webnovel

Heran

Nizam membuka pintu melalui remote control apartemennya. Begitu pintu terbuka, dari luar Cyntia langsung menghambur masuk. Matanya melirik kesana sini dan dengan segera dapat menemukan Alena yang sedang duduk di sofa.

"Alena.. honey.. . Bagaimana keadaanmu?? Apa yang terjadi padamu?" Cyntia bertanya bertubi-tubi bagai peluru yang ditembakkan dalam keadaan perang.

"Wow.. wow.. tenang Cyntia. Aku baik-baik saja. Kamu tidak usah khawatir." Alena memeluk Cyntia yang kelihatan sangat panik.

"Aku sangat ketakutan Alena.. Katanya Ayahku kecelakaan, Aku begitu panik dan langsung histeris apalagi handphone ayah dan ibuku tidak aktif. Akhirnya Aku berhasil menghubungi kakakku yang tinggalnya tidak jauh dari rumah orang tua ku. Sehingga Ia bisa langsung ke sana dan melihat kondisi Ayah. Ternyata Ayahku baik-baik saja. Dasar bedebah orang yang mempermainkan perasaan orang lain." Cyntia berbicara tiada henti.

"Ketika Aku kembali sekitar satu jam kemudian. Aku tidak melihat dirimu.. Aku pikir Kamu pergi dengan Edward. Aku pun duduk menunggu. Aku mencoba meneleponmu ternyata tas mu tertinggal di kursi. Pas aku mau menelepon Edward ternyata HP ku pun mati karena kehabisan batre. " Cyntia terengah-engah. Cyntia melihat seseorang menyodorkan segelas air dingin. Dengan suka cita Cyntia mengambilnya lalu langsung meneguknya sekaligus. Ia memang sangat kehausan.

"Terima kasih" Katanya sambil memberikan gelas kosong pada orang itu sambil melirik kepadanya.

"Oh My God... " Cyntia berteriak kaget sambil berdiri lalu menatap orang yang menyodorkan minuman kepadanya adalah Nizam. Ia benar-benar bagai melihat hantu di siang bolong.

"Jadi yang menolongmu itu adalah Kau Nizam. Orang-orang itu tadi memintaku untuk pergi menemui Alena. Katanya Kamu dalam bahaya tapi sudah ada yang menolong. Dia lalu tidak mengatakan apa-apa lagi. Dan ketika Aku tidak mau ikut dengannya, aku hampir diseretnya. Karena khawatir denganmu Aku pun bersedia naik ke mobilnya sambil komat-kamit berdoa semoga kita baik-baik saja. Aku memegang tas mu Alena sambil bertanya-tanya. Kalau ternyata kamu pergi bersama Edward. Mengapa kamu meninggalkan tasmu di meja. Berarti benar Kamu dalam bahaya." Cyntia kembali nyerocos.

"Ya Tuhan... benarkah ini dirimu Nizam.. bagaimana mungkin." Cyntia benar-benar meneracau. Ia berkata sambil mengelilingi Nizam melihat lekat-lekat. Ia masih belum yakin ada Nizam dihadapannya.

Alena terkikik-kikik melihat Cyntia yang terus menerus menatap Nizam dari ujung kaki ke ujung rambut. Nizam menjadi sangat jengah apalagi ketika kemudian Cyntia dengan ujung jarinya ia menekan-nekan lengan Nizam untuk meyakinkan bahwa yang didepannya adalah orang dan bukannya patung. Nizam langsung terperanjat ketika Cyntia menekan-nekan lengannya. Ia refleks menyingkirkan tangan Cyntia dari lengannya. Alena tambah tertawa melihat reaksi Nizam dan Cyntia.

"Mengapa si gunung Es ini sampai bisa menolongmu? Bukankah selama ini Dia tidak perduli padamu. Apa Dia tahu Kamu hampir mati karena sedih ketika dia selalu menolak...mmmf.. mmf" Belum selesai Cyntia berkata Alena sudah menutup mulut Cyntia dengan tangannya.

"Diam Kamu Cyntia!! Jangan ngomong sembarangan." Wajah Alena merah padam bagai kepiting rebus.

Nizam menatapnya sambil senyam-senyum bahagia. Bagaimana tidak bahagia mendengar Alena ternyata begitu mencintainya.

Cyntia menyingkirkan tangan Alena dari mulutnya.

"Ceritakan kejadiannya yang lengkap padaku.. Oh ya Nizam.. Cyntia berpaling pada Nizam. Tapi Ia tak jadi bicara Ia malah melihat bekas lipstik di leher, pipi, dan dahi Nizam.

"Aapa maksudnya ini.. Cyntia menunjuk ke bekas Lipstik Alena yang menempel pada Nizam.

"Apa yang sudah kalian lakukan? Oh my God Alena. Beraninya Kamu dan Nizam berciuman.. Dan Kamu Nizam Aku tidak menyangka Kamu berani mencium Alena. Aku kira selama ini Kamu adalah pria yang alim. " Cyntia bersungut-sungut.

Mata Nizam terbelalak. "Kamu jangan bicara sembarangan. Tanyakan pada teman baikmu siapa yang mencium siapa? " Nizam melirik pada Alena. 'Sial.. Aku tadi lupa menghapusnya' Nizam berkata dalam hati. Ia lalu menghapusi bekas lipstik Alena di wajah, leher dan dahinya.

Cyntia menatap dengan tajam pada Alena.

Alena terdiam tersipu-sipu. "Kamu hutang banyak penjelasan padaku Alena." Cyntia mendesis galak.

"Baiklah nona-nona karena hari sudah sangat larut. Mari kita pulang. Aku akan mengantar Kalian. " Nizam meminta Cyntia dan Alena bersiap-siap untuk pulang.

"Nizam.. pakaian basahku ada didalam kamar mandimu.." Alena tidak bisa menyelesaikan bicaranya karena Cyntia memotong pembicaraannya.

"Baju Kamu basah?? Dikamar mandi?? Emangnya Kalian tadi berbuat apa?? Benar-benar yah.. Kalian ini. "

"Cukup Cyntia Kamu jangan bicara apa-apa lagi. Nanti semuanya akan Aku jelaskan" Alena tampak kesal karena Cyntia dari tadi terus cerewet.

"Alena biarkan saja bajumu di sana, Biar nanti petugas laundry yang akan mengurusnya. Sekarang ayolah pulang." Nizam membuka pintu apartemennya. Disana terlihat dua orang yang menjemput Cyntia sedang berdiri di depan pintu.

Alena dan Cyntia tampak saling berpandangan heran melihat dua orang penjaga itu. Emangnya Nizam itu siapa? mengapa sampai harus dijagai segala.

Nizam tampak berkata pada salah satu penjaga.

"Ali.. Aku mau mengantar mereka, Kamu tunggulah di sini. "

Ali tampak mengerutkan keningnya.

"Tapi Tuanku Pangeran Saya tidak berani melepas paduka sendiri. Ini sudah malam sekali. Pangeran juga mungkin lelah."

Nizam menggelengkan kepalanya.

"Tidak Ali..Aku akan mengantarnya sendiri. Kamu boleh mengikutiku kalau memang Kamu mau melakukannya.

Akhirnya para penjaga mengalah. Kemudian Fuad sengaja berjalan duluan karena Ia harus mengeluarkan mobil dari garasi. Nizam mengemudikan mobil sendirian di depan. Ia tidak ingin didampingi oleh siapapun sehingga akhirnya Alena dan Cyntia duduk dibelakang. Para penjaganya mengikuti dari belakang menggunakan mobil yang lain.

Sepanjang jalan Alena dan Cyntia terus bercerita sambil berbisik-bisik seakan takut Nizam mendengar mereka. Nizam hanya melirik melalui kaca spion mobil. Perasaannya campur aduk. Ia sedikit kebingungan mengapa Ia bisa membiarkan ada dua orang gadis di mobilnya.

Tiba-tiba handphone Nizam berbunyi. Nizam segera menyentuh layar HP untuk menjawab teleponnya kebetulan Ia memang menggunakan handsfree.

Nizam tampak mengucapkan salam kemudian berbicara dengan bahasa Nasionalnya. Jelas Alena dan Cyintia tidak mengerti.

" Nizam anakku apa kabarmu? " Tanya yang disebrang..

"Alhamdulillah baik Bunda. "

"Nizam liburan ini Kamu harus pulang dahulu ada pembicaraan yang penting yang harus kita lakukan."

Nizam terdiam Ia sudah tahu apa yang akan ibunya ceritakan. Ini pasti Tentang Reina.. Putri tunggal perdana menteri di kerajaannya. Paman Salman, orang yang paling berpengaruh dikerajaannnya. melebihi pengaruh dan kekuasaan ayahnya sebagai Raja di kerajaan Azura.

Nizam melihat wajah Alena yang cantik jelita dari kaca spionnya. Ia tiba-tiba merasakan kesedihan. Mungkinkah Cintanya pada Alena akan berhasil? mengapa Ia merasakan ada dinding pemisah yang begitu kokoh diantara dirinya dan Alena.

.