Mobil sedan hitam mengkilap itu berhenti tepat disamping Diana dan menurunkan kaca di samping pengemudinya. Barulah saat itu Diana bisa melihat sosok pria tampan dengan kaca mata hitam. Dia menurunkan kacamata hitamnya dengan tersenyum dan menyapa.
"Dian, apa kabarmu? lama tidak bertemu.." Sambil mengulas senyum pepsodentnya.
Diana menatap pria yang menegurnya dengan ramah itu dan seketika wajahnya menjadi cerah "Kak Bayu?" Serunya tak percaya, Bayu adalah Kakak seniornya saat kuliah dulu. Meski mereka tidak tergolong teman dekat, tapi dalam beberapa moment mereka pernah jalan bersama.
Hanya saja ada perasaan canggung yang dirasakan Diana saat itu juga, mengingat kejadian yang tidak menyenangkan dimasa lalu.
"Ayo masuk.."Ajak Bayu. Diana masih berdiri dengan bimbang "Ayolah, aku tidak akan menyulikmu.."Canda Bayu membuat Diana tertawa, dia memutari mobil dan masuk ke kursi penumpang disamping Bayu yang sudah dibukanya dari dalam terlebih dahulu.
"Terima kasih.." Ucap Diana sambil memakai seatbeltnya.
"Baiklah.. mau kemana nona manis?" Tanya Bayu masih dengan candaan dan lagi-lagi Diana hanya bisa tertawa.
"Tumben Kak Bayu di sini? "Balas Diana bertanya. Bayu telah menghilang dua tahun yang lalu setelah lulus kuliah, tidak menduga bisa melihat pria itu kembali "Dan.. Kak Bayu sepertinya sudah sukses, buktinya bisa membeli mobil sebagus ini"Timpal Diana berbasa- basi.
Mereka tidak cukup akrab di masa lalu, tapi entah mengapa bertemu hari ini memberikan suasana gembira di hati keduanya.
Bayu menatap sekilas kearah Diana sambil tersenyum "Iya.. aku bekerja sangat keras agar bisa membeli mobil yang bagus.."Ucap Bayu dengan santai "Kamu.. sudah lama jadi guru privat?"
"Hmm.. semenjak aku semester tujuh"Jawab Diana "Tapi.. ngomong-ngomong, bagaimana Kakak bisa dari rumah Pak Heru?"
"Bu Bianca itu kakakku.."Bayu menjawab ringan.
"Bu.. Bu Bianca? Istrinya Pak Heru?" Diana bertanya tak percaya tapi di jawab anggukan oleh Bayu. Diana terkejut dengan jawaban Bayu, masalahnya dia cukup mengenal Bu Bianca, bahkan semua orang di seluruh kota juga mengenalnya sebagai putri seorang konglomerat.
Dan Bayu baru saja mengaku jika dia adalah adiknya ibu Bianca? Apakah itu mungkin? Bukankah Bayu yang selama ini di kenalnya adalah pria yang sangat sederhana?
"Mikirin apa?" Bayu memecah kebisuan.
"Em…" Diana sedikit ragu "Kak Bayu, apa beneran adik kandungnya Bu Bianca?" Melihat ketidakpercayaan di ekspresi Diana membuat Bayu tertawa.
"Apa menurutmu aku berbohong?" Tanya Bayu disela tawanya.
"Bukan.. bukan begitu… masalahnya Bu Bianca…" Diana tidak berani meneruskan ucapannya.
"Kenapa dengan Bu Bianca..?'Kejar Bayu.
"Itu… Bu Biancanya cantik sedangkan Kak Bayu…"
"Sangat tampan?" Sambung Bayu disertai Tawa membuat Diana ikut tertawa.
"Apa Kak Bayu, pede amat ngerasa tampan"Cibir Diana ikut tertawa "Maksud aku tuh.. Kak Bayu sama Bu Bianca nggak ada mirip-miripnya.."Sela Diana.
"Jelaslah beda, orang dia cewek aku cowok.. gimana sih kamu.." Diana mengerucutkan bibirnya. DIa sebenarnya bukan mau mengatakan mereka tidak mirip, dia hanya ingin mengatakan mengapa dia tidak terlihat seperti anak orang kaya.
Tapi Diana tidak berani mengatakannya, takut menyinggung perasaan Bayu. Lagi pula jika melihat mobil yang di kendarai Bayu, sudah dipastikan harganya bisa mencapai milyaran rupiah.
"Bagaimana kabar ayahmu?" Bayu mengganti topik.
"Baik-baik saja.."
"Apa… Ayahmu masih sering mabuk-mabukan?"
"Hm.. Sudah kebiasaan.."Gumam Diana pelan. Mengingat ayahnya seakan mengusik luka hatinya yang selalu berdarah.
"Apa dia masih juga suka menyulitkanmu saat mabuk?" Diana terdiam.
Bayu menghela nafas panjang, sejak dulu dia tau kalau ayah Diana adalah seorang pemabuk dan penjudi. Dia juga sangat suka memaki bahkan tak jarang memukul Diana jika mabuk dan merasa kesal.
Di masa lalu saat Diana semester empat dan Bayu ada di semester akhir, mereka beberapa kali bertemu. Yang DIana ingat, dia beberapa kali melihat pria di sampingnya ini selalu bersama dengan Danny. Hanya bedanya Danny sudah terlihat memang anak orang kaya sejak pertama kali dia mengenalnya, tetapi Bayu berpenampilan begitu sederhana.
Dulu dia berpikir jika Danny adalah pria yang sangat terbuka, contohnya dia bahkan mau berteman dengan Bayu yang hanya orang biasa, tapi sekarang dia tahu bahwa pemikirannya di masa lalu salah besar.
Danny tidak pernah menjalin hubungan dengan orang biasa, kecuali kepada dirinya sajalah dan itu semua juga karena Maira. Jika dia bukan sahabatnya Maira, mungkin dia bahkan tidak pernah bisa bertegur sapa dengan pria itu.
Diana masih larut dengan pikirannya ketika Bayu sudah memarkirkan mobilnya di depan sebuah warung makan sederhana yang bersebelahan dengan kampus tempat mereka menimba ilmu dulu. Mobil mewahnya Nampak mencolok di deretan kendaraan yang terparkir membuat banyak pandangan para mahasiswa mengarah kesana.
"Ngapain di sini?" Tanya Diana heran.
"Makan. Ayo turun, kebetulan aku sangat lapar.."Ajak Bayu dengan sikapnya yang begitu hangat membuat hati Diana bertanya-tanya angin apa yang bertiup kearah Bayu hingga dia jadi sehangat itu.
Diana menatap bagian depan warung makan itu, Bayu sudah terlebih dahulu masuk dan mengambil tempat duduk paling pojok tepat di sisi jendela yang menghadap langsung ke gerbang kampus.
Bayu melambai kearah Diana yang masih terpaku, bagaimana dia tidak terkejut, saat ini Bayu sedang duduk di kursi pojok, tempat dimana dia dulu sering menghabiskan waktunya semasa kuliah. Apakah itu hanya sebuah kebetulan?.
Diana ingat, itu adalah tempat favoritnya untuk menghabiskan waktu sambil menunggu jadwal kuliah selanjutnya. Terkadang, jika ayahnya menganiaya dirinya, dia akan berlari ke kampus dan memilih duduk di pojok ini hingga malam.
Tapi salah satu alasan terbesar Diana menempati kursi ini adalah, agar dia mudah mengawasi Danny jika datang dan pulang kampus karena jalan inilah yang menjadi rute Danny setiap harinya.
"Diana.. Dian.. Hei.. kenapa hanya melamun?" Bayu masih melambaikan tangannya pada gadis yang berdiri mematung di tempatnya. Bibirnya tersungging senyum lebar yang menampilkan deretan giginya yang putih.
Diana terhenyak, dia menunduk sejenak dan menghalau air matanya yang hendak jatuh. Dia tiba-tiba saja teringat kembali pada Danny, pada perasaan cintanya selama bertahun-tahun, pada kesetiaannya yang tak seorangpun tau,
Dan pada kehancurannya karena Danny yang tetap tidak mau menerima perasaannya bahkan terus menyakitinya dengan menyebut nama Diana dalam sesi percintaan mereka. Yang paling menyakitkan dari itu, saat Danny dengan tanpa perasaan mengusirnya beberapa malam lalu ketika dia mengabarkan kehamilannya.
"Mengapa Kak Bayu memilih duduk di sini?" Tanya Diana sambil duduk di kursi yang berhadapan dengan Bayu yang di batasi oleh meja.
"Karena menurutku ini tempat yang paling strategis.." Jawab Bayu asal sambil menoleh kearah gerbang kampus di mana mahasiswa berlalu-lalang keluar masuk kampus dari waktu ke waktu."Apakah kamu setuju dengan pemikiranku?"
Diana ikut menatap kearah gerbang kampus sambil mengangguk"Hm, Kak Bayu benar.." Gumamnya tanpa memalingkan wajahnya dari sana. Bayu mengamati wajah Diana lekat, namun segera memalingkan wajahnya saat Diana beralih menatapnya.
"Jadi ingat waktu kuliah dulu.."Diana tertawa getir. Masa kuliah adalah masa paling menyenangkan dalam hidupnya, karena di masa itu ada banyak kebersamaan yang di laluinya bersama Danny, meski kebersamaan itu karena Maira.
"Mau pesan apa, Mbak, Mas?" Tanya seorang pelayan yang datang sambil membawa menu. Diana melihat wajah gadis yang masih terlihat muda ini dan tau jika sepertinya dia adalah pelayan baru disini.
"Soto ayam dua jangan pakai kol sama daun sup.." Jawab Bayu sebelum Diana sempat menjawab.
Diana menatap Bayu bingung "Kak Bayu juga tidak makan kol dan daun sup?" Tanya Diana karena tidak percaya jika ternyata pria di depannya juga tidak makan kol dan daun sup seperti dirinya.
Bayu hanya tersenyum simpul "Minumnya teh botol dingin dua"Lanjutnya kearah pelayan
"Aku tidak minum dingin.."Sela Diana cepat