"Tuan serius? Gak mungkin kalau Tuan itu Leo!" Lara berdiri dari tempatnya. Ia menetap tajam. Xander yang duduk di sofa. "Jangan ngaku-ngaku, deh. Leo gak pernah bersikap kasar sama saya.
"Saya memang Leo, Sugar." Ditarikanya tubuh Lara kemudian mendudukan gadis itu di pangkuannya. Sejak kemarin setelah Lara memintanya agar mencari Leo, ia memikirkan sejuta kali untuk mengaku pada gadis itu.
"Aku Leo, Leo yang kamu cari. Hanya saja mungkin wajah Leo-mu tidak akan pernah bisa kembali," Lanjut Xander menyandarkan kepalanya di lengan Lara.
Kejadian itu, tujuh tahun silam berkelebat di otaknya. Tentang ayah Lara dan pertengkaran dengan mama tirinya. Tentang ayah kandung Xander yang justru dalang dibalik semua kesakitannya. Juga tentang semua.
"Benarkan?" Lara memegang kedua pipi Xander. Ia membelai sayang. "Tapi Leo punya tanda lahir di sini." Jemari Lara menyusuri setiap wajah suaminya. "Dan luka di sini." Tangannya menyibak lengan baju Xander.
Lelaki itu menatap Lara. "Kamu mau mendengar ceritaku?"
"Tentu saja. Ceritakan semua kalau memang kamu Leo!"
Bayangan ayah Lara yang mengusirnya kembali berkelebat, Xander mengepalkan tangan menahan dendam yang selalu merasuk ke dada. Ia mencintai Lara, tapi ketika teringat perlakuan ayah Lara ia sakit hati. Itu yang membuat lelaki itu kadang berbuat sedikit kasar pada istrinya.
**
Tujuh tahun lalu.
"Pergi sana sama ayah kamu! Sudah untung aku mau memberi makan kamu!" Ayah Lara mengacungkan jarinya keluar dari pintu kamar kamar. Suryo terlanjur emosi, kepalanya hampir meledak ketika semua orang menuntutnya untuk memenuhi semua keinginan mereka, termasuk Leo.
Anak laki-laki bawaan dari istri barunya itu tiba-tiba minta sepeda motor. Padahal harusnya anak itu tahu kalau bisnis Suryo bangkrut dan ia harus bekerja keras untuk membuat semua orang di rumah itu tetap bisa terisi perutnya.
"Tapi, Yah, Leo ingin ...."
"Pargi!"
Lelaki muda enam belas tahun itu berjalan gontai keluar kamar. Padahal ia meminta sepeda motor itu untuk membantu papanya mencari naflah. Leo merasa anak pertama di keluarga itu, dan ia tergerak untuk ikut membantu mencari uang.
Namun, keinginannya harus kandas karena Cahyo malah mengusirnya.
"Kamu mau sepeda motor?" Susan tiba-tiba duduk di dekatnya ketika Leo merenung di depan rumah.
"Iya, Ma. Leo berniat untuk ...."
"Mama punya cara. Mama bisa belikan kamu sepeda motor." Wanita itu tersenyum manis. "Ayo ikut mama dulu."
Leo percaya sepenuhnya dengan mama tirinya. Ya, ia bukan anak kandung Susan. Leo lahir dari pernikahan ayahnya yang pertama, setelah tujuh tahun, ayah Leo menikah dengan Susan.
Kemudian ketika Leo berumur lima belas tahun, terjadi perceraian. Dan Leo ditinggal bersama Susan. Itu yang membuat anak lelaki tersebut sangat percaya kepada sang mama tiri. Meski Susan sering memarahinya. Bahkan beberapa saat lalu ia dipukul dengan pisau dapur ketika ayah kandungnya datang dan bertengkar dengan Susan.
Lelaki kecil itu menyadari kalau sebenarnya Susan sayang kepada dia, hanya caranya yang salah.
Leo muda segera masuk ke rumah, ia mencari Lara, gadis dua belas tahun yang menemaninya di rumah baru itu. Anak dari Cahyo yang mempunyai wajah manis dan sifat enerjik seolah tidak punya lelah.
"Lara, aku mau dibelikan sepeda motor. Nanti kita jalan-jalan pakai motor, ya." Leo berdiri di belakang tubuh Lara yang sedang duduk di meja belajar.
"Benarkah? Asik!" Gadis itu tersenyum. "Nanti ajak aku ke danau, ya!"
Leo mengangguk. "Ya sudah, aku pergi dulu sama mama. Mau ambil motornya."
Susan membawanya ke ayah kandung Leo. Wanita itu menerima sejumlah uang dalam jumlah banyak setelah ia menyerahkan Leo kepada Juan. "Nih anak kamu! Males aku ngurusin dia." Susan pergi meninggalkan Leo begitu saja.
"Ma, tunggu!"
"Kamu gantian ikut ayah kamu. Aku bukan mama kamu lagi." Kali ini Susan benar-benar pergi.
Juan melihat anak lelakinya yang sudah tumbuh besar. Senyum menyerigai terbit di wajahnya. "Mantep, nih!"
Fakta itu membuka mata Leo, bahwa selama ini Susan memang tidak pernah sayang dengannya. Wanita itu benci dengan Leo.
"Yah, aku mau dibawa ke mana?" Leo bertanya ketika mereka naik mobil dan meninggalkan tempat itu.
"Ke surga." Juan tersenyum licik.
**
"What? Kamu dijual ... eh Tuan Xander dijual?" Mata Lara membola.
"Panggil Leo, Sugar. Aku Leo-mu." Xander menyandarkan tubuhnya ke belakang.
Lara merapatkan tubuh. Ia menarik tangan Xander dan menggenggamnya. "Lalu luka di wajah kamu?"
Xander berbaring, ia menjadikan paha Lara sebagai bantal kepala.
**
Leo berada di tempat asing setelah dijual oleh ayahnya. Satu Milyar. Ya, dia hanya dihargai Satu Milyar. Dan ayahnya rela menjual anak lelakinya. Miris.
"Bawa anak itu! Organ dia cocok dengan orang yang memesan dari negeri tetangga." Bos besar di tempat itu memerintahkan anak buahnya untuk menyeret Xander.
Lelaki muda itu berontak. Ia mendengar kalau dirinya anak diambil organ dalamnya dan dijual ke pasar gelap. Dan ternyata benar.
Xander mengeplkan tangan. Tega sekali ayahnya dan Susan memperlakukan dia layaknya barang. Bahkan berniat membunuh Xander pelan-pelan hanya demi uang.
Shit!
Ia juga marah dengan Cahyo yang mengusirnya saat itu. Gara-gara dia, Xander jadi seperti sekarang.
"Wah, habis ini kita akan pesta dong, Bos." Lelaki yang memakai ikat kepala merah tersenyum senang.
"Tenti saja. Sudah siap dokternya?"
Lelaki yang memakai ikat kepala mengangguk.
Leo dibawa ke sebuah ruang operasi ilegal. Ada dua orang berpakaian dokter di sana.
"Ini korban selanjutnya?" tanya salah satu Dokter itu.
"Ya, sudah ada pesanan masuk untuk satu ginjal dan jantungnya. Untuk organ lain nanti kita tawar-tawarkan setelah selesai pengambilan." Bos Besar tersenyum menyerigai melihat Xander.
Tubuh Xander bergetar hebat. Dia akan mati hari ini. Pasti itu. Ketika tubuhnya dibaringkan paksa dan dokter akan menyuntik obat bius kedua, Xander berontak. Tapi akibatnya ia harus mengalami patah tangan karena kejadian itu.
Obat bius berhasil masuk ke tubuhnya, Xander lemas. Matanya berkunang-kunang. "Lara, maaf gak bisa mengajak kamu ke danau," ucapnya lirih.
Seketika setelah ia mengucapkan itu, bayangan mama tirinya dan ayahnya yang tersenyum puas dan tengah bersenang-senang masuk ke otak. Xander mempunyai kekuatan lagi. Ia berontak lebih keras, meski tubuhnya sudah melemas.
"Brengs*ek kalian semua!" Leo menendang tak beraturan. Entah ia dapat kekuatan dari mana. Obat bius seolah perlahan menghilamg seiring dendam yang membara di dalam dada.
**
"Ayah mencari kamu setelah malam itu, dia menyesal telah membentak kamu." Lara membelai lembut wajah Xander. "Kamu masih dendam sama ayah?"
Rahang Xander mengeras. "Ya."
"Lalu kenapa kamu menikahi aku?" Lara bertanya tidak mengerti. Kalau Leo benci dengan ayahnya, kenapa harus menikahi anaknya.
"Karena kamu dijual Susan." Xander tertawa. "Aku udah beli kamu. Ya, suka-suka dong mau ngapain bonekaku."
"Ish." Lara mendorong tubuh Xander hingga lelaki itu jatuh dari sofa.
"Sakit, Lara." Xander mengelus lengannya.
"Bodo amat. "Lalu wajah kamu? Kenapa bisa beda?"