"hai lihat kesana ke meja nomor sebelas"
"bukannya itu bu hanis, tapi kenapa dia bersama pria lain dan agak berumur?"
"apa mungkin partner bisnisnya?"
"beberapa hari ini saya memang sering lihat dia jalan dengan om om itu"
"kalau bu hanis cari uang dari om om gak mungkin lah, segalanya dia punya"
Karena hanis dan sadam sering ke kafe itu jadi karyawan kafe itu sudah mengenal mereka, dalam beberapa hari sampai saat ini agak heran bagi mereka karena hanis datang ke kafe tidak bersama sadam melainkan sering berdua dengan pria lain
"ah kalian kenapa menggunjing orang lain, biarkan saja yang penting kafe kita ramai, kalau kalian ikut campur urusan pelanggan, kalian akan saya pecat," seorang pria menegur karyawannya yang sedang membicarakan hanis "... cepat bekerja masih banyak tamu yang harus dilayani ."
"terimakasih bu hanis sudah meluangkan waktu untuk menemui saya di sini, saya senang sekali"
"sama sama pak rajul, menyenangkan juga bagi saya karena sudah mau bergabung dengan perusahaan saya"
"sebenarnya pertemuan kali ini saya tidak ingin membahas tentang kerjasama dalam usaha, ehm saya ingin mengenal bu hanis lebih dekat lagi, kita bicara diluar pekerjaan, .. tetapi rasa rasanya agak kurang nyaman kalau harus memanggil saya dengan sebutan PAK, bagaimana kalau panggil saya rajul, .. biar tidak terasa kaku? "
Hanis terdiam merasa bingung entah apa yang harus ia jawab, dia mengerti apa yang dimaksud pak rajul dan bahkan dari awal bertemu dia sudah merasakan hal yang berbeda, bukan urusan bisnis sendiri yang menjadi rencana pak rajul sepertinya.
"sejujurnya saya sudah menaruh hati dari semenjak bertemu di pulau" tangan rajul mencoba menggenggam jari hanis, tatapan matanya tajam seakan ingin menembus dinding batin hanis yang masih tetap diam. ".... saya mencoba mencari informasi tentang kamu sehingga bisa bertemu sampai saat ini."lanjutnya tetap menggenggam jari hanis yang lembut dan wangi.
"baik pak rajul, .. mmh rajul hal ini nanti kita bicarakan di lain waktu saja" hanis melepas genggaman tangan rajul dengan halus "... bagaimana kalau kita lebih fokus ke bisnis dulu saja?"tepis hanis mencoba mengalihkan pembicaraan.
"hanis apa yang kamu mau aku bisa memberikannya, .. walaupun, aku tahu kamu tidak memerlukan pemberian karena kamu punya segalanya, tetapi dalam hal ini anggap aja itu bukti keseriusan rasa cinta saya."
"rajul saya tidak bisa menjawabnya sekarang
"owh..tidak apa apa saya akan kasih kamu waktu untuk menjawabnya, saya akan sabar untuk kamu, kita bisa berjalan pelan pelan."
titel konglomerat tidak membuat hati hanis luluh, karena pilihannya sudah jatuh ke sadam, tetapi enggan mengungkapkannya walaupun sadam sudah dekat dengannya, demikian sadam sampai saat ini belum pernah mengungkapkan perasaannya pada hanis, mereka menjalin kasih hanya dari hati ke hati tanpa ada pernyataan dari kedua nya. Rasa cinta mereka mengalir begitu saja menyusuri relung hati masing-masing, berjalan beriringan tanpa kata cinta yang terucap, entah sampai kapan hal itu akan berlalu.
"hanis ...., ya itu benar itu hanis ... dengan siapa dia?"Seorang pria dengan tidak sengaja melihat hanis keluar dari kafe dengan rajul, ketika hanis mulai mendekat, pria itu menyelinap ke sela mobil yang parkir di halaman kafe, terus berusaha memperhatikan hanis, sampai mobil hanis dan mobil rajul menghilang meninggalkan kafe.
"sebentar ,,, bukankah orang itu pernah saya lihat, tapi dimana ya?" Gumam pria itu mengerutkan kening mengingat ingat rajul.
"plak ..." Telapak tangan menepuk bahunya, "hei reihan kamu sedang apa di sini, saya tunggu dari tadi loh?" tanya sadam yang tiba tiba sudah ada di belakangnya.
"o gak ada apa apa, kita kembali saja, yuri pasti sudah menunggu"
keduanya kembali ke mobil, di sepanjang jalan reihan terus mengingat pria yang tadi dilihatnya bersama hanis, tetapi tidak ingat sama sekali siapa dan kapan pernah bertemu dengan pria itu, ,, ah kenapa harus pusing memikirkan orang itu mungkin salah lihat atau hanya perasaan saja. . "pikir reihan, dia pun tidak mau menceritakan hal tadi pada sadam.