webnovel

Sibucinnya Renata

" Jika laki-laki itu memang mencintaimu dengan tulus, lihat bagaimana dia memperlakukanmu ketika kau marah padanya."

- Renata Anastasyia-

" ma, Rere pamit dulu. Assalamu'alaikum." pamitnya sambil mencium pipi kanan mama Rita.

" hati- hati dijalan nak. " balas mama Rita yang sedang membungkus pesanan dari para konsumennya.

Rere mengendarai motornya dengan hati-hati. Kali ini ia harus mengendarai motor lebih cepat daripada biasanya, karena jam pagi ini bersama ibu Mega. Bisa-bisa kalau ia telat 5 menit, Ibu Mega enggak mau ngajar dikelas itu seharian penuh. Dan poin kelakuan mereka semua akan dikurangi. Bu Mega memang sangat pecinta disiplin dan kebersihan. Ia tidak akan masuk kedalam kelas, jika kelas itu kumuh atau berdebu. Bu Mege pernah bercerita di awal semester dahulu, kenapa ia mencintai kebersihan? karena ia memiliki 20 macam alergi dan salah satunya alergi terhadap debu ataupun kotoran ini.

" Rere!" panggil Jenner.

" jen, kita ada tugas enggak ya sekarang?" tanya Rere kebiasaannya.

" setahu gue enggak ada. tapi enggak tahu juga." balas Jenner dengan santai dan tidak mau tahunya.

" astaga, gue salah nanya orang kayaknya." ucap Rere sambil menepuk jidatnya.

" hehehe... kan loe tahu gue gimana re," balas Jenner sambil menggarukkan kepalanya yang tidak gatal.

Kali ini tidak ada Ikram, semalam mereka sempat berbincang bahwa Ikram akan berada dikelas Rere, kecuali pada mata kuliah yang diajarkan bu Mega. Ia masih terlalu malu untuk bertemu dengan bu Mega. Tapi, disisi lain bu Mega ada baiknya, tanpa beliau mungkin sampai sekarang Rere dan Ikram masih berteman biasa aja.

" kenapa loe lirik-lirik kebelakang? pasti ngarap Ikram datang ya?" goda Jenner.

" bukan itu, uda sonny kemana ya?" tanya Rere tampak bingung.

Jenner hanya mengendikkan bahunya karena tidak tahu, maklum teman perempuan yang dekat dengan Sonny hanyalah Rere. Selebihnya hanya diabaikan oleh Sonny. Terbesit dalam benak Rere untuk menghubungi Sonny, namun tanpa disadari bu Mega datang lebih cepat dari biasanya. Rere mengurungkan niatnya untuk menghubungi sonny dipagi itu.

Dengan pakaian yang senada dari atas sampai kebawah berwarna merah maroon, Bu Mega tampak lebih semangat dari biasanya. Ia kali ini lebih banyak senyum dan bermurah hati tanpa ada suara garang yang acapkali ia keluarkan ketika suasana kelas tidak kondusif atau memang saat ini para mahasiswa sedang bertingkah baik.

" re, makan ke kantin yuk!" ajak Jenner.

" hmm gue seperti biasa bawa bekal jen, biar hemat. " balasnya.

" iya gue tahu, tapi gue ingin traktir loe." ajaknya dengan sedikit memaksa.

" enggak ah, gue segan... gue temani loe makan aja ya." ucap Rere kembali menolak.

" ish ya udah deh, loe teman ni gue jajan ya." balas Jenner kembali riang.

" iya jenner.." singkatnya

Mereka berjalan menuju kantin dibelakang kampus yang saat ini lebih sering Rere kunjungi daripada perpustakaan. Banyak para mahasiswa dan mahasiswi berkumpul baik itu karena perkumpulan organisasi ataupun memang circle pertemanan mereka disana.

" re, tadi bukannya loe mau menghubungi sonny ya?" tanya Jenner memastikan.

" ya Allah gue lupa. iyaaa bentar gue hubungi si pemalas itu dulu." sahutnya sambil mengambil handphonenya didalam tas ranselnya.

*nomor yang ada tuju sedang tidak aktif, silahkan periksa kembali nomor tujuan anda.

Berulang kali Rere menghubungi di nomor yang sama, dan berulang kalipula jawaban yang sama ia dapatkan dari operator.

" wahh.. benar-benar jadi beruang kutub si sonny ini ya.." sindirnya dengan sendiri.

" kenapa re?" tanya Jenner

" gue telpon malah enggak aktif nomornya. anehkan?" ucap Rere dengan kesal.

" mungkin dia lagi tidur kali re, kan loe tahu dia kerja sambil kuliah. Mungkin kecapean." balas Jenner berpikiran positif.

" iya juga sih, tapi kasihan gitu lama-lama dia libur kayak gini bisa enggak lulus lagi dianya. kan loe tahu dia umurnya lebi tua tiga tahun dari kita." sahut Rere mengingatkan Jenner.

" gue tahu, ya gimana lagi kondisinya kayak gitu." balas Jenner

" jomlah makan! gue lapar nih dan makanan gue keburu dingin." tambah Jenner lalu menyantap makanan yang ada dihadapannya.

***

" Apa gue kerumah sonny aja untuk memastikan ia baik-baik saja?" monolognya sembari menghidupkan motornya.

" loe mikirin siapa lagi sih re?" ucap Jenner yang masih memperhatikannya.

" gue mikir uda sonny." jawabnya.

" ya Allah re, dia baik-baik saja percayalah sama gue. dia kan memang kayak gitu beruang kutub." ujar Jenner

" tapi enggak biasanya nomornya enggak aktif kayak gini." risau Rere.

" ya sudah terserah loe deh... kalau gitu gue pulang dulu mami gue udah nunggu digerbang. bye re!" pamit Jenner lalu melambaikan tanganny ke arah Rere.

" baik gue akan kerumah Sonny." ucapnya dengan pasti. Lalu ia melajukan motornya dan keluar dari gerbang kampus menuju rumah Sonny. Untung saja rumahnya tidak jauh dari kampus palingan menghabiskan waktu 10 menit perjalanan.

Ikram : kamu dimana?

Rere : ini lagi didepan rumah sonny

Ikram : ngapain disana?

Rere : mau ngeliat sonny aman enggak tuh orang!

Ikram : kenapa enggak ajak gue?

Rere : loe kan kuliah uda...

Ikram : gue bakalan libur kuliah demi loe.

Rere : enggak perlu uda, gue bisa sendiri.

Ikram : enggak! sekarang loe dimana?

Rere : dijalan pemuda no 3

Ikram : Oke gue kesana!

" ish ngapain juga dia kesini, iya kalau ada Sonny. kalau enggak ada gimana." Batinnya sambil mengomel sendirian.

Rere melangkah masuk ke halaman rumah yang sederhana berwarna hijau muda. Tampak bersih dan terawat, namun kelihat sunyi. Rere tampak ragu dalam melangkah untuk manggil Sonny.

"Assalamua'alaikum bu.." sapa Rere sambil mengetuk pintu rumah sonny.

Sebanyak tiga kali ia mengetuk pintu namun tidak ada sahutan.

"Mungkinkah Ibu Hamidah dan Sonny lagi berada diluar kota? tapi kenapa uda Sonny enggak bilang sama Rere? " monolognya.

" eh non rere.." panggil seorang ibu yang sedang memikul jamu.

" bu Zaenab.. ibu hamidah sama sonny kemana ya?" tanya Rere langsung.

" hmm... enggak tahu ibu non." balas Ibu zaenab dengan ragu dan takut.

Rere menaikkan alisnya karena curiga dengan cara Bu Zaenab menjawabnya.

" bu, jujur saja.. kemana sonny?" tanya rere lagi.

" enggak tahu non, bu pamit dulu ya.. Assalamu'alaikum." balas Bu Zaenab tampak takut dan terburu-buru untuk pergi.

Rere masih tercengang dengan cara Bu Zaenab. Ia merasa ada yang tidak beres kali ini. Kemudian ia mencoba menghubungi Sonny, tapi tetap sama. Rere mulai risau ia takut terjadi apa-apa dengan Sonny.

" dek.... kenapa?" tanya Ikram melihat rere yang menggigit bibir bawahnya.

" sonny enggak ada dirumah uda, nomor hp nya juga enggak aktif." risaunya pada Ikram.

" Mungkin ia lagi liburan. kan sonny kerja sambil kuliahkan ya?" Ucap Ikram memastikan pada Rere. Ia membalas dengan anggukan kemudian Rere menjawab, " tapi tidak biasanya ia kayak gini uda."

" terus loe mau ngapain ?" tanya Ikram

" enggak tahu. tapi perasaan gue enggak enak saja." balas rere yang masih khawatir.

" idihh cemburu deh gue rasanya, segitu amat sama sonny." sindir Ikram pada Rere.

" dia sahabat gue paham?" bentak Rere dengan kesal.

" iya sayang .. maaf yaa." sahut Ikram tampak takut bila Rere marah.

" ya udah Rere, kita mikirnya dicafe aja sambil makan gitu." ajak Ikram.

" baiklah.." balas Rere pasrah.

**

" sudah lima hari gue disini, ditempat yang berbau obat-obatan ini." monolognya.

" nak, minum obat ya.." pinta Ibu Hamidah.

" enggak ma pahit, sonny enggak suka." tolaknya.

" jangan kayak gitu, kalau enggak minum obat kapan sonny akan sembuh?" ucap Ibu Hamidah menghiburnya.

" sonny enggak akan sembuh bu." ucap Sonny tampak pasrah.

Ibu Hamidah mengecup kening anak semata wayangnya itu. Ia tidak menyangka sonny akan merasakan sakit yang separah ini, kalau bisa penyakit itu biar ia saja yang merasakannya jangan anaknya. Sonny yang tumbuh tanpa seorang ayah dari berumur 4 tahun harus bekerja banting tulang semenjak kelas 1 SMA. Kini mendapatkan cobaan penyakit yang kemungkinan memberikan peluang hidup baginya tak memungkinkan.

Ibu Hamidah hidup menjanda berpuluh tahun lamanya. Ia membiayai hidupnya dan anaknya sebatang kara. Dan ketika Sonny beranjak SMA, ia tidak ingin menyusahkan ibunya dan berusaha membiayai dirinya sendiri sampai kuliah.

Sungguh memprihatinkan hidup dua orang ibu beranak ini. Terus berusaha dan bersabar dari berbagai cobaan hidup yang silih berganti datang. Mereka saling menguatkan, bagi ibu Hamidah Sonny adalah segala-galanya. Bintang hatinya. begitu juga dengan Sonny, Ibunya adalah inspirasi hidupnya. Wanita tangguh yang ia hormati sedari dulu.

***