webnovel

Nostalgia Kenangan Lama

Mobil tua berwarna silver itu pun telah meluncur dengan begitu mulusnya dan tidak berapa lama kemudian telah berhenti di sebuah mini market. Jade segera berbelanja begitu banyak kebutuhan rumah tangga terutama sembako dan beberapa peralatan tulis serta vitamin serta sedikit obat – obatan.

"Kita beli ini semua untuk apa Jade? Kamu mau mengajakku piknik?"

"Udah…ikut aja. Ntar kamu juga tau. Yang jelas ini akan lebih seru daripada sekedar piknik," ujar Jade seraya mengedipkan sebelah matanya kepada Ivory hingga membuatnya mendengus kesal.

Setelah menyelesaikan transaksi berbelanjanya, akhirnya mobil tua itu kembali meluncur dan mengantarkan mereka ke sebuah panti asuhan yang berada di sebuah suburban yang berjarak sekitar dua jam dari perkotaan. Baru kali ini gadis itu melihat pemandangan yang tidak biasa dilihatnya. Jalanan panjang yang dipenuhi oleh hutan dan pepohonan lebat yang tidak banyak dilalui oleh orang – orang, namun langit yang cerah hari itu seakan menjadi suatu panorama yang begitu indah bagi gadis yang sedang menatap ke samping jendelanya.

"Aku akan sering – sering bawa kamu keluar jalan – jalan seperti ini kalo kamu mau."

"Thanks Jade. Aku belum pernah aja jalan – jalan sampai sejauh ini. Kita masih jauh ya?"

"Sebentar lagi juga sampai. Yang sabar ya sayangku," ujar Jade sengaja mengacak – acak rambut gadis kecil itu, membuatnya mendecak kesal.

Jade sepertinya sudah terbiasa menebak ataupun memang sudah pernah berkunjung ke tempat tersebut sehingga membuatnya begitu mengingat detail waktu dan benar saja mereka akhirnya telah tiba di sebuah rumah tua yang tidak terlalu besar dan berisikan penghuni yang mayoritasnya adalah anak – anak kecil dengan keadaan yang kurang beruntung dan hampir kurang perawatan. Anak – anak kecil yang telah tumbuh besar dengan berbagai karakter. Sekeluarnya dari pintu kemudi, Jade terlihat sedang memanggil seorang pengurus lelaki tua yang raut wajahnya terlihat seperti sudah termakan usia dan segera bersalaman dengannya lalu terlihat ia sedang membungkuk dan menurunkan beberapa sembako untuk diberikan kepada lelaki tua tersebut dan ia segera meminta seorang anak remaja yang terlihat lebih besar dari mereka untuk membantunya mengangkat beberapa dus barang – barang yang telah dibelinya di mini market tadi. Tidak berapa lama kemudian, beberapa anak – anak kecil telah datang menyerbu dan memeluk tubuh kurus pria tersebut yang segera disambutnya dengan penuh kehangatan. Pemandangan menarik itu seakan menyedot perhatian Ivory yang sedari tadi hanya berdiri mematung di sebelah pintu mobil dan tidak menyadari bahwa Jade telah memanggilnya.

"Hei…Ivy, kamu ngapain, kok bengong aja? Kamu kecewa ya karna kita bukan piknik dan kuajak ke tempat seperti ini."

"Ah, nggak kok. Siapa bilang. Aku kan belum pernah melihat tempat seperti ini. Jadi aku tadi lagi ngeliat sekeliling."

"Ohh…kirain kamu ngambek. Kalo gitu sini, nanti setelah selesai akan kuajak kamu berkeliling ya," Jade yang kini memahami mengapa gadis tersebut masih melongo dan melihat ke sekeliling itu, lalu segera merangkulnya dan mengajaknya untuk memasuki pintu utama bangunan tua kecil yang sudah terlihat usang tersebut dengan tulisan di atasnya "Hope Foundation".

Sesampainya di dalam, Ivory diajak oleh Jade untuk bertemu dan berkenalan dengan ketua pengurus panti yang merupakan seorang wanita paruh baya yang berpakaian ala biarawati dan terlihat sedikit tua dengan mata kecilnya yang terlihat sayu sedang menyambut kedatangan kedua tamu tersebut.

"Hai Jade, kamu gimana kabarnya? Sepertinya udah lama banget ya, gak pernah main lagi ke sini?" ujar wanita itu.

"Ah, kabar baik Bu, senang sekali rasanya bisa ketemu lagi dengan ibu. Maaf, karna kesibukan dan berbagai kejadian yang menimpa keluarga kami, membuatku gak sempat untuk mampir ke sini. Ini karna lagi cuti kerja, jadi saya menyempatkan waktu sebentar untuk ketemu ibu, bapak dan anak – anak. Ibu sendiri gimana kabarnya, juga Pak Harry dan anak – anak?"

"Baik juga nak. Kabar Pak Harry ya seperti yang kamu lihat tadi, sudah lebih tua dan yah, kamu tau sendiri gimana kalo ingatan seseorang sudah mulai menurun. Ngomong – ngomong ini kekasihmu ya? Akhirnya nak, ibu bahagia sekali lihatnya."

"Oh iya Bu, kenalin ini Ivory. Iv, ini Ibu Esther, pemilik sekaligus ketua pengurus yayasan ini," ujar Jade seraya memperkenalkan kedua wanita itu satu sama lainnya dan Ivory pun segera menyalami wanita itu seraya tersenyum untuk memperkenalkan diri.

"Maaf kalo dia masih sedikit canggung ya bu, maklum baru pertama kali dia ke sini. Jadi aku sekalian mau izin dulu sama ibu untuk mengajaknya berkeliling nanti."

"Gak perlu sungkan dan minta izin segala nak, kan kamu dulu udah sering juga main ke sini, jadi anggap aja seperti rumah sendiri ya. Kalian berkeliling saja dulu, ibu mau siapin makan siang untuk anak – anak terlebih dahulu, nanti sekalian aja makan di sini dulu ya. Gak buru – buru mau pulang kan?" ujar Esther.

"Ah nggak kok bu. Aduh maaf banget kami jadi repotin ibu ya," ujar Jade merasa bersalah terhadap Esther yang segera menggelengkan kepalanya menandakan bahwa ia tidak pernah merasa direpotkan oleh kedua anak muda tersebut.

"Kamu udah sering banget ke sini ya Jade?" Tanya Ivory membuka pembicaraan untuk memecah kesunyian diantara mereka ketika sedang berjalan berkeliling di depan halaman rumah kecil yang terlihat tidak begitu luas tersebut, namun masih bisa memuat anak – anak dalam jumlah banyak yang sering berolahraga dan bermain sepak bola di sana.

"Iya Iv, dulu teman baikku sering mengajakku bermain di sini, karna dia pernah menjadi salah satu penghuni panti ini dimasa kecilnya sebelum dia diadopsi oleh keluarganya di perkotaan. Tapi udah lama aku gak pernah ke sini lagi karna rasa traumaku setelah kehilangan dia."

"Memangnya kenapa kamu bisa kehilangan dia?"

"Udah gak ada. Dia mengidap penyakit kanker stadium lanjut dan bahkan dia masih sempat mengajakku untuk ke sini terakhir kalinya sebelum dia meninggal."

"Cewek ya? Kok kamu gak pernah cerita sebelumnya?"

"Bukan. Namanya Matthew. Aku jarang berteman dengan cewek, aku udah pernah memberitahumu soal ini bukan? Soal Matthew iya, aku memang gak pernah cerita karna aku saat itu gak bisa menerima kepergiannya. Sama seperti kamu saat ini, merasa kesulitan untuk mengikhlaskan kepergian seseorang yang sangat berarti dalam hidup kita, apalagi dia udah kuanggap seperti saudaraku sendiri. Lalu aku kembali merasakan kehilangan itu saat kamu pergi meninggalkanku. Dunia ini terasa begitu hampa. Aku sendirian, gak punya siapa – siapa kecuali mama, namun pada akhirnya beliau koma, membuatku begitu ketakutan menghadapi semuanya sendirian. Ingin rasanya aku berteriak pada dunia yang gak adil terhadapku. Jikalau aku bisa memilih, aku lebih memilih untuk gak terlahir di dunia dan memiliki orang tua seperti orang itu. Tapi aku sadar, bahwa aku gak bisa selamanya begitu terus, karna hidup terus berjalan dan gak pernah berhenti hanya karna kita kehilangan seseorang itu. Apalagi, jika kita masih memiliki tanggung jawab ataupun orang terdekat yang masih mempedulikan dan menyayangi kita. Makanya ketika kondisi mama sekarat seperti itu, aku harus berusaha untuk bertahan, tanpa mempedulikan lagi apa yang kurasakan saat itu…" ujar Jade lirih, membuat Ivory yang melihatnya seketika bisa merasakan rasa sakit yang mendalam. Perasaan yang pernah dirasakannya sebelumnya ketika ia meninggalkan Jade hingga bayangannya terus memenuhi pikiran gadis itu meskipun kala itu sedang bersama Robin. Ivory segera menggenggam jemari pria muda itu seraya menyandarkan kepala pada bahu yang cukup bidang.

"Sungguh, aku minta maaf Jade, aku gak pernah tau kalo kamu sampai harus melewati masa – masa itu juga. Sepertinya nasib kita kurang lebih sama dan ternyata selama ini ketakutan, kekhawatiran dan kekecewaanku sungguh nggak beralasan. Tapi kamu gak sendirian lagi sekarang, sebentar lagi kamu akan segera jadi anak asuh paman dan bibi. Mama pun selama ini udah anggap kamu seperti anaknya sendiri. Jadi kamu gak usah merasa kesepian lagi."

"Dan aku masih memilikimu disampingku. Itu udah lebih dari cukup bagiku dan harapanku untuk hubungan kita ke depannya masih sama Iv," ujar Jade menatap lurus ke depan dan mengusap jemarinya pada jemari Ivory seakan ia tidak ingin melepaskan tangannya dari cengkeraman tangan gadis itu. Tiba – tiba, tanpa sengaja sebuah bola yang sedang dimainkan oleh anak – anak di sekitar sana melayang tepat di bahu belakang Jade hingga ia menjerit kesakitan. Salah seorang anak kecil yang sedang mengejar bola segera berlari untuk mendapatkan kembali bola tersebut dari Jade lalu mengajaknya bermain. Bukannya marah, pria itu justru menasihati anak kecil tersebut lalu menerima tawaran permainan tersebut seraya menarik lengan gadis itu untuk ikut dengannya.

Peluh keringat telah membasahi tubuh kedua insan tersebut setelah permainan bola dengan anak – anak itu usai dan kini telah berkumpul bersama anak – anak tersebut untuk menikmati hidangan sederhana yang telah disajikan. Ivory menatap haru melihat lahapnya anak – anak yang sedang menikmati hidangan sederhana tersebut, meskipun ia belum pernah mencicipi makanan yang terlalu ala kadarnya seperti itu. Jade yang melihat Ivory belum menyentuh makanannya merasa khawatir.

"Kenapa lagi? Kok belum makan? Apa karna makanan ini…" seakan bisa menebak apa kelanjutan dari perkataan pria tersebut, Ivory segera memotong pembicaraan.

"Hah, nggak, aku nggak apa – apa, aku cuma lagi senang aja lihat anak – anak ini makan dengan begitu lahapnya," ujar Ivory seraya menyuap makanan yang sedari tadi telah dibiarkannya, membuat Jade tertawa kecil melihat tingkah lucu gadis itu.

Ruang makan itu segera dipenuhi oleh canda tawa anak – anak dan perbincangan keempat orang dewasa itu mengenai berbagai hal. Namun, tiba – tiba suasana mendadak berubah menjadi tegang tatkala Jade melihat seorang gadis tunanetra yang begitu dikenalnya sedang berjalan keluar dari sebuah kamar yang terletak tidak jauh dari ruangan tersebut. Gadis yang selama ini dicarinya, dan kini mengapa ia harus bertemu gadis itu dalam keadaan yang berbeda.