webnovel

Meragukan Perasaannya

Leon hanya memandangi Tom tanpa menanggapi pertanyaannya, dia kembali melihat pemandangan kemacetan jalan dari atas sambil mengisap kembali rokoknya.

"Apakah Gue boleh ikut memberi pelajaran kepada si anak miskin itu?? Terutama teman sebangkunya, Gue ingin sekali merendahkannya," Tom berbicara menggebu-gebu, rasa takut dari ancaman Namora dia gunakkan untuk balas dendam.

"Teman sebangku?? Zanqi Narendra maksud Lu?? Lu punya dendam apa?" Leon tertarik dengan Tom ketika membicarakan Zanqi.

"Iya, Gue pernah diancam oleh mereka, karena itu aku tidak terima dan ingin sekali membuatnya keluar dari sekolah ini. Otomatis bisa membuat keluarga Narendra malu, kan??" Tom bersemangat sekali menunjukkan tekadnya.

Bunyi Bell masuk berdering begitu keras, bahkan diatas atap gedung pun terdengar nyaring.

"Sial!! Harus masuk kelas lagi!!" umpat Leon seakan malas sekali dengan pelajaran sekolah, dia membuang puntung rokok, menginjaknya dengan sepatu dan bersiap untuk turun.

"Gue tahu jalan rahasia untuk kita pergi, mau coba?" Tom yang tahu akan minat Leon ke alam lebih bebas menawarkan diri untuk bolos sekolah.

Dan ruang kelas 11 IPA 1 sedang berlangsung pelajaran bahasa Inggris dimana 2 murid bolos sekolah.

"Dua bangku kosong itu milik siapa?" tanya Guru Bahasa Inggris.

Qonin yang penasaran itu menyapu seluruh pandangannya ke seisi ruang dan mendapati Tom serta Leon tidak ada di tempat.

"Tom dan Leon Bu," jawab salah satu dari mereka.

Si Penindas gila itu bolos? Qonin menggelengkan kepala, dia mengangkat bahu dan kembali bergumam di dalam hati, Ahh!! Masa Bodolah!! Tidak ada dia serasa damai.

"Dasar anak-anak bandel, kenapa sekolah jika tidak ingin belajar?? Buang-buang waktu saja!!" gerutu Guru, lalu dia kembali menjelaskan materi yang sempat terhenti sebelumnya.

Sampai bel istirahat yang kedua, Leon juga belum menampakkan batang hidungnya. Qonin mengecek bangku Leon sekali lagi.

"Kamu mulai suka sama si penindas itu?" Zanqi yang sudah tidak tahan melihat Qonin untuk tidak ikut campur itu akhirnya bertanya juga.

"Tidak, aku hanya ingin tahu kemana dia perginya saja," jawab Qonin, dia berbalik cepat saat tahu Zanqi mengajaknya berbicara, "Kamu sudah tidak sakit gigi?? Ughh!! Senangnya!!" seru Qonin tertawa lebar.

"Enak saja, siapa yang kau bilang sakit gigi?? Aku? Asal kamu tahu aku tuh rajin gosok gigi, setiap habis makan coklat ataupun es krim aku pasti sempatkan untuk gosok gigi!!" protes Zanqi yang mengalir saja jawabannya tanpa memikirkan reaksi Qonin yang terlihat bersemangat.

"Hiihi ... Habisnya kamu pelit bicara sampai aku kira kamu sakit gigi. Echh, gimana kemarin hasil pemeriksaan sama dokter?? Ada perkembangan yang baik kan?" tanya Qonin yang teringat dengan kejadian tadi malam di rumah Zanqi.

"Akan di observasi ulang, nanti sore setelah pulang sekolah aku akan menemui dokter," jawab Zanqi tersenyum tipis, dia sudah terdengar akrab dengan Qonin.

Mereka berdua menjadi sorotan Cika yang ternyata masih di ruang kelas, Lisa dan 2 teman lain yang berbeda kelas itu pun duduk bergerombol dekat Cika.

"Tuh ... tuh lihat!! Apa aku bilang, Qonin itu memang ganjen kan?? Makanya aku nggak mau lagi temenan sama dia, dia sekarang matre deh kelihatannya pengen punya cowok kaya!!" gerutu Cika.

"Ahh!! Masak sih, Cik?" Rose masih tidak percaya dengan ucapan Cika, Lisa dan Jeni masih memperhatikan serunya Qonin ngobrol dengan Zanqi.

"Aku satu kelas dengannya, jadi tahulah. Aku sendiri saja sebenarnya kaget, kok bisa Qonin seperti itu. Selama kita berteman dengannya aku rasa cukup baik, tapi sekarang kelihatan busuknya," Cika masih saja memprovokasi teman-temanya.

Qonin yang berdiri mau pergi ke kantin itu tidak sengaja melihat Rose, dia tersenyum lebar dan menghampirinya, "Loh kalian ada disini?? Ayo istirahat ke kantin!!" ajak Qonin.

Rose dan Jeni saling pandang, lalu melempar pandangan secara bersamaan ke Cika dengan pertanyaan dalam bahasa isyarat, "Kita harus bagaimana?"

Cika ikut berdiri sejajar dengan Qonin yang beda beberapa centi dari Qonin yang lebih tinggi, dia menyilangkan tangan, memandang ketus sama dengan nadanya, "Jangan sok akrab deh!! Kita sudah tidak mau berteman lagi sama kamu, ngerti??"

Senyuman Qonin raib begitu saja, dia masih tidak percaya dengan perkataan Cika yang sudah diulang sampai 2 kali dalam hari ini, "Apa salahku sih, Cik?? Jenni!! Lisa!! Rose!! Apa kalian juga mulai memusuhiku?"

Lisa mengernyitkan dahi, dia tampak tidak tega memutus pertemanan dengan Qonin, "Ayolah teman-teman, bicarakan masalah ini baik-baik agar kita bisa seperti dulu lagi!!"

"Cukup Lisa!! Kau boleh memilih antara aku dan Qonin. Aku mau pergi mencari udara segar, terserah kalian mau ikut siapa!!!" bentak Cika kesal, dia mendorong bangku agar jalannya lebar untuk dia lewati, refleks Qonin mundur ketika bangku hampir mengenainya.

"Cika tunggu!!" teriak Jenni yang sudah berdiri diikuti Rose, mereka berdua pun menyusul Cika keluar meninggalkan Lisa berhadapan dengan Qonin.

"Maafkan aku Qonin, aku harus pergi," ucap Lisa sedih, dia seperti sedang ketakutan dan tidak punya pilihan lain selain ikut dengan Cika.

"Hei teman-teman!! Tunggu!!" teriak Qonin yang berusaha mencegah Cika dan yang lain.

Zanqi sudah saja di depan meja Guru, dia memanggil Qonin, "Qonin!! Ayo ikut aku!!"

Qonin menoleh, dia masih tampak tidak terima dengan keputusan teman-temanya, wajah muram Qonin dia paksa jalan menghampiri Zanqi, "Kemana?? Aku sudah tidak mood makan."

"Sudah ikut saja!! Tolong sekalian dorong kursi rodaku ya," pinta Zanqi.

Qonin merasa tenaganya sudah terkuras habis, langkah gontainya mengikuti permintaan Zanqi dan mendengarkan petunjuk arah yang sesekali Zanqi perintahkan.

"Nah!! Makanlah!!" Zanqi menyodorkan bekal kedua yang berisi camilan lengkap dengan beraneka buah kupas.

Mereka berdua sudah di atap gedung sekolah menikmati angin yang sebentar kencang, sebentar semilir sampai membuat rambut Qonin tergerai melambai indah.

"Perutku sudah kenyang, kenyang akan masalah!!!" gerutu Qonin menundukkan kepala, dia menghela napas berat, "Hah!! Apa salahku sih?? Kenapa mereka tiba-tiba memutuskan pertemanan begitu saja?"

"Mungkin kamu mengambil barangnya Cika?" timpal Zanqi yang sudah mengunyah anggur hijau kedua kalinya.

"Tidak, aku bukan orang seperti itu. Meskipun keluargaku miskin, kami masih menjunjung harga diri," protes Qonin langsung membalikkan badan, dia menyambar anggur di tangan Zanqi dan memakannya.

Manis, segar dan cocok sekali dinikmati dalam keadaan udara panas seperti ini, batin Qonin yang wajahnya mulai melunak saat melihat Zanqi memberi senyumannya kembali.

"Sebentar!! Aku heran dengan sikapmu?? Kenapa kamu mendadak baik sekali kepadaku??" tanya Qonin penasaran dengan perubahan drastis sikap Zanqi, sulit ditebak bahkan dia sekarang tidak percaya bisa ngobrol banyak, berbagi bekal seperti sekarang.

Kini Zanqi yang panik, dia tidak mungkin mengatakan kalau mulai tertarik dengan Qonin. Dalam hatinya protes, sebentar!! Aku tidak mungkin menyukai gadis si ikut campur ini kan?? Haha itu tidak mungkin?