turun, kemudian ia memegang tanganku dan mengangkatku ke langit kemudian Allah memfardlukan shalat 50 waktu pada ummatku, maka aku kembali lagi, dan Dia (Allah) berfirman: "Shalat 5 waktu itulah (pahalanya sama dengan) shalat 50 waktu, tidak akan tergantikan lagi pernyataanku."

Sejak saat itulah shalat 5 waktu sehari semalam difardlukan bagi umat Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam. Shalat 5 waktu yang pahalanya sama seperti shalat 50 waktu. Demikian penjelasan tentang sejarah shalat.

Shalat adalah ibadah yang dipersembahkan kepada Allah SWT sebagai wujud rasa syukur seorang hamba agar mendapat ridha dan rahmat-Nya. Shalat juga adalah sebagai sarana komunikasi untuk bermunajat kepada Allah, dan merupakan bentuk dialog antara seorang hamba dengan Sang Khaliq. Kalau ditanya, apa yang paling Islam dalam agama Islam? Jawabannya adalah shalatnya. Shalat merupakan rukun Islam setelah seorang berikrar mengucapkan dua kalimat syahadah (bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad adalah utusan-Nya).

Shalat dikatakan paling Islam, karena beberapa ibadah dalam Islam merupakan akulturasi budaya dari agama sebelumnya. Secara dhahir, seseorang dikatakan muslim jika ia melakukan shalat (shalat fardu, lima waktu). Perintah diwajibkannya melaksanakan shalat merupakan yang istimewa dibandingkan dengan beberapa kewajiban lainnya dalam Islam. Ketika Allah hendak memerintahkan shalat kepada umat Islam, lalu Nabi Muhammad SAW dipanggil langsung untuk menghadap kepada-Nya guna menerima perintah shalat. Peristiwa ini kita kenal dengan isra' dan mi'raj. Tetapi kewajiban yang lain seperti puasa, zakat, berhaji (bagi yang mampu) melalui perantara malaikat Jibril. Itulah satu keistimewaan perintah shalat. Secara substantif, ketika Allah hendak memerintahkan shalat caranya adalah dengan cara memanggil Nabi Muhammad menghadap-Nya, yang menandakan tidak ada tabir (penghalang, jarak) antara Allah dan Nabi Muhammad, maka sesungguhnya pula bahwa shalat adalah merupakan media komunikasi (interaksi langsung) antara seorang hamba dengan sang Khaliq."