webnovel

Bukan Istri Tapi Estri

Karena impian bodoh Endra, dia harus terjebak dengan perempuan sadis yang bernama Sarah dengan menjadi seorang suami. Sialnya, perempuan sadis yang awalnya Endra anggap seperti malaikat justru berubah menjadi iblis yang meneror hari-hari indahnya menjadi semakin suram. Bagaimana Endra akan menghadapi Sarah? Dan mampukah Endra melepaskan diri dari cengkeraman kesadisan Sarah yang selalu berperan sebagai istri yang baik di depan ibunya sendiri?

AdDinaKhalim · Urban
Zu wenig Bewertungen
247 Chs

#009: Negoisasi dengan Sarah

Begitu selesai menceritakan itu semua, hal pertama yang Endra dapatkan dari reaksi Sarah adalah tawa ejekan. Ya, Sarah menertawakan ceritanya. Endra tidak bisa melarangnya karena kebanyakan teman-teman sekolahnya dulu juga sering menertawakannya gara-gara ambisi Endra ini. Jadi melihat Sarah bereaksi sama seperti teman-temannya yang lain, Endra tidak merasa kaget.

"Jadi ... bantuan apa yang lo mau itu?" tanya Sarah kemudian.

Endra takut-takut mengutarakan niatnya. Tapi sudah kepalang tanggung, jadi Endra sekalian saja mengatakan maksud tujuannya.

"Dari awal ... saya ... saya sudah ... menganggap, kalau Bu Sarah ... sesuai dengan kriteria saya." Endra terbata-bata mengatakannya.

"Ha?"

"Iya, Bu. Saya ... tahu ini mendadak, tapi ... dengan kedatangan Ibu saya ke kota, saya ingin meminta bantuan pada Bu Sarah, kalau ..." Endra kembali ragu mengatakannya. "Kalau untuk sementara ini ... tolong Ibu berpura-pura saja jadi pacar saya. Saya mohon." Endra menunduk. Dia tidak tahu akan mendapat jawaban seperti apa dari Sarah. Tapi ... Endra tidak bisa lagi mundur. Jika dengan Sarah tidak berjalan lancar, ibunya pasti akan mulai menyeretnya untuk mencari perempuan dari kampungnya saja. Dan Endra tidak mau, waktu bertahun-tahun yang dia habiskan untuk menunggu perempuan idamannya dari kota akan sia-sia belaka.

"Buat apa gue nurutin kemauan konyol lo itu? Apa untungnya buat gue? Dan lagi, cerita lo ini terlalu nggak masuk akal buat gue," komentar Sarah dingin.

Mendengar itu, Endra langsung mengangkat wajahnya dan menatap Sarah serius. "Saya mohon, Bu, saya akan melakukan apapun asalkan Ibu mau membantu saya."

Sarah menautkan keningnya tak percaya. Tapi melihat kesungguhan di wajah Endra, Sarah jadi punya sesuatu yang ingin dia coba.

"Kalau gue mau, lo bersedia nurutin apapun persyaratan yang gue minta?" tanya Sarah memastikan.

"Iya, Bu, saya bersedia."

"Kalau begitu, sebentar." Sarah mulai memfokuskan tatapannya lagi ke layar laptopnya, mengetik sesuatu. Sementara di depannya Endra dibuat tak mengerti. Tapi memikirkan soal kemungkinan Sarah bersedia bersandiwara menjadi pacarnya, entah kenapa hati Endra terasa berbunga-bunga. Ini langkah yang bagus untuk menjadikan Sarah sebagai istrinya.

Lima menit kemudian, Sarah selesai mengetik dan langsung mencetak apa yang baru saja diketiknya. Kemudian, menempelkan sesuatu pada kertas itu lantas memberikannya pada Endra.

"Gue bukan tipe orang yang memberikan bantuan secara cuma-cuma, terlebih untuk orang yang memiliki ambisi konyol kayak lo. Jadi, karena lo tadi udah bersedia nyanggupin persyaratan apapun yang gue minta, makanya sekarang gue minta lo buat tanda tangan di kertas itu," ucap Sarah serius.

Endra mengambilnya. Membaca tulisan yang tertera diatas kertas, yang rupanya berupa surat perjanjian. Dalam surat itu tertulis, bahwa Endra bersedia melakukan apapun yang akan dijelaskan secara rinci pada lembaran terpisah beserta konsekuensinya jika sampai melanggar surat perjanjian ini sebagai syarat untuk mendapatkan bantuan dari Sarah.

"Gue udah nempelin materai di sono, jadi lo tinggal tanda tanganin aja," kata Sarah lagi.

Endra tidak merasa ragu sedikitpun dan langsung menandatangani lembaran itu. Lantas setelah selesai, menyerahkannya lagi pada Sarah.

Sarah menerimanya sembari tersenyum penuh arti. Namun saat ini, Endra sama sekali masih tidak menyadarinya.

"Kalau begitu, ayo kita temui orang tua lo itu." Sarah berdiri dari kursinya, yang kemudian diikuti oleh Endra.

Dalam hati, Endra merasa sangat bahagia, karena tadi Sarah sempat mengatakan kata "kita". Dia merasa kalau itu bisa menjadikan hubungan keduanya menjadi semakin dekat.

Meski sejujurnya, Sarah bersedia melakukan ini semua bukan tanpa alasan. Tapi ada sesuatu yang akan dia lakukan pada Endra. Sementara Endra masih tidak menyadarinya dan menganggap bahwa semua ini justru berjalan sesuai dengan keinginannya.

Begitu keduanya sudah keluar dari kantor, Endra mengantar Sarah menuju ke tempat di mana mobil orang tuanya di parkir. Dan di tengah langkah mereka menuju ke sana, Endra melihat Ibu dan Ayahnya keluar dari mobil sembari mengarahkan tatapannya pada mereka berdua. Ekspresi wajah ibunya tampak begitu takjub, sebenarnya ayahnya juga sama, tapi masih bisa menahan diri. Sementara ibunya justru sudah memberikan senyuman lebar bahkan sebelum langkah kaki Endra dan Sarah sampai. Endra juga tidak mau kalah. Berhasil membawa Sarah untuk dikenalkan pada kedua orang tuanya membuat Endra merasa di atas angin. Lantas ikut mengembangkan senyuman lebar.

Begitu sampai, tanpa Endra duga, Sarah justru langsung mencium punggung tangan ibu dan ayahnya, yang seketika membuat kedua orang tua Endra langsung kesengsem dengan pertemuan pertama mereka. Di tambah lagi, Sarah juga rupanya menampilkan senyuman ramah dan lebarnya pada orang tua Endra. Hal yang tidak pernah Endra lihat sejak Endra bertemu dengan Sarah.

"Ibu sama Bapak udah lama di sini? Kenapa nggak masuk ke dalam saja?" Secara ajaib, nada suara Sarah yang selalu terdengar judes rupanya bertransformasi menjadi super lembut, layaknya suara sang bidadari. Endra saja sampai dibuatnya takjub.

Ibu Endra langsung tertawa. "Iya, nih Endra nggak ngajakin kita masuk, makanya Ibu sama Ayah nungguin di sini."

Endra dibuat kaget dengan jawaban jujur ibunya. Tapi kemudian suara Sarah kembali terdengar.

"Kalau begitu, biar Sarah aja yang ngajakin Ibu sama Ayah masuk. Ayo, Bu, Yah." Nada suara Sarah masih konsisten lembutnya. Bahkan senyumnya juga tidak ketinggalan. Di tambah lagi Sarah sudah tidak menyebut 'pak' lagi seperti tadi, tapi 'ayah' seperti yang ibu Endra ucapkan.

Mendapat sambutan luar biasa ramahnya, kedua orang tua Endra begitu tersanjung. Dan langsung mengiyakan ajakan Sarah. Keduanya lantas berjalan bersama Sarah untuk masuk ke dalam kantor, sementara Endra mengekor di belakang. Tak henti-hentinya Endra dibuat takjub dengan apa yang terjadi pada Sarah yang benar-benar di luar dugaan.

***

Satu bulan kemudian.

Endra tidak bisa melawan Sarah. Akhirnya, yang bisa dia lakukan adalah menuruti ucapan Sarah, dengan berkunjung ke rumah orang tuanya di kampungnya sana.

Sepanjang jalan menuju rumah Endra, Sarah masih asyik saja bermain dengan hapenya. Terkadang mengetik sesuatu, tertawa tiba-tiba, lalu kembali fokus pada hapenya. Endra enggan bertanya, karena jawabannya sudah pasti hanya akan menyakiti hatinya saja.

Tapi di sisi lain, Endra jadi bisa memastikan satu hal. Bahwa meski sesadis apapun sikap Sarah, atau sejudes apapun ucapan Sarah, hal itu tidak pernah berlaku jika sedang berada di depan kedua orang tua Endra. Karena sikap dan suara Sarah akan langsung berubah 180 derajat. Endra tidak tahu harus bersyukur atau merutukinya akan perbedaan sikap dan ucapan Sarah itu.

Sebenarnya, Endra juga tidak terlalu mengenal Sarah, selain sifat buruknya yang melebihi iblis, Endra tidak tahu banyak mengenai Sarah. Pertemuan keduanya yang baru terjalin sekitar sebulan yang lalu tidak membuat Endra serta merta mengetahui segalanya tentang Sarah. Tapi yang jelas, Endra tahu kalau Sarah tidak punya orang tua, dan pernah hidup di panti asuhan, itupun cerita yang dia dengar dari Asti. Karena jangankan untuk mengetahui semua itu dari mulut Sarah secara langsung, mencoba berbicara santai dengan Sarah saja, Endra hanya akan mendapat ucapan menusuk dari Sarah yang berujung pada sakit hati.

Sekarang, Endra sudah paham betul soal sifat Sarah yang satu itu. Tidak terkecoh seperti waktu dulu. Sehingga dengan begonya Endra mau menandatangani perjanjian yang Sarah buat tanpa membacanya sama sekali. Karena yang Endra pikir waktu itu hanyalah soal ibunya yang terus saja memaksanya untuk bertemu Sarah, jadi Endra tidak punya pilihan lain selain meminta bantuan pada Sarah.

Makasih udah baca.

- AdDina Khalim

AdDinaKhalimcreators' thoughts