webnovel

Kesombongan Seorang Gundik (3)

"Pelayanan kalo memuaskan mana mau yang lain," ucap Rara sensual.

Tio bergidik ngeri mendengar ucapan Rara. Dasar gundik ga tahu diri dan kepedean. Cantik karena oplas sok berkuasa dan sok hebat. Buat jadi pramugari aja ga masuk kualifikasi dan IQ jongkok. Bangga pula jadi selingkuhan. Tio memaki Rara dalam hati.

Jika bukan karena unsur manfaat Tio ogah berteman dengan cewek ga tahu malu dan ga punya harga diri kayak Rara.

"Incess lo lagi dimana?"

"Gue lagi dijalan menuju rumah sakit."

"Incess hati-hati dijalan ya. Titip salam buat Pak Gunawan. Semoga Pak Gunawan cepat sembuh."

"Hmmmm."

"Gue tutup telpon dulu ya Incess cantik. Semoga hari lo menyenangkan."

Lima belas menit kemudian Rara sudah sampai di rumah sakit. Ia segera menuju ruang VVIP tempat Gunawan dirawat. Rara bak orang kesetanan berjalan menuju kamar perawatan Gunawan. Tanpa permisi Rara langsung menerobos kamar Gunawan.

Gunawan yang sedang dikunjungi para direksi TA dan para pejabat lainnya. Para direksi hanya menatap tajam pada Rara. Mereka memaki sikap Rara yang tak tahu malu. Jadi gundik gayanya seperti nyonya rumah.

"Maaf saya pikir ga ada tamu," kata Rara tanpa beban. Ia mendekati Gunawan. Para direksi terpaksa mundur teratur memberi jalan untuk Rara.

"Dad. Gapapa?" Tanya Rara dengan ekspresi sedih.

Tanpa malu Rara memegang tangan Gunawan dan mengeluskan tangan Gunawan ke pipinya.

Para direksi berusaha menjaga sikapnya seolah tak terjadi apa-apa. Mereka sebenarnya jijik dengan kelakuan Rara tapi mau bagaimana lagi. Rara gundik direktur utama. Bisa apa mereka? Jika mereka memperlihatkan ketidak sukaannya jabatan mereka jadi taruhan. Rara pernah mutasi seorang direksi karena baper.

Gunawan menatap para direksi. Gunawan memberi sinyal supaya mereka pergi meninggalkan mereka berdua.

"Baiklah Pak. Semoga Bapak cepat sembuh dan beraktivitas kembali." Tama, salah seorang direktur berpamitan.

Semua tamu berpamitan pulang. Mereka pergi meninggalkan Rara dan Gunawan. Setelah suasana menjadi sepi. Rara mengunci kamar Gunawan.

"Daddy aku takut." Rara berlari ke pelukan Gunawan dan menangis sendu

"Udah. Saya gapapa kok." Gunawan mengusap punggung Rara.

Rara melepaskan pelukannya dan duduk disamping Gunawan. Rara mengelus dada bidang Gunawan.

"Kenapa bisa begini Dad? Ketika kita berpisah keadaan Daddy baik-baik saja. Kenapa kepala Daddy dapat jahitan seperti ini?" rengek Rara manja menunjuk kepala Gunawan yang telah dijahit.

"Udah hapus air mata kamu. Hidungnya gimana? Bukannya kamu harus perawatan? Kenapa muncul disini?" Gunawan balik menanyai Rara.

"Hidung aku gapapa dad. Aku kesini khawatir. Berapa jahitan daddy?"

"Kalau tidak salah lima jahitan."

"Banyak sekali dad," ucap Rara hiperbola. Rara meniup-niup kepala Gunawan supaya rasa sakitnya berkurang.

"Gapapa kok. Sekarang saya udah sembuh. Tunggu pemulihan aja. Kamu temani saya?"

"Tentu saja dad. Aku akan selalu berada disamping daddy. Eh aku ingat nanti malam bakal terbang ke Amsterdam."

"Batalkan! Ganti sama pramugari lain!" Titah Gunawan otoriter.

"Baik daddy. Buat daddy apa yang enggak." Rara bermanja-manja dengan Gunawan. Rara menelpon VP (Vice President) karena tak bisa terbang malam ini karena menemani Gunawan.

"Dad."

"Hmmmm." Gumam Gunawan pelan.

"Kenapa Tatjana bisa melukai daddy seperti ini?"

"Darimana kamu tahu jika Tatjana yang melakukan ini semua?"

"Dad jangan lupa ini TA. Informasi cepat beredar. Daddy sakit kayak gini se-Indonesia udah tahu. Kenapa daddy bisa babak belur kayak gini?"

"Tatjana marah karena kejadian tadi pagi di rumah. Dia marah besar dan ancam saya buat ninggalin kamu."

Rara melonjak kaget. Ia tak terima jika ditinggalkan. Jika Gunawan meninggalkannya berarti ia tak memiliki kekuasaan lagi di TA. Ia tak akan diperlakukan seperti ratu. Rara tak siap menghadapinya.

"Dad. Jangan pernah tinggalin aku. Aku sayang banget sama daddy. Aku ga bisa hidup tanpa daddy." Rara merajuk manja seraya memeluk lengan Gunawan.

"Tatjana kurang ajar banget sama daddy. Anak durhaka dia." Rara menghasut Gunawan untuk membenci anaknya sendiri.

"Sebagai seorang anak dia tidak berhak mencampuri urusan pribadi ayahnya. Ini karena Irma ga becus urus anak makanya Tatjana barbar kayak gini. Berani sekali dia melakukan ini pada daddy. Kasih dia pelajaran. Jangan sampai harga diri daddy diinjak lagi sama Tatjana. Jangan hanya Tatjana aja kasih pelajaran. Aku yakin ada andil Irma disini. Kalo bukan hasutan dia ga mungkin Tatjana nekat kayak gini. Yang aku dengar Tatjana itu anak baik dan santun."

Gunawan mengepalkan tangan emosi. Ia termakan hasutan Rara. Entah apa yang diberikan Rara hingga Gunawan selalu mendengarkan provokasi dan pengaduan Rara.

"Saya akan memberi mereka pelajaran," ucap Gunawan penuh amarah.

"Kalo perlu jangan kasih nafkah buat Irma. Biar dia kapok dan ga berani bantah daddy lagi. Dia mana bisa hidup tanpa uang daddy."

"Kamu benar sayang. Aku akan melakukan seperti yang kamu katakan." Gunawan memeluk Rara erat.

"Dasar gundik ga tahu malu," maki seorang gadis muda tiba-tiba muncul di kamar perawatan Gunawan.

Gunawan dan Rara melepaskan pelukan mereka. Gunawan mengucek matanya memastikan ia tak salah liat.

"Tatjana," panggil Gunawan lirih.

Tatjana memandang tajam Rara. Matanya bak mata pisau yang siap mengiris wajah oplas Rara. Jadi ini sosok sang gundik? Tatjana memandangi Rara dari ujung kepala sampai ke ujung kaki.

Tatjana berdecih meremehkan Rara. Ternyata selera Papinya sangat rendah. Rara tak berani menatap Tatjana. Sorot tajam dari Tatjana membuat nyalinya ciut. Tatjana berbeda dengan Irma. Tatjana sosok yang kuat dan tidak lemah seperti Irma. Jika Gunawan saja keok apalagi dirinya.