Sesuai kesepakatan Bibi dan Aki Wulung, bahwa tiga malam setelah pertemuan pertama pagi itu, aku harus berada di rumah dukun sakti. Jum'at Kliwon sekaranglah waktunya. Aku diantar ke sebuah rumah kecil pinggir desa, dan ditinggal bersama dua orang tua asing yang sekaligus menyeramkan.
"Kenapa dia belum ganti pakaian juga, Nyai?"
Aki Wulung seketika menghardik---lebih tepatnya ditujukan kepadaku---saat aku takut-takut mengikuti langkah Nyai Wulung yang membuka pintu menuju halaman belakang.
Bulan purnama bersinar penuh, menyapu tanah dan pucuk-pucuk pepohonan yang menjadi hitam oleh suasana malam. Aki Wulung berada di tengah pelataran, menghadap sebuah bejana berbahan tanah liat berisi air kembang. Sedang tangan kanannya memegang botol kecap yang terisi penuh.
Apa aku akan dimandikan pakai kecap, ya? Atau ... itu botol darah yang dimaksud Kaivan?
"Anaknya tidak mau, Kang. Membantah terus!"
Unterstützen Sie Ihre Lieblingsautoren und -übersetzer bei webnovel.com