webnovel

CHANCE (WMMAP FANFIC)

*HANYA SEBUAH FANFICTION* Seorang gadis bereinkarnasi dalam dunia novel yang ia baca. Namun bukannya senang, ia malah sedih karena bereinkarnasi menjadi seorang tokoh yang akan mati di usia delapan belas tahun. Menurut novel tersebut, dia akan dibunuh oleh ayahnya sendiri dalam dunia tersebut dengan cara digantung. Dengan kesungguhan hati yang kuat, dia mencoba mengubah takdirnya seorang diri. Namun, bantuan datang seiring berjalannya waktu dari orang-orang terdekat. Hingga suatu hari, bantuan juga datang dari Sang Ayah yang ditakdirkan membunuhnya. Bisakah gadis itu merubah takdirnya bersama orang-orang yang dia sayangi? Ataukah takdir berkehendak lain dan menginginkannya mengikuti alur ceritanya? Ikuti kisah gadis tersebut di fanfiction ini. *Fanfiction novel dan webtoon Who Made Me a Princess* Disclaimer: Plutus - novel WMMAP Spoon - webtoon WMMAP

lol_hoshi · Bücher und Literatur
Zu wenig Bewertungen
28 Chs

Ketahuan?

Keesokan harinya

Aku bangun saat Lily menyibakkan gorden kamar. Sinar matahari yang silau membuat ku tidak nyaman. Aku mendengar Lily berteriak saat meregangkan badan. Sontak aku turun dari kasur dan menghampiri Lily.

Aku melihat Lily menunjuk ke arah hewan hitam di atas meja. Hewan itu menyantap kue cokelat ku. Hei! Aku kenal hewan ini!

"Hitam!" aku memekik girang dan memeluknya.

Lily menatap ku bingung. Beberapa pelayan datang dan bertanya. Ketika mereka tahu apa yang terjadi, mereka bernapas lega. Semua pelayan di Istana Emerald tahu apa yang terjadi di taman kemarin.

Sejak kemarin, para pelayan memperlakukan ku dengan hati-hati. Aku seperti barang antik yang kalau di senggol sedikit lapisannya akan tergores dan rusak. Ada-ada saja mereka ini, tapi aku senang karena perhatian mereka.

Kemarin, aku tertidur di pelukan Clau- maksud ku papa. Maklum, fisik anak kecil memang lemah, mereka akan kelelahan meskipun hanya menangis. Aku senang akhirnya papa meminta maaf pada ku. Sekarang aku lah yang harus meminta maaf pada Felix. Tapi nanti setelah aku makan kue dan mandi.

Oh, iya. Seperti janjinya kemarin, Lucas mengembalikan Hitam dengan keadaan sehat. Tapi aku kaget karena ada kalung berwarna biru seperti warna garis milik Hitam. Katanya Hitam bukan anjing atau kucing melainkan sinsu. Kenapa dia memberi kalung?

Aku meraba kalung Hitam. Ada sepotong kertas mencuat dari dalam. Aku mengambilnya.

-Ku kembalikan dia pada mu. Jangan terlalu sering bermain dengan Hitam kalau mau panjang umur.-

-Lucas-

Ha? Memang apa salahnya bermain dengan sinsu ku sendiri? Aku mengelus-elus Hitam. Lily membawakan ku kue lagi.

"Di mana Anda mendapatkan anjing kecil ini, Tuan Putri?"

"Aku menemukannya di taman kemarin."

Ku sembunyikan surat dari Lucas di lengan gaun tidur ku. Semoga Lily tidak melihatnya tadi. Setelah berterima kasih pada Lily, aku melahap kue cokelat ku.

***

"Lily, tolong jaga Hitam, ya."

"Apa tidak apa-apa dipelihara di dalam kamar Tuan Putri?"

"Tidak apa-apa kok, Lily. Hitam tidak akan nakal, percayalah."

Lily mengangguk dan membukakan pintu. Aku melihat Felix berdiri di depan kamar sambil menunduk. Ah, aku benar-benar merasa bersalah pada Felix sekarang.

"Felix."

"Tuan Putri!" Felix kaget, sepertinya dia habis melamun.

Aku melambaikan tangan pada Felix, memintanya untuk menunduk. Felix berpikir kemudian menunduk. Aku memberi ciuman singkat di pipinya. Felix langsung merona bahagia.

"Tuan Putri!"

"Maafkan Athy karena membentak Felix beberapa hari terakhir."

"Saya memang agak tersakiti, tapi sekarang sudah tidak apa-apa kok, Tuan Putri."

"Felix tidak marah, kan?"

"Tidak. Saya justru senang karena Tuan Putri mencium pipi saya."

Felix berbunga-bunga. Aku dan Lily tertawa pelan melihat tingkah laku Felix. Kemudian aku meminta Felix untuk menggendong ku di belakang. Dengan senang hati, Felix melakukannya.

Kami menuju Taman Istana Garnet. Papa sudah menunggu di sana. Aku duduk di kursi yang ada dengan bantuan Felix. Aku tersenyum pada papa.

"Selamat pagi, papa!"

"Hm."

Jawaban singkat. Setidaknya dia menjawab. Aku berbincang tentang mimpi ku semalam. Kami menghabiskan waktu selama dua jam kemudian berpisah karena papa harus menghadiri rapat dengan beberapa bangsawan. Tapi kemudian papa memanggil.

"Athanasia."

Aku menoleh.

"Apa Kau mau buku lagi?"

"Papa mau membelikan Athy buku lagi?" aku mulai bersemangat.

"Iya."

"Athy mau!"

"Baiklah."

"Terima kasih, papa!"

Aku berlari dan lompat ke pangkuannya, mencium pipi nya dan turun. Aku menghampiri Felix yang kemudian menggendong ku. Ku lambaikan tangan ku pada papa. Kami meninggalkan papa yang masih terdiam di sana.

***

Dua hari kemudian

Aku dan Lily menuju dapur untuk mencari Hitam. Pagi ini setelah aku menemui papa, Hitam kabur dari kamar ku. Mengingat bahwa Hitam menyukai cokelat, kami pun menuju dapur. Dan benar saja, Hitam ada di dalam keranjang cokelat. Aku mengambilnya dan membawa kembali ke kamar.

Lily menasihati ku panjang lebar. Seharusnya aku tidak membiarkan pintu balkon ku terbuka agar Hitam tetap di dalam. Tapi kalau tidak begitu, sirkulasi udara di kamar tidak berganti.

Aku memandikan Hitam dan mengeringkannya. Kami duduk di depan perapian agar Hitam cepat kering. Sudah tiga hari aku tidak bertemu Lucas. Kira-kira dia sedang apa ya?

Setahu ku, penyihir yang kuat akan menjadi penyihir menara. Begitu kan sistem kerjanya? Atau gimana sih? Ah, sudahlah aku tidak paham.

"Aku bosan."

"Kau bosan kenapa?"

Aku menoleh. Lucas ada di belakang ku dengan wujud mininya.

"Sejak kapan Kau ada di situ, Lucas?" aku sedikit berteriak.

"Berisik. Aku baru saja sampai."

"Kau menggunakan sihir teleportasi?"

"Kalau begitu aku tidak ada sampai di sini bodoh."

Aku ber-oh ria. Lucas duduk di samping ku, mengambil cookies yang disediakan Lily di meja kecil. Hebat sekali dia, seakan-akan dialah tuan rumahnya. Belum dipersilakan langsung duduk dan makan.

"Hei, ini enak. Kalau pelayan mu datang, minta dia membawakan lagi."

"Dasar tidak tahu diri!"

"Aku tidak peduli."

Aku menghela napas dan mengelus-elus Hitam. Hitam sepertinya jadi tambah besar. Aku kemudian teringat dengan kalung dan surat dari Lucas.

"Lucas. Apa yang Kau maksud di surat mu itu?"

"Lakukan saja apa yang ku suruh kalau Kau mau umur mu panjang."

"Huh? Lalu kalungnya?"

"Hanya hadiah agar Kau bisa menemukannya di malam hari."

Aku mengangguk. Benar juga katanya. Kalau kalungnya putih dia bisa ditemukan dengan mudah saat malam. Aku tersenyum dan mengelus-elus Hitam.

"Sudah jangan lama-lama bermain dengannya!" Lucas mengambil Hitam dari ku.

"Kembalikan!"

"Lakukan atau nanti Hitam ku makan!"

"Gah! Jangan lakukan itu!"

Hitam mendesis marah di tangan Lucas. Dia sepertinya berpikiran sama dengan ku. Lucas menatap Hitam dengan tatapan datar.

"Kau membenci ku, ya?"

Aku terdiam. Dibilang benci juga tidak, sih. Aku hanya kesal saja pada Lucas. Dia satu-satunya orang yang tahu rahasia ku, kan? Jadi aku bisa bicara dengan santai padanya. Bisa dibilang dia itu teman ku, buat apa aku benci?

"Tidak juga."

"Syukurlah. Hati ku ini sangatlah rapuh. Aku takut kalau Kau membenci ku." Lucas berkata dengan wajah imut.

Aku memandang Lucas dengan tatapan jijik. Apa-apaan wajahnya itu. Umurnya tidak pantas dengan perilaku nya. Dasar raja akting!

"Ceritakan pada ku tentang mu!" aku melipat tangan di dagu.

"Kau benar-benar jatuh cinta pada ku, ya? Sebegitu penasarannya dengan ku?"

"Geer sekali, Kau!"

"HAHAHAHA! Kau harus lihat wajah mu saat mengatakan itu!"

Lucas tertawa terbahak-bahak. Aku menggembungkan pipi ku. Dasar penyihir menyebalkan! Aku menarik rambut panjangnya. Dia meringis kesakitan kemudian aku melepasnya. Rasakan itu!

TOK! TOK! TOK!

"Tuan Putri. Tuan Felix datang mencari Anda."

Aku terkejut karena tiba-tiba Lily dan Felix membuka pintu. Aduh, Lucas masih ada di sini. Bagaimana ini?

Lily dan Felix masuk secara bersamaan dan menatap ku kaget. Aku tersenyum kecut ke arah mereka. Sepertinya Lucas ketahuan, deh.

***