Katanya, kebaikan manusia dan kesabaran itu selalu ada batasnya. Namun mengapa di mataku tidak terlihat hal itu. Bunda yang malam-malam begini masih menyambut kedatanganku meskipun niatnya hanya sekadar jadi pengganggu saja.
Aku heran, pada mereka juga siapapun yang ada di dunia ini yang selalu saja mengatakan hal yang cukup nggak masuk akal.
"Padahal bukan weekend loh, kok kakak main? Kan nggak bisa menginap nanti," rajuk Refi.
"Ya kan niat kakak memang cuman main doang, kamunya aja yang terlalu banyak berharap." Gerakan tangannya yang hampir saja menghamburkan diri dalam pelukanku terhenti.
Ia memberi setengah senyumnya. "Kakak mah nggak seru, padahal biasanya aku kan juga sering menginap di rumah kakak. Masak kali ini, aish nyebelin pokoknya nggak suka aku!"
Aku tersenyum simpul. Dia memang begitu, bahkan saat ini matanya memicing karena terus saja memintaku menginap. Terus merengek dan merajuk. Sayangnya itu gak akan berhasil untukku saat ini.
Unterstützen Sie Ihre Lieblingsautoren und -übersetzer bei webnovel.com