webnovel

BUTTERFLY'S ETERNAL LOVE (Bukan Liang Zhu)

Seorang gadis yang bernama Zhiwei mengalami time slip ke zaman dinasti Jin Timur. Dia bersama Shanbo, Yinfeng, dan Yingtai melakukan petualangan untuk mengumpulkan empat perhiasan batu Liang Zhu. Apakah Zhiwei bisa pulang kembali ke masa depan?

Maria_Ispri · Fantasie
Zu wenig Bewertungen
33 Chs

BAB 31

Di masa depan, Shanbo duduk di sofa ruang tamu. Dia membuka kado yang terbungkus kertas warna pink pemberian Yingtai. Dengan antusias dia membukanya, ternyata sebuah proyektor berbentuk bulat. Shanbo tersenyum, itu barang yang diinginkannya sejak dulu, lalu senyumnya pun hilang saat mengingat benda itu sebagai ucapan selamat tinggal Yingtai padanya. Bersama proyektor itu ada sebuah kotak kecil berisi USB.

Shanbo mematikan lampu, lalu menyalakan proyektor yang langsung berpendar ke arah dinding, Dipasangnya USB ke proyektor. Setelah melakukan pengaturan, dia memutar file yang ada di dalam USB. Terdengar sebuah lagu instrumental dari proyektor, lalu muncul foto dirinya bersama Yingtai. Foto-foto kebersamaannya dengan teman-teman kuliah, bahkan foto mereka saat karya wisata ke Gunung Lembah Ungu. Shanbo tersenyum, tanpa sadar menitik air matanya mengingat semua kenangan bersama Yingtai. Gadis sederhana dan cantik yang dikenalnya saat masuk ke dunia kampus.

Terdengar suara tombol pintu apartemen Shanbo dipencet orang. Shanbo tidak waspada karena dia tahu siapa yang akan muncul di balik pintu. Dugaannya benar, Qixuan masuk tanpa permisi.

"Kau tak mengganti kode kuncimu?" tanya Qixuan.

Shanbo menggeleng. Qixuan anak seorang pengusaha yang bergerak di bidang mode. Apartemen yang ditempati Shanbo milik gadis itu.

"Nonton apa?" tanya Qixuan sambil menaruh camilan ke meja.

Gadis itu berubah rautnya saat melihat apa yang sedang di tonton oleh Shanbo.

"Proyektor baru?" tanya Qixuan lagi.

"Ya, Yingtai yang memberi sebagai tanda selamat tinggal," jawab Shanbo tenang sambil membuka bungkusan makanan.

"Gadis itu ... sudah menyakitimu, masih memberikan hal seperti ini. Apakah ingin kau selalu mengenang rasa sakit hati?" keluh Qixuan mengomentari nasib temannya.

"Rasa sakit itu akan menjadi kebas setelah ini. Darahku sudah habis," komentar Shanbo ironi.

"Kalian sudah lama menjalin hubungan. Aku bisa memahami rasa sakit hatimu," ucap Qixuan, "perempuan tak hanya Yingtai di dunia ini. Masih banyak perempuan lain," lanjut Qixuan sambil makan camilan.

Shanbo hanya menoleh sekilas ke arah Qixuan, lalu konsentrasi lagi pada tontonan.

"Apa rencanamu setelah lulus?" tanya Qixuan

"Masuk akademi polisi," jawab Shanbo singkat.

"Sepatah itukah hatimu hanya karena Yingtai?"

Shanbo diam tak langsung menjawab. Dia hanya menyuapkan makanan ke dalam mulut.

"Setidaknya dengan begitu aku memiliki waktu untuk menyendiri selama beberapa tahun," ucap Shanbo.

"Hei, bagaimana kalau kau masuk ke perusahaan ayahku?" tawar Qixuan sambil menonton slide yang masih terputar.

"Lalu orang-orang akan mengatakan aku masuk perusahaan karena koneksi? Kalian sudah begitu baik kepada kami selama ini?" ucap Shanbo.

Qixuan tersenyum.

"Kita sudah berteman lama. Mungkin di kehidupan sebelumnya aku ada hutang budi pada kalian," jawab Qixuan sambil memakan camilan.

Shanbo hanya tersenyum sambil melirik ke arah Qixuan.

"Esok aku mengantar ibu pulang ke Nanjing karena ada urusan. Aku minta jaga Zhiwei sehari saja," pinta Shanbo.

"Baiklah."

Shanbo tersenyum lalu konsentrasi kembali menonton video. Qixuan menatap Shanbo, lalu ikut menonton video.

"Shanbo, sudah lama kita berteman. Mengapa kau masih membangun sekat yang tinggi di antara kita. Apakah karena Yingtai sudah memenuhi ruang hatimu hingga tak ada ruang untukku?" batin Qixuan yang selama ini hanya memendam rasa terhadap teman akrabnya.

***

Seorang laki-laki menggunakan jaket tebal berdiri di tepi danau Xuanwu. Di bawah sebuah pohon yang rindang. Tatapan matanya tak lepas dari ketenangan danau yang membentang di hadapannya. Udara dingin menyergap membuat uap keluar dari mulutnya saat dia menghela napas.

"Simon," sapa sebuah suara.

Lelaki yang dipanggil Simon itu menoleh. Dia langsung tersenyum saat melihat sosok yang berjalan perlahan ke arahnya.

"Fang," jawabnya sambil tersenyum lebar.

Terpancar rasa bahagia dan kerinduan di mata lelaki itu pada sosok Kak Fang yang juga tersenyum lebar kepadanya.

"Lama sekali kau tak memberi kabar. Tiba-tiba kau muncul di sini," ucap Fang.

"Kau tetap cantik seperti dulu," puji Simon.

"Apakah kau jauh-jauh datang dari Perancis hanya untuk memujiku?" tanya Fang.

"Apakah kau datang jauh-jauh dari Shanghai hanya untuk tanya kabarku?" tanya Simon balik sambil tertawa kecil.

Kak Fang ikut tertawa sejenak lalu wajahnya berubah serius saat menatap danau. Simon melirik perempuan yang pernah menjadi kekasihnya puluhan tahun yang lalu, sampai akhirnya Fang memilih lelaki lain saat Simon memutuskan pergi ke luar negeri.

"Perhiasan Batu Liang Zhu muncul kembali," ucap Fang tenang.

"Untuk itulah aku kembali ke Shanghai. Begitu membaca majalah mode itu, aku segera terbang kemari," jawab Simon.

"Perhiasan itu membawa korban lagi. Zhiwei, anak Liang Yiwen, dia terbaring koma di rumah sakit. Begitu juga Zhu Yinfeng," terang Fang, "aku melihat sendiri Zhiwei memakai cincin itu, dan sekarang cincin itu hilang,"

"Aku sudah tahu kasus itu, dan sekarang menjadi headline di media," ucap Simon.

"Apa yang harus kita lakukan? Apakah gelang itu masih ada padamu?" tanya Fang.

Simon mengangguk.

"Kalung yang ada di tangan keluarga Zhu menghilang. Aku mendengar cerita Zhiwei, mereka terlibat konflik dengan keluarga Shen tentang status pemilik kalung. Keluarga Shen juga memiliki gulungan surat yang sama dengan mereka hingga saling klaim. Yang mengejutkan lagi, Zhiwei sebenarnya anak Tuan Shen dari istri keduanya. Marga ibunya Wei," terang Fang.

"Apakah kau memiliki dugaan siapa yang sudah mencuri kalung itu?" tanya Simon, "apakah menurutmu Tuan Shen pelakunya?" tanya Simon yang juga ada di even pameran saat hilangnya kalung terjadi.

"Bisa jadi," ucap Fang tak yakin, "hanya saja aku mengkhawatirkan dirimu. Aku takut terjadi sesuatu padamu karena gelang Liang Zhu," lanjut Fang dengan raut khawatir.

"Jangan khawatirkan aku. Saat ini aku malah mengkhawatirkan istri Liang Yiwen. Kupikir mereka juga akan mencari keberadaan anting Liang Zhu dan mencelakakan perempuan itu. Untuk itulah aku ke Nanjing," terang Simon.

"Ibu Shanbo ... apakah sebaiknya kita segera ke Desa Lembah Ungu dan memperingatkannya?" tanya Fang dengan nada khawatir.

Simon mengangguk, tatapannya masih tak lepas ke arah danau.

"Kalau begitu sebaiknya kita tak membuang waktu di sini," ucap Kak Fang lalu beranjak pergi meninggalkan Simon.