webnovel

BUTTERFLY'S ETERNAL LOVE (Bukan Liang Zhu)

Seorang gadis yang bernama Zhiwei mengalami time slip ke zaman dinasti Jin Timur. Dia bersama Shanbo, Yinfeng, dan Yingtai melakukan petualangan untuk mengumpulkan empat perhiasan batu Liang Zhu. Apakah Zhiwei bisa pulang kembali ke masa depan?

Maria_Ispri · Fantasie
Zu wenig Bewertungen
33 Chs

BAB 22

Zhiwei duduk di atas kuda yang ditarik oleh Shanbo yang juga naik kuda. Mereka sudah mulai masuk gerbang kota Jiankang setelah melakukan perjalanan seharian. Hari sudah mulai senja, membuat benteng kota bak raksasa yang berubah warna menjadi jingga. Shanbo menoleh menatap Zhiwei. Lelaki itu tersenyum ingat kejadian tadi pagi. Shanbo membutuhkan waktu lama untuk membantu dan meyakinkan Zhiwei bahwa dia akan baik-baik saja.

"Aku takut jatuh dari kuda," ucap Zhiwei saat ditanya alasan mengapa dia tak mau naik kuda.

"Kau berasal dari keluarga berada, apakah orang tuamu tak pernah mengajarkan naik kuda?" tanya Shanbo heran.

Zhiwei diam sesaat mencari alasan.

"Bagaimana aku ingat apakah aku pintar berkuda atau tidak, namaku sendiri saja aku lupa," gerutu Zhiwei.

Shanbo hanya tersenyum. Kepintaran dan keahlian tak berkaitan dengan hilangnya ingatan. Semua ketrampilan itu sudah menjadi jejak nyata di tubuh. Kemampuan berkuda juga ketrampilan alami yang akan direspon tubuh dengan cepat, tak berkaitan dengan hilangnya ingatan. Shanbo tahu Zhiwei hanya mencari alasan.

"Naiklah, kubantu. Jangan takut. Sini!" ucap Shanbo tak ingin berdebat.

Zhiwei dengan wajah khawatir mendekat ke arah kuda. Gadis itu mencoba menyentuh punggung kuda, tapi langsung terkejut takut saat kuda itu bergerak sambil mendengus.

Shanbo menahan tawa. Zhiwei terlihat kesal.

"Tutup matamu, tarik napas. Tata hatimu bahwa semua akan baik-baik saja. Kau takkan jatuh atau ditendang kuda. Ayo, sini!" ajak Shanbo lagi mencoba mensugesti Zhiwei.

Gadis itu melakukan apa yang diminta oleh Shanbo. Dia menutup matanya lalu menghela napas menenangkan diri. Dalam hatinya dia mensugesti bahwa semua akan baik-baik saja.

Shanbo memegang tangan Zhiwei yang sedang menutup mata lalu mengarahkan telapak tangan gadis itu untuk menyentuh punggung kuda. Zhiwei tersenyum lalu membuka mata. Zhiwei mengelus punggung kuda.

"Ayo naik," ucap Shanbo lalu membantu Zhiwei menaiki kuda.

Saat di atas pelana, Zhiwei membungkuk tak berani menegakkan badan.

"Tegakkan tubuhmu, santai!" seru Shanbo.

Wajah Zhiwei benar-benar terlihat cemas. Zhiwei perlahan menegakkan tubuh lalu menutup mata. Dia menghela napas lagi lalu mempersuasi diri. Tiba-tiba kuda yang ditungganginya mulai berjalan perlahan. Zhiwei membuka matanya melihat kudanya mulai berjalan sambil ditarik oleh Shanbo yang juga berkuda di sampingnya. Gadis itu pun tertawa kecil karena kegirangan bisa mengendarai kuda.

"Zhiwei oh Zhiwei, salah sendiri kamu tak mau diajak latihan berkuda oleh Qixuan," batin Zhiwei menyesali diri.

Dia selalu menolak jika sahabatnya di masa depan itu mengajaknya ikut klub berkuda. Qixuan bermaksud baik mengajak Zhiwei ikut klub itu untuk menjalin relasi dengan pengusaha perhiasan kenalannya. Zhiwei merasa tak percaya diri bergaul dengan orang-orang kaya.

***

Kota Jiankang di saat senja sungguh merupakan pemandangan yang luar biasa di mata Zhiwei. Mereka masuk kota sambil menuntun kuda. Gadis itu takjub saat melihat suasana masa lalu. Dia ingat pelajaran sejarah, di masa depan kota ini berubah nama menjadi kota Nanjing. Lampion-lampion mulai dinyalakan di penjuru kota.

Orang-orang dalam balutan hanfu sedang sibuk dengan urusan masing-masing. Penjual tanghulu* membawa batangan bambu di pundaknya berteriak menjajakan sisa dagangannya. Di pinggir jalan masih buka toko dan kedai-kedai. Jalanan berbatu halus lebar dan rumah-rumah yang berdiri di sepanjang jalan dan sungai yang membelah kota. Di tengah kota adalah istana raja.

Shanbo berhenti saat melihat sebuah papan pengumuman. Matanya menangkap sebuah gambar perempuan yang mirip Zhiwei. Di bawahnya tertulis "ORANG HILANG". Shanbo menarik kertas itu. Zhiwei yang sedari tadi menikmati suasana akhirnya mendekat pada Shanbo yang sedang memperhatikan dengan serius selembar kertas.

"Hei, apa itu?" tanya Zhiwei sambil ikut memperhatikan yang tertera di atas kertas.

"Wajah ini mirip kamu," terang Shanbo.

Zhiwei memperhatikan dengan seksama, lalu mengangguk-angguk.

"Mirip," komentar Zhiwei singkat yang direspon heran oleh Shanbo.

"Hei kau disebutkan sebagai orang hilang. Lihat, baca ini. Kau dicari oleh keluargamu,"

terang Shanbo sambil menunjukkan tulisan di kertas.

Zhwei memperhatikan tulisan yang ada di bawah gambar.

"Keluarga Shen? Apakah itu keluargaku?" gumam Zhiwei, "eh, kau tahu tentang keluarga ini?" tanya gadis itu pada Shanbo.

"Tentu saja. Keluarga Shen termasuk keluarga saudagar terkaya di Jiankang selain keluarga Zhu," terang Shanbo.

Zhiwei menatap kertas yang bergambar dirinya.

"Pantas saat aku menemukan dirimu, aku langsung bisa menilaimu berasal dari keluarga yang berada. Hei, kuantar kau langsung ke kediaman Shen, ayo," ajak Shanbo.

Zhiwei tak langsung mengikuti langkah Shanbo. Dia masih mempertimbangkan langsung ke kediaman Shen ataukah tidak.

Shanbo yang merasa Zhiwei tidak mengikuti langkahnya langsung berhenti dan menoleh.

"Ayo!" seru Shanbo.

"Tidak, lebih baik aku tak kembali dulu ke keluarga Shen," jawab Zhiwei tegas.

Shanbo merasa heran lalu mendekat ke arah Zhiwei.

"Ada apa?" tanya Shanbo," apakah kau merasa ada yang tak beres?" tanya Shanbo lagi.

"Aku kehilangan memori tentang keluarga Shen. Aku ingin tahu tentang mereka terlebih dahulu sebelum benar-benar kembali ke tengah keluargaku. Aku juga tak tahu, siapa yang ingin membunuhku. Ada baiknya berhati-hati," terang Zhiwei dengan wajah serius.

Zhiwei tak bisa langsung masuk ke dalam keluarga itu, karena yang ada dalam tubuh gadis yang saat ini disemayaminya, bukan anak gadis keluarga Shen.

"Baik, kita lakukan sesuai rencana semula," ujar Shanbo, "ayo, rumah bibiku sudah dekat. Dia seorang perancang perhiasan terkenal di Jiankang," terang Shanbo lalu mulai melangkah.

Akhirnya Zhiwei mengikuti langkah Shanbo sambil menarik tali kekang kudanya membelah keramaian kota.

***

Suasana di kediaman keluarga Zhu mulai menghangat dengan kesembuhan tuan muda mereka. Saat ini Weiyan sedang memasang bajunya untuk siap-siap jalan-jalan sore mencari suasana baru setelah lama sakit dan terbaring di kamar. Pelayan pribadi Weiyan yang bertubuh gendut menyiapkan baju sutera hitam bersulam corak pohon bambu bersama sebuah ikat pinggang kulit dan pendan giok milik tuannya.

"Pangzi, apakah kau sudah melakukan apa yang kuperintahkan?" tanya Weiyan.

"Sudah tuan muda. Saya sudah menyuruh orang untuk mencari kalung dan gelang itu ke seluruh toko perhiasan di Jiankang. Ada seorang perempuan bernama Nyonya Fang di toko perhiasan Ruyi yang ingin bertemu dengan Anda," terang Pangzi.

"Sampaikan padanya nanti malam setelah jalan-jalan kita akan mampir ke toko itu untuk bertemu pemiliknya," perintah Weiyan.

"Baik tuan," jawab Pangzi sambil memberi hormat.

"Ayo kita jalan!" ajak Weiyan sambil membuka kipasnya dan berjalan keluar kamar dengan gagahnya.

Yinfeng dalam tubuh Weiyan merasa beruntung. Sosok lelaki yang disemayaminya memiliki bentuk tubuh dan jejak ketrampilan bela diri yang bagus. Berbeda dengan dirinya di masa depan yang hanya sibuk kerja dan kurang memperhatikan masalah bela diri, walau seminggu sekali dia akan ke pusat kebugaran untuk olahraga. Dia sudah mulai merasa sehat.

Weiyan bersama Pangzi keluar dari kediaman Zhu lalu berjalan kaki berbaur bersama warga Jiankang yang sedang sibuk dengan urusan mereka masing-masing. Baru kali ini Weiyan keluar melihat keramaian. Sebuah pemandangan masa lampau nyata di depan matanya. Dia harus mengalami banyak adaptasi. Tak semua kemudahan sarana bisa dinikmati seperti di masa depan.

Weiyan merasa ada yang aneh saat melihat orang-orang yang ada di jalanan. Hampir semua perempuan dan gadis menatapnya sambil tersenyum, bahkan ada yang berbisik-bisik. Weiyan memperhatikan mereka dengan raut penuh tanya.

"Eh Pangzi ... apa kau tak merasa ada yang aneh?" tanya Weiyan dengan nada berbisik di balik kipasnya.

Pangzi tersenyum paham.

"Tuan, bukankah seperti biasanya ...," jawab Pangzi.

Weiyan mengerutkan dahi tak paham.

"Apa maksudmu seperti biasanya?" tanya Weiyan.

Pangzi tertawa kecil.

"Ah, Tuan Muda, Anda orang yang tertampan dan bertalenta di kota Jiankang. Mereka semua menganggumi Anda. Biasanya jika Anda jalan-jalan akan memberikan bunga mawar pada gadis tercantik yang Anda temui di jalan. Mereka semua berharap mendapatkan bunga itu dari Anda," terang Pangzi.

Spontan Weiyan bengong.

"Wow, Weiyan ternyata seorang playboy," batin Yinfeng dalam tubuh Weiyan seakan tak percaya lelaki yang ditempatinya saat ini memiliki semua keunggulan ras manusia.

"Kau membawa bunga mawarnya?" tanya Weiyan.

Pangzi tersenyum, lalu mengeluarkan sekuntum mawar dari dalam lengan bajunya yang lebar.

"Hebat, kau memang pelayan siaga," puji Weiyan lalu melanjutkan langkahnya.

Pangzi merasa bangga dengan pujian yang didapatnya, lalu buru-buru mengikuti langkah tuannya. Mereka berjalan di tengah keramaian kota, bersamaan dengan Zhiwei dan Shanbo yang berjalan berlawanan arah dengan Weiyan dan Pangzi.

*Permen buah manis berwarna merah berbentuk bulat-bulat ditusukkan pada batangan bambu.