webnovel

Bagian 27

Rey dan pelayan itu menatap sarapan yang sudah menjadi dingin di hadapan mereka.

Rey mendengar dirinya bertanya dengan pelan, "Apa yang terjadi selanjutnya?"

"Tuan setuju pada Raja Salem, satu-satunya permintaannya adalah memberikanku keabadian." Jawab pelayan itu.

Orang lain mungkin tidak mengetahuinya, tapi pelayan itu menyadari kalau tuannya ini sangat takut bila sendirian. Dia tidak akan bisa bertahan jika hidup dalam kesepian dalam waktu yang sangat amat lama hingga bisa dikatakan abadi.

"Jadi, kamu berkata, ketika dia digigit oleh manusia serigala yang lain, dia tertular oleh penyakit itu dan menjadi dia yang sekarang?" Tanya Rey menyimpulkan cerita dari pelayan itu.

"Ya. Namun penyakit dalam tubuh Tuan berbeda, karena itu beliau tidak bisa berubah menjadi wujud manusia seperti manusia serigala umumnya. Tuan telah ditakdirkan untuk terus hidup dalam wujud setengah serigalanya." Pelayan itu menjelaskannya pada Rey dengan rasa sesal.

"Lalu... Di mana dia sekarang?" Tanya Rey dengan rasa penasaran.

"Emosi tuan masih belum stabil, apakah kamu... masih ingin menemuinya?" Tanya pelayan itu dengan ragu-ragu. Dia tidak tahu apakah pertanyaan Rey ini karena Rey memang ingin bertemu dengan tuannya atau untuk menghindarinya lagi seperti apa yang telah Emma lakukan dahulu.

"Beritahu aku, di mana dia sekarang... Meskipun aku tidak yakin jika aku bisa melakukannya..." Kata Rey lagi pada pelayan tua itu.

"Tuan saat ini berada di atas menara paling tinggi di istana ini." Kata pelayan itu dengan yakin kalau Rey tidak akan meninggalkan tuannya itu lagi.

~~~~

Di lantai paling tinggi di menara istana itu, angin kencang bertiup dengan keras membuat siapa pun akan kesulitan untuk bernapas.

Manusia serigala itu membelakangi Rey karena dia sedang memperhatikan hutan di bawah menara itu dan kemudian menatap langit yang luas di hadapannya.

Ketika dia merasakan ada manusia di belakangnya, manusia serigala itu mengeluarkan geraman dalam yang mengancam sosok di belakangnya.

"Pergi! Siapa yang mengijinkan kau disini?!" Kata manusia serigala itu dengan keras untuk mengusir Rey jauh-jauh dari sekelilingnya.

Rey menghela napas tidak menghiraukan geraman dan usiran dari Damian.

"Kalau kau tidak pergi maka aku akan membunuhmu, mengoyakmu, dan..." Tapi manusia serigala itu segera terdiam tidak bisa melanjutkan kata-katanya lagi.

Orang yang di belakangnya tidak bergerak menjauh untuk menghindari ancaman yang diberikan oleh manusia serigala itu.

Manusia serigala itu menghela napas dengan berat karena meskipun sudah diancam bagaimana pun, manusia itu tetap tidak bergeming mengingatkannya pada pelayan setianya. Jika bukan karena angin yang berhenti dengan tiba-tiba, Rey tidak akan pernah mendengar manusia serigala itu berbisik.

"Maaf... Aku kehilangan kendali..." Kata manusia serigala itu dengan pelan.

Manusia serigala itu membenci semua orang... tapi yang paling dibencinya adalah dirinya sendiri.

"Berikan tanganmu." Kata Rey dengan lembut.

Manusia serigala itu mengira dia salah dengar, dia berbalik dengan heran untuk menatap Rey.

Orang yang berada di belakangnya memakai pakaian berwarna putih yang paling disukainya. Dia tidak bisa melihat emosi apapun yang ditampilkan pada wajah kurus manusia itu.

Melihat ekspresi kosong si manusia serigala, Rey mendekati manusia serigala itu dengan tanpa rasa takut.

"Tutup matamu dan jangan memikirkan hal apapun..." Kata Rey lagi dengan lembut.

Kemudian, Rey memeluk si manusia serigala. Ketika awan bergulir dengan pelan karena tertiup angin, tubuh Rey mulai bercahaya dengan lembut.

"AAAAHHH..." Tiba-tiba terdengar suara Rey menjerit dengan kencang. Damian yang mendengarkan jeritan keras dari Rey hanya bisa terperanjat.

Rey merasakan penyiksaan yang sangat menyakitkan dari yang pernah dia rasakan sebelumnya, ribuan tahun rasa amarah dan kepedihan yang sudah terkumpul di dalam manusia serigala itu dan kemudian mengubahnya menjadi energi negatif yang sepuluh kali lipat lebih kuat saat energi itu menghancurkan jiwa Rey.

"TIDAK!!!" Darah segar mulai mengalir dari sisi mulut Rey saat manusia serigala itu melihat ke wajah pucat Rey. Dengan perasaan ngeri, pria yang sedang memeluknya itu hampir tumbang itu. Manusia serigala itu mencoba memberontak dari pelukan Rey untuk menghilangkan rasa sakit yang dirasakan oleh Rey dan dirinya, tapi gelombang rasa sakit yang sangat kuat tiba-tiba meledak dari jantungnya.

Rasa sakit itu kini menyebar dari jantungnya ke tulangnya, pembuluh darahnya, bahkan bulunya saat ini bergetar.

Pelayan tua yang mendengar dua jeritan yang mencekam itu bergegas datang dengan berlari dari ujung istana yang lain dengan memegang alat pemotong rumput yang lupa dia letakkan karena terlalu panik mendengar jeritan itu.

Ketika dia tiba di puncak atas menara, pelayan itu tersentak dan menjatuhkan alat pemotongnya ke atas tanah.

Awan gelap menyebar di sekitar menara, membuat sinar matahari terpusat menyinari menara.

Di hadapannya, tuannya kini mendapatkan kembali wujud manusianya sedang memegang erat manusia lemah di dalam pelukannya.

"Kenapa... Kenapa kamu menolongku?" Tuannya itu bertanya dengan suara bergetar menangis.

Pria yang berada di pelukan Damian kini terjatuh ke tanah dan terbatuk dengan pelan tapi wajahnya menampilkan emosi yang kosong.

"Setelah kamu berada dalam posisi rasa haus darah dan membawa semua hutang dan beban darah selama ini, tidakkah kamu... merasa lelah?" Kata Rey dengan pelan menahan rasa sakit yang dirasakannya.

~~~~

Pelayan itu mengubah pakaian yang sebelumnya dipakai menjadi tuksedo formal miliknya yang paling bagus.

Lantai mengkilap di bawahnya bersinar di bawah cahaya yang redup.

Dia menyisir rambutnya yang berwarna putih keabu-abuan, menyalakan lampu minyak yang antik lalu turun ke lorong yang melingkar lalu dia tiba gudang penyimpanan anggur milik istana.

Dia memeriksa tahun pembuatannya karena dia mencari anggur yang beraroma paling manis di dalam gudang penyimpanan anggur yang berdebu itu.

Saat dia melangkah keluar, dia membawa alat makan perak lainnya di tangannya.

Dia menegakkan punggungnya saat dia melangkah dengan anggun melalui istana yang sangat dia kenal tersebut. Samar-samar, irama lembut dari lagu menggema dari ujung istana.

Lagu itu perlahan mengalir ke setiap sudut istana seperti air sungai.

Saat dia melangkah mendekat, suara dari lagu itu menjadi lebih jelas. Pelayan itu berhenti di depan pintu besar berbahan kayu cendana. Dia dengan pelan mengetuk tiga kali lalu membuka pintunya dan memasuki ruangan itu.

Di dalam ruangan, jendela kaca besar menampilkan langit malam berwarna biru yang samar.

Badai mengamuk di luar jendela membuat pepohonan bergoyang-goyang. Hujan turun dari atap membuat bayangannya bergerak di bawah lampu.

Damian membelakangi pelayannya saat dia duduk di sofa antik yang indah, mendengarkan dengan tenang irama lagu yang mengalun, tenggelam dalam pikirannya.

"Semuanya telah siap, Tuan." Kata pelayan itu dengan mendekati Damian.