webnovel

Cachtice Castle : Blood Countess de Ecsed

Sinopsis Sebagai pria bangsawan dengan gelar ksatria pedang agung yang cukup disegani pada banyak medan pertempuran, Lorant sering menjadi bahan pembicaraan gadis-gadis bangsawan. Wajahnya yang memiliki tulang rahang tegas, dengan hidung bagaikan terpahat sempurna yang memisahkan kedua mata coklat setajam elang berbingkai alis berbentuk golok tebal, membuatnya sangat berkharisma. Tubuh atletisnya yang dipenuhi guratan luka akibat perang, justru semakin membuatnya terlihat gagah. Bahkan para gadis sering membual bahwa dia tahu berapa jumlah bekas luka yang ada di tubuh Lorant, untuk menimbulkan asumsi bahwa dirinya cukup intim dengan Lorant. Tetapi Lorant justru mencintai Benca, gadis biasa yang tinggal terisolir di tepi hutan selama delapanbelas tahun. Hubungan cinta mereka menghasilkan dua orang anak kembar, Lovisa dan Edvin. Lorant tidak menyangka kisah cintanya bersama Benca merupakan awal perjuangan panjang dan pertarungan mental yang kerap membuatnya frustasi. Selain harus menghadapi kecemburuan Ivett, wanita bangsawan yang telah dijodohkan dengannya dan berusaha mati-matian untuk melenyapkan Benca dengan cara apapun, Lorant juga harus menerima kenyataan, bahwa Benca adalah putri kandung dari bibinya sendiri, seorang wanita bangsawan kelas atas penganut satanisme yang sering melakukan ritual berupa mandi darah perawan, dan telah menculik Lovisa, untuk dijadikan korban ritual. Dengan segala kemampuannya, Lorant berusaha melindungi dua wanita yang paling dicintai dalam hidupnya dari cengkraman bibi sekaligus ibu mertuanya yang haus darah.

Risa Bluesaphier · Geschichte
Zu wenig Bewertungen
119 Chs

3. Malam Menjadi Saksi Bisu, 26 September 1573

Countess Klara Bathory de Ecsed berupaya sekuat tenaga untuk menekan rasa kasihan terhadap keponakannya, Countess Elizabeth Bathory de Ecsed, yang sedang menahan sakit tidak terkira. Dia terus membekap mulut keponakannya dengan kain, agar teriakkan karena rasa sakit tidak memecah malam yang senyap. Meskipun setiap ruangan di kastil mereka memiliki tembok yang tebal, namun tetap saja tidak akan mampu meredam suara yang sangat keras.

"Bertahanlah Ellie, kamu pasti bisa melewati ini." Klara berusaha memberi semangat kepada keponakannya. Ellie dengan wajah dipenuhi keringat hanya mampu menatap nanar bibinya, yang terus saja membekap mulutnya dengan kain, agar dia tidak berteriak kesakitan. Satu-satunya yang membuat Ellie kuat adalah, harapan agar anak yang berada di dalam rahimnya bisa terlahir dengan selamat dan sehat. Dia ingin buah cintanya bersama Gustav terlahir sempurna, sesempurna cintanya pada Gustav.

"Gerda, apakah segalanya baik-baik saja?" kali ini Klara menatap Gerda --tabib istana yang sudah mengabdikan diri di kastil Cachtice selama sebelas tahun-- dengan peluh yang membasahi keningnya, masih dengan telaten membimbing Ellie, --panggilan akrab bagi Countess Elizabeth Bathory de Ecsed-- yang sedang berjuang bertaruh nyawa.

"Seharusnya baik-baik saja Nona Klara, tetapi Nona Ellie sepertinya terlalu tegang, sehingga kontraksinya terhambat." Gerda berusaha memberi penjelasan, sambil tetap berkonsentrasi memberi rangsangan di sekitar perut Ellie.

Ellie yang telah menahan sakit sejak awal malam, semakin tampak lemah. Klara telah memberinya ramuan yang dibuat oleh Gerda agar stamina Ellie menjadi kuat untuk melewati situasi ini. Dan Ellie yang mendengar kata-kata Klara berusaha menguatkan dirinya agar bisa terus berjuang melahirkan bayinya. Dia memang takut terjadi apa-apa pada bayinya, dan dia tidak mau karena fisiknya yang lemah, akan membuat proses kelahiran bayinya terhambat. Jadi Ellie mengumpulkan kekuatan semampu yang dia bisa untuk mengejan.

Sesungguhnya yang paling dikhawatirkan oleh Klara adalah kondisi Ellie yang seringkali sesak nafas serta mimisan, setelah itu Ellie akan terkulai lemah tak berdaya. Kalau saja tidak ada Gerda sebagai tabib istana yang handal, mungkin Ellie tidak akan bisa melewati usianya yang saat itu masih balita.

Setelah hampir separuh malam dilalui dengan penuh ketegangan, akhirnya Ellie berhasil dengan selamat melahirkan seorang bayi mungil yang cantik. Meskipun kulit bayi tersebut masih berkerut, namun aura kecantikan sudah terlihat. Gerda yang pertama kali melihatnya sedikit terpesona, namun segera mengingatkan diri untuk membrsihkan tubuh bayi tersebut.

"Bayinya perempuan, sehat dan cantik." Mata Gerda berbinar, Klara dan Ellie juga tidak kalah lega mendengarnya.

"Segera masuk ruangan kedap suara!" perintah Klara tegas. Klara tidak ingin tangis bayi mengagetkan seisi kastil.

Mereka mengetahui kebiasaan seorang bayi yang baru lahir akan menangis, maka mereka telah mempersiapkan ruang kedap suara yang dirancang oleh Gergely suami Gerda, untuk mengantisipasi. Gerda segera membawa bayi tersebut ke sana, di dalamnya, tangisan bayi yang menggema tidak terdengar sampai ke luar.

Sementara itu, Klara membantu Ellie untuk menenangkan diri, "Ellie, sepertinya semua berjalan lancar. Ini, minumlah. Ramuan dari Gerda akan membuatmu mengantuk setelah sekitar satu jam, dan kamu bisa istirahat dengan tenang."

Ellie menatap Klara penuh airmata di wajahnya, "apakah aku tidak boleh melihatnya?" mata Ellie mengerjap penuh pengharapan, "biarkan aku memeluknya sekali saja, bila air susuku bisa menuntaskan hausnya, setidaknya biarkan dia minum sejenak." Ellie memohon dengan suara lirih penuh kesedihan.

Klara menatap keponakannya dengan sendu, "Aku akan tanyakan kepada Gerda. Sementara ini, rebahkan dirimu dengan nyaman. Gerda masih menenangkan bayimu di ruang kedap suara, juga membersihkan tubuhnya."

Ellie mengangguk patuh, "Apakah aku bisa bertemu lagi dengan putriku?" tanya Ellie lagi. Tubuhnya sungguh sangat lemah, namun dia ingin melihat bayinya, ingin memeluknya, juga ingin selalu bersamanya, namun dia sadar, itu adalah sesuatu yang sangat sulit.

"Kita sudah membahas ini berkali-kali, Ellie. Semua sudah dipersiapkan. Kamu tidak memiliki pilihan." Klara mencoba menenangkan Ellie dengan sabar. Dia sangat mencintai keponakannya lebih dari apapun. Baginya Ellie adalah putri cantik bagai porselen ringkih yang harus selalu dijaga, agar tidak retak dan pecah.

Sejak kecil Ellie sering menderita sakit kejang, tubuhnyapun sangat rapuh, bahkan sampai mimisan, sehingga Klara yang usianya tidak terpaut jauh dari Ellie telah menjadi bibi sekaligus temannya. Klara menjadi sangat protektif terhadap Ellie.

Ellie menangis tersedu, "Apakah aku akan kehilangan putriku selamanya?" Ellie masih merasa belum ikhlas melepas bayinya, "Aku tahu aku salah, tetapi apakah tidak ada jalan lain, selain memisahkan aku darinya?"

Ellie menggeleng sedih, Klara hanya mampu mengelus rambut Ellie dengan penuh kasih, "Kenapa tidak membiarkan kami bersama-sama saja, aku bisa pergi dengan bayiku menjauh dari semua ini." Tangis Ellie semakin menjadi dalam pelukan Klara.

"Pada usia dewasanya nanti, ketika diperkirakan dia sudah punya sebuah keluarga kecil, dan mungkin juga anak-anak yang lucu, kita bisa buat skenario untuk merancang pertemuan. Disaat itu, kamu dan aku mungkin sudah menjadi cukup kuat untuk membuat keputusan yang tidak bisa ditentang. Tetapi saat ini, kita tidak bisa melakukannya. Kita semua akan dihukum berat. Apakah kamu ingin Gustav dihukum mati?" Klara berusaha menenangkan Ellie.

Ellie menggeleng lemah, isaknya makin menjadi, dadanya terasa sangat sesak. Semua pilihan tersebut sama-sama sulit, mereka akan memisahkan dirinya dari orang-orang yang dicintainya. Tetapi keputusan yang telah disepakati setelah banyak diskusi dengan Klara --Bibinya-- adalah yang terbaik. Mereka semua akan tetap hidup, meski harus saling terpisah. Namun masih ada harapan untuk bertemu kembali kelak. Dan mereka sepakat untuk menyembunyikan semuanya selama dua puluh tahun.

Gerda datang menghampiri Klara dan Ellie yang masih terbaring lemah karena mulai mendapatkan reaksi ramuannya untuk segera tertidur.

Setelah membersihkan kotoran di tubuh bayi merah --yang kulitnya masih kisut--, lalu membaluri tubuh bayi tersebut dengan ramuan yang membuat bayi merasa nyaman, Gerda membungkusnya dengan selimut tebal dan hangat. Gerda membawa bayi tersebut kepada ibu muda yang baru saja melahirkannya.

"Nona Ellie, dia sudah tenang, kamu bisa menyusuinya sekarang." Awalnya, rencana mereka adalah sesegera mungkin membawa bayi tersebut menjauh dari kastil. Namun tadi Gerda mendengar percakapan antara Ellie dan Klara yang membuatnya terenyuh. Maka dia memutuskan untuk memberikan sedikit kebahagiaan yang masih tersisa, didetik-detik terakhir perpisahan panjang antara ibu dan anaknya yang baru dilahirkan.

Ellie menatap tubuh mungil yang ringkih tersebut dengan takjub. Didekapnya erat, dan dinikmati sensasi saat bayinya meminum air susunya. Mungkin ini adalah satu-satunya hal yang kelak akan bisa membuat ikatan bathin mereka cukup kuat. Ellie berusaha menerimanya dengan tabah.

Akhirnya Ellie tertidur, dan bayi mungil tersebut juga tertidur karena merasa kenyang dan nyaman dalam pelukan hangat ibunya.

Klara dan Gerda segera membereskan segala sesuatunya, lalu menuju istal. Disana Gergely suami Gerda sudah menunggu.