Seperti ada penyesalan akan salah penilaian yang selama ini di lakukannya bahkan menuduh tanpa alasan, membenci tanpa keraguan dan mendapat hinaan tanpa ada pembelaan. Semua seperti menusuk tajam kedalam dada Robby mendapati jika istrinya masih perawan dan benar benar dialah yang pertama. Jauh berbeda saat bersama Sabrina, hal seperti ini tak pernah dirasakan oleh Robby sebelumnya.
"Kamu benar benar masih perawan?" Tanya Robby kini dengan suara yang lebih lembut.
Lita masih saja menangis menahan sakit hati dan juga sakit fisik karena ini yang pertama kali untuknya. Begitu terpukul dia mendapati hal yang istimewa untuk pertama kali yang lebih mirip dengan adegan pemerkosaan.
Lita mengangguk perlahan sambil menangis.
Robby seperti tersadar dan tertampar keras, diurungkannya keinginan untuk menyakiti Lita. Perlahan-lahan Robby bergeser dan turun dari tubuh istrinya. Dilihatnya Lita masih dengan tangis yang sama. Merasa bersalah, frustasi dan kecewa Robby mengacak acak rambutnya dan menghela nafas panjang lalu mulai menyelimuti tubuh Lita.
Robby merebah di samping Lita menatap Lita penuh dengan rasa bersalah karena telah memperkosa istri sendiri.
"Maafkan aku." Ucap Robby.
"Maafkan aku, selama ini aku sudah bersikap buruk kepadamu. Tapi kini aku sadar jika tidak semua wanita itu sama. Kamu tidak seperti dia. " Kata Robby yang menyeka air mata lita.
Tubuh Lita bergetar saat Robby menyentuhnya, Apa yang di lakukan Robby baru saja melukai harga diri dan keperawanan Lita. Lita diam tak menjawab dan kini memunggungi Robby sambil menggulung tubuhnya kedalam selimut. Seperti ingin menutup rapat semua bagian tubuhnya agar tak tersentuh Robby.
"Maafkanlah aku. Aku ingin kita memulai semuanya dari awal dan biarkan aku menebus kesalahanku ini." Kata Robby dengan suara yang terdengar sedikit memelas.
"Aku ingin sendiri mas." Kata Lita masih di iringi Isak tangisnya.
"Baik, tapi kumohon maafkan aku. berilah aku kesempatan untuk menjadi laki lakimu." Kata Robby sambil berdiri dan menuju ke kamar mandi.
Robby mengguyur dirinya di bawah air yang mengalir, terlihat semu merah darah dari kemaluannya yang menunjukkan sisa sisa pergulatannya dengan Lita tadi. Robby terdiam dan berfikir. Memikirkan semua tentang ucapan kakek, bahwa jika Lita adalah memang sosok yang baik yang bisa menjaga kesucian hanya untuk Suaminya.
Tidak seperti saat bersama Sabrina yang sudah terlihat handal dalam bermain di atas ranjang. Lita justru terlihat bingung dan ketakutan. Ini semua masih menggelayuti pikiran Robby.
*Bodohnya aku. Kenapa aku tidak mempercayai ucapan kakek. Kenapa aku meragukan dan malah menuduhnya yang macam macam. Lantas untuk apa dia bersedia menikah denganku? Jika untuk uang, kenapa Rio juga tidak mendapatkan bukti apa apa perihal keuangan perusahaan atau Kakek.* Batin Robby yang berfikir di bawah guyuran air hangat.
Rio adalah tangan kanan Robby yang di utus untuk mengungkap kerjasama antara kakek dan Lita. Namun, Rio sama sekali tidak menemukan bukti apapun. Rio hanya mampu mengungkap asal usul keluarga Lita dan tidak mengetahui keberadaan ibu Lita.
Robby keluar dari kamar mandi, dilihatnya kini Lita tengah duduk sambil menunduk di tepi ranjang. Robby mulai menghampirinya, tapi Lita berjalan melewatinya begitu saja dan mulai mengambil beberapa baju ganti lalu masuk kedalam kamar mandi.
sesaat setelahnya Lita keluar dengan rambutnya yang basah tergerai. Tanpa menyapa atau bertanya apapun, Lita hqnya menunduk dan mulai melakukan ibadah subuhnya. Lita menunaikan ibadah sholat subuh tanpa mengajak Robby. Robby melihat semua yang di lakukan Lita di hadapannya tanpa berani bertanya.
Robby begitu takut untuk mulai menyapa atau sekedar bertanya masih segar di ingatan bagaimana dia berlaku seperti pria brengsek yang menghancurkan keperawanan seorang wanita. Robby menunduk dan memikirkan semua kesalahannya.
Suasana berubah menjadi sangat dingin, mereka tidak saling berbicara atau bertegur sapa. Bahkan Lita tidak menganggap keberadaan Robby. Bulan madu yang sungguh dingin, yang terjadi hanya sekali tanpa dan menembus tanpa ada gesekan lagi.
Matahari sudah mulai meninggi menyebarkan sinarnya. Lita mulai berkemas dengan barang barangnya. Tanpa berpamitan Lita pergi begitu saja meninggalkan Robby yang tertidur di sofa.
Lita menghubungi Leo dan sudah menunggu Leo do lobby hotel. Leo yang bingung hanya mengiyakan kemauan Lita untuk pulang tanpa bertanya apa apa. Di mata Lita terlihat betul kesedihan yang mendalam.
Di dalam mobil dalam perjalanan pulang.
"Kamu kenapa Lita? kenapa terlihat sangat sedih?" Tanya Leo perlahan sambil melirik Lita.
"Aku, aku kecewa kak."
"Kecewa kenapa?"
"Aku sudah melepaskan sesuatu yang sangat berharga kepada orang yang belum sepenuhnya aku cintai." Jawab Lita sambil memandang keluar jendela.
Leo melongo tak percaya lalu menepikan mobilnya.
"Tunggu, maksud kamu. Kamu dan Robby sudah melakukannya?" Tanya Leo bingung.
Lita mengangguk dan tidak menatap Leo.
"Lita, itukan suatu keharusan dalam hubungan suami istri. Ini hanya masalah waktu agar kamu terbiasa."
"Pantes, rambutnya masih basah. Kamu mandi basah? Maklumlah jomblo, telat memahami hal macam ini." Leo menggoda Lita sambil tersenyum.
*Jangan sampai bang Leo tau jika yang aku alami bukanlah sesuatu yang indah. Aku harus menutupinya.* Batin Lita sambil membalas senyuman Leo.
"Aku ada sesuatu ni, kamu lihat ya."
"Ibu, bang. Belum ada perkembangan ya?" Tanya Lita dengan suara lembut.
"Sabar Lita, setidaknya ibumu masih baik baik saja. Kamu yang kuat ya." Kata Leo yang mulai menyalakan mesin mobilnya.
"aku kan sudah menikah, berarti boleh dong aku menjenguk ibu?" Tanya Lita polos.
"Boleh. Yuk, mumpung masih pagi. Soalnya nanti siang, Abang ada janji sama kakek." jawab Leo.
Sampailah di rumah sakit. Tanpa sengaja mereka berpapasan dengan Monic. Monic yang kepergok langsung memutar balik, tetapi terlambat karena lita mengenalinya dan memanggil namanya.
"Monic, Monic!" Susul Lita sambil berlari.
Monic terpaksa berhenti dan menyapa Lita dengan kikuk.
"Hai! Bukannya bulan madu. Ngapain pagi pagi di sini?" Tanya Monic gugup.
"Aku mau mbesuk ibuku. Aku sangat merindukannya." Jawab Lita polos.
"Kamu?" Tanya Lita balik.
"Aku em...,"
"Mama? Kalian bisa bersama di sini. Apa yang terjadi, atau ada apa apa dengan kakek?" Tebak Lita dengan benar sambil mengerutkan dahinya.
"Benar sekali tebankannya." gumam mama Elfa sambil meringis.
"Sudah ayo, sekalian disini. Lita juga sudah menebak dengan benar. Ayo, aku ingin menemui kakek." Kata Leo sambil tersenyum.
Keadaan tadi dimana Lita berhasil menebak dan menangkap basah Monic dan Mama Elfa sangat lucu di mata Leo. Mereka semua memasang wajah kaku dan was was.
"Kakek, kakek sakit apa?" Tanya Lita sambil mencium punggung tangan Kakek Agus.
"Kakek, hanya kelelahan." Jawab kakek.
"Kek, aku ada berita penting." ucap Leo.
"Katakan." sahut kakek antusias.
Leo membisikkan sesuatu dan itu langsung mengubah raut wajah kakek menjadi sangat bahagia. Ada binar binar kebahagiaan di mata kakek. Penasaran dengan apa yang di ucapkan Leo, Monic dan Mama Elfa pun mulai merapat dan saling berbisik.
Setelah itu mereka semua memandang Lita dengan tersenyum bahagia. Lita hanya terdiam dan menjadi sangat bingung menangkap ekspresi dari keempat orang itu.