*****
Danica tersenyum menatap ketiga temannya sedangkan Belinda menatap dengan canggung dan bingung, pasalnya ia menatap keanehan dalam suara Danica yang terdengar berbeda dari biasanya. Sesuatu yang coba Danica tahan, Belinda dapat merasakannya namun yang membuat Belinda bingung adalah kenapa seperti itu?
"Ahh kita baru saja dari toko buku diseberang sana dan kita berniat akan mengambil sepeda motor yang dititipkan dirumah Adel lalu pulang."
Danica hampir lupa area kedai dekat dengan rumah Adel, kalau dia ingat tidak akan dirinya mau jika kejadian seperti ini tidak akan terjadi. Danica lebih memilih membawa Belinda ketempat lain, sayangnya dia bukan goblin yang bisa tahu segalanya dan bisa menghilang begitu saja.
"Kau sendiri darimana?" pertanyaan Chaca membuat Danica kembali tersenyum lalu mencoba menjawab dengan tenang.
"Aku baru saja pergi cari makan dengan Belinda, kalau begitu selamat bersenang senang. Kita harus segera pulang karena sudah malam." Danica langsung menarik tangan Belinda untuk segera mengikuti langkahnya.
"Hmmm hati hati dijalan." Ucapan Adel bahkan tak ditanggapi oleh Danica, entah ia tidak dengar karena sudah berjalan atau memang sengaja untuk tidak menjawab.
"Apa kau pikir dia marah?" pertanyaan Adel hanya dibalas acuh kedua temannya yang hanya mengangkat bahu tanda tak tahu.
"Aiisshh aku merasa bersalah dengan Danica, harusnya kita mengajaknya juga."
"Sudah terlanjur, biarkan saja. Danica tidak akan marah, benar kan Ra?"
Raula yang diajak bicara pun hanya menatap dengan terkejut dan bingung harus menjawab apa karena sejak tadi ia hanya diam dengan pikirannya sendiri tentang Danica saat ini.
Raula sudah duduk dengan Danica tiga tahun ini dan ia bodoh jika tidak tahu maksud dari tatapan Danica tadi saat ia menyadari kehadirannya.
"Mungkin, Danica kan tidak pernah marah." Ucapan asal Raula membuat Adel sedikit tenang.
"Sudah ayo segera pulang sudah malam, bisa tamat riwayatku jika pulang malam malam." Ucap Chaca sembari menari kedua tangan sahabatnya itu.
"Kalau begitu pulang pagi saja pasti aman." Ucapan Adel mampu membuat Chaca menatapnya dengan tajam dan membuat Raula terkekeh mendengarnya.
"Itu benar Ca, pulang besok pagi saja. Paling paling cuman lihat baju sama kopermu aja yang diluar pintu."
"Kalian mendoakan aku diusir yah?"
"Kan hanya perumpaan, benarkan Del apa yang aku bilang?"
"Hmm Raula benar."
"Aisshh kalian menyebalkan."
Chaca langsung menghempaskan kedua tangan sahabatnya dengan kesal sedangkan Raula dan Adel hanya tertawa melihat Chaca begitu kesal.
Keduanya terus tertawa dan saling mengejek satu sama lain begitu juga Chaca yang terus berusaha membalas dendam hingga mereka sampai dirumah Adel namun ketiganya masih saja saling mengejek satu sama lain.
"Sudah sudah pulang sana nanti dicari mama lagi." Ucap Adel dengan nada mengejek.
"Aisshh berhenti mengolokku sialan."
"Hahahaha tapi kami suka." Suara gelak tawa Adel dan Raula membuat Chaca semakin menggeram kesal.
"Tau ah, bete. Pulang ayo."
"Uggghh Chaca jangan marah yah… makin tayang deh. Hahahaha"
"Pulang." Chaca langsung berjalan meninggalkan Adel dan Raula sembari menghentakkan kakinya kesal.
*****
Matahari telah duduk pada singgahsananya dan waktu sudah menunjukkan pukul 06.30 tapi gadis itu masih saja berkutat didalam kamarnya dengan sesekali menggerutu kesal.
"Dani, Belinda sudah datang." Teriakan Oliv membuat Danica mengumpat dipagi hari, harinya benar benar sedikit buruk hari ini.
Ah jika diingat hari Danica memang selalu buruk dan selalu diawali dengan keburukan dipagi hari itu kenapa dia selalu merasa kesal pada setiap kegiatan. Tidak ada hari membahagiakan dalam hidup Danica saat ini.
"Sudah ku katakan berapa kali jangan memanggil namaku Dani, aku terlihat seperti laki laki yang berubah gender."
Kesal Danica sembari keluar dari kamarnya membuat Oliv dan Belinda terkekeh, ia langsung mengenakan sepatunya dan berniat akan berangkat.
"Berdandanlah seperti perempuan nanti aku akan memanggilmu Nia, kelakuanmu saja seperti laki laki. Urakan sekali." Ucap Oliv sembari tersenyum jahil.
"Aisshh menyebalkan sekali pagi pagi." Kesal Danica.
"Kami berangkat ya Kak, nanti terlambat." Ucap Belinda sembari tersenyum dan langsung menarik Danica agar anak itu berhenti menggerutu.
"Kita belum selesai Kak." Teriak Danica membuat Oliv tersenyum sembari menggelengkan kepalanya.
Keponakannya itu benar benar tidak bisa dikatakan perempuan sejati, lihat saja dandanan sangat jauh dengan Belinda bahkan jika berdandan juga cantik. Pikir Oliv.
"Suka sekali membuat Danica kesal, ini masih pagi Ol." Suara berat itu membuat Oliv menolehkan kepalanya menatap sang suami dengan terkekeh kecil.
"Lucu saja, anak itu susah sekali diatur." Ucap Oliv sembari menghampiri suaminya, sang suami pun ikut terkekeh pelan.
"Dia sudah besar, biarkan saja asal dia tidak berbuat aneh aneh itu sudah baik." Ucap Kiki membuat sang istri tersenyum manis. Meski Kiki suka sekali marah marah karena hal kecil persis seperti Danica tapi dia adalah lelaki yang mengerti dengan keadaan orang terdekatnya.
*****
Danica dan Belinda setelah sampai di sekolah langsung masuk ke kelas masing masing, Danica pun terdiam sebentar pada persimpangan menuju kelasnya. mencoba menarik nafas dan menghembuskannya dnegan pelan hanya berusaha untuk menghilangkan rasa kesal pada dirinya.
Ia pun langsung melangkah masuk kedalam kelas dengan senyuman tipisnya, keadaannya dengan teman temannya pun berjalan dengan baik seperti tidak pernah terjadi apapun.
"Wooo ada apa dengan seorang Danica bisa datang sesiang ini." ucapan heboh Chaca membuat Danica tersenyum sembari menggelengkan kepalanya sedangkan kedua temannya pun hanya ikut menambahi sesekali.
"Ahh aku kehilangan barangku lagi." Kesal Danica.
"Aisshh itu bukan hal yang luar biasa buat seorang Danica eoh? Bahkan kau sudah sering merusak." Ucapan Raula membuat Danica melotot kesal pada Raula membuat sang empu terkekeh.
"Kali ini barang apa yang kau hilangkan eoh?"
"Perlengkapan menulis." Ucapan tenang Danica membuat ketiga temannya menatap takjub dan tidak percaya.
"Kau menghilangkan tempat pensil?"
"Aku tidak ada pensil ataupun bulpoin."
"Aku juga, aku hanya punya satu."
"Aku tidak ada sama sekali."
"Aisshh kalian benar benar." Kesal Danica saat ketiga temannya kompak menggodanya, Danica pun langsung memeluk lengan Raula yang memang duduk disampingnya dengan wajah memohon.
"Raula kan baik, kenapa tega dengan ku. Aku nanti tidak bisa mengerjakan tugas bagaimana? Pinjami ya ya ya?"
"Aisshh menyebalkan sekali, ambil saja nanti di tasku."
"Terimakasih sayangku." Danica langsung memeluk Raula dengan senyum mengembang sedangkan Raula hanya berusaha untuk lepas membuat kedua temannya tertawa.
"Lepaskan Danica."
"Tidak, sebelum kau bilang Danica cantik."
"Aishh menyebalkan sekali."
"Ayoo."
"Lepas…"
"Tidak…"
"DANICA…."
Tawa ketiganya langsung terdengar saat teriakan kesal Raula membuat satu kelas terdiam. Raula langsung menghembuskan nafasnya kasar melihat semua mata langsung tertuju padanya.
"Aisshh…."
Terlihat begitu sempurna bukan hubungan pertemanan mereka? tapi ada satu hal yang tidak mereka ketahui, bahwa akan ada salah satu orang yang akan berkorban untuk kebahagiaan semua orang.
Mereka hanya tidak tahu ada sosok yang membutuhkan penompang disaat semua penompangnya pergi satu persatu bahkan sosok teman yang ia banggakan pun harus ikut berpaling dari hidupnya.
*****