Mas, ayo kita makan dulu, aku sudah siapkan makanannya di meja makan."
"Iya, ayo."
Della berjalan dengan memeluk tangan Devan suaminya, Della senang karena Devan selalu mau menemaninya makan.
"Masak apa kamu?"
"Mas lihat saja sendiri."
Keduanya tersenyum bersamaan, biarkan saja mereka juga akan ke meja makan, jadi Devan bisa melihat sendiri nanti apa yang dimasaknya sejak tadi.
"Silahkan, Mas." Ucap Della seraya menarik kursi untuk Devan.
"Terimakasih, Sayang."
Devan pun duduk, Della tersenyum dan mengangguk, ia lantas turut duduk di tempatnya.
Untuk beberapa saat keduanya terdiam, Della membiarkan Devan melihat masakan apa saja yang tersedia di meja, sampai akhirnya Della mengisi piring makan milik Devan.
"Semoga kamu suka dengan menu makan malam kali ini."
"Aku selalu suka dengan hasil masakan kamu, jadi tidak perlu berkata seperti itu."
Della tersenyum dan mempersilahkan Devan untuk menikmati makanannya, Della juga mengambil bagiannya dan melahapnya bersama dengan Devan.
Ditengah ketenangan makan mereka, ponsel Devan berdering dan itu cukup mengganggu.
"Siapa, Mas?" Tanya Della.
"Oh, ini orang kantor, dari tadi tanya berkas buat meeting besok tapi aku gak juga dapat jawaban."
"Ya sudah, sekarang kan lagi makan."
"Gak apa-apa, sebentar ya aku angkat dulu."
Della hanya mengangguk dan membiarkan Devan pergi, sudah satu minggu ini, Devan selalu menjauh dari Della setiap kali menerima telepon.
Tapi Della tidak mempermasalahkan itu, meski jujur Della merasa sedikit heran dengan hal itu, biasanya Devan menjawab telepon selalu di depan Della mau dari siapa pun panggilan yang masuk.
"Hallo, bagaimana?"
Devan terdiam mendengarkan kalimat dari seberang sana, Devan lantas melihat layar ponselnya dan merubah panggilannya menjadi panggilan Video.
"Apa, Sya?" Tanya Devan seraya tersenyum.
"Aku tahu, kamu pasti lagi makan sama istri kamu kan?"
Devan melirik belakangnya, memastikan jika tidak ada Della menyusulnya.
"Iya, aku lagi makan malam, kenapa kamu malah telepon?"
"Aku kangen sama kamu, aku tunggu kamu telepon sejak tadi, tapi gak ada."
Devan tersenyum mendengar nada marah namun tetap manja dari Tasya, wanita itu adalah sekretaris barunya di kantor.
Tasya sudah bekerja sejak satu bulan lalu, dan Tasnya telah merubah sikap profesional Devan menjadi kasih sayang yang berlebihan.
Devan mengakui rasa sukanya terhadap Tasya, dan dengan gatalnya Tasnya juga menerima Devan meski ia tahu tentang Della.
"Malam ini kamu mau ke rumah?"
"Gak bisa dong, kemarin aku sudah sama kamu, masa sekarang aku harus sama kamu lagi."
"Katanya, kamu lebih senang sama aku?"
"Iya, tapi kan aku juga harus tetap jaga kepercayaan Della terhadap aku."
Tasnya tampak kecewa mendengar kalimat Devan, tapi itu tak lantas membuat Tasnya marah dan membenci Devan.
"Sudahlah, besok kan kita bisa sama-sama di kantor."
"Tapi masih lama, aku kangennya juga sekarang."
"Sama, aku juga kangen sama kamu, tapi kamu harus mengerti juga tentang aku dan Della."
"Baiklah, awas ya kalau kamu gak sayang aku besok."
Devan tersenyum dan mengangguk, itu bukan masalah, bukankah Tasnya dan Della mengakui jika Devan adalah sosok romantis dan penuh kasih sayang.
"Sudah ya, jangan terlalu lama, nanti Della susul aku kesini."
"Silahkan, tapi kamu jangan terlalu manis sama dia."
Devan hanya tersenyum tanpa mengatakan apa pun juga, sesaat kemudian panggilan terputus dan Devan kembali bersama dengan Della di sana.
"Maaf lama ya," ucap Devan seraya mengusap tangan Della.
"Gak apa-apa, ayo makan lagi."
Devan duduk dan melanjutkan makannya, baguslah karena Della tetap bertahan di meja makan tanpa berniat menyusul Devan tadi.
"Gimana, sudah dapat berkasnya?"
"Sudah, syukurlah, jadi besok pagi aku bisa langsung berangkat ke tempat meeting."
"Memangnya harus sepagi itu?"
"Iya sayang, ini client penting sekali, dan aku gak bisa tolak saat dia minta pertemuan pagi-pagi."
"Ya sudah, kamu semangat ya, aku doakan semoga kamu sukses dengan projek kali ini."
"Amin, terimakasih Sayang."
Della tersenyum dan mengangguk, apa pun yang dilakukan Devan, Della selalu berharap yang terbaik, bahkan meski Devan melakukan kesalahan sekali pun Della selalu berharap agar imbasnya tetap baik.
"Mas, besok aku mau ke rumah Papah, boleh?"
"Ke rumah Papah, untuk apa?"
"Tadi siang, Mamah telepon katanya Papah sakit dan mau bertemu sama aku."
"Papah sakit, sakit apa?"
"Biasalah Mas, Papah kan punya riwayat jantung, bisa kumat kapan saja."
"Ya Tuhan, tapi maaf ya Sayang, aku kan harus meeting pagi jadi pasti gak bisa jenguk Papah kamu dulu."
"Gak apa-apa Mas, Papah pasti mengerti kok."
"Salam saja ya, bilang maaf karena aku tidak bisa datang bareng kamu."
"Iya, nanti aku sampaikan."
Keduanya tersenyum, lama berselang makan malam keduanya telah selesai, Della bangkit dan menumpuk piring kotornya.
"Aku cuci ini dulu ya, Mas."
Devan seketika menahan tangan Della agar tak meninggalkannya.
"Kenapa?"
Devan turut bangkit dan melepaskan genggaman tangan Della dari piring kotor itu.
"Besok, aku harus bangun pagi sekali, dan langsung dihadapankan sama pertemuan penting, jadi sekarang kamu harus kasih aku bekal semangat untuk besok."
"Bekal semangat?"
Devan tersenyum melihat kening Della yang berkerut, tangannya terangkat menyentuh pundak Della dan bergerak ke punggungnya.
Devan menurunkan sleting baju Della dengan sempurna, dan mengusap punggung itu dengan lembut.
"Mas, nanti ada yang datang."
Della mendorong pelan Devan, keduanya tersenyum dengan tatapan satu sama lain.
"Kenapa kalau ada yang datang, mereka pasti mengerti karena kita suami istri."
Devan menarik kain itu dari pundak Della, hingga membuat mini dress itu melorot turun ke lantai sana.
Devan semakin tersenyum melihat tubuh Della yang tak lagi tertutup baju, kini hanya ada kain bra dan cd saja yang terpasang.
Devan sigap menarik Della dan menciumnya dengan penuh gairah, tak ada penolakan Della menerima dan membalas perlakuan itu dengan seharusnya.
Della mengimbangi permainan Devan di bibir dan mulutnya, Della mulai memejamkan matanya saat tangan Devan mulai liar di tubuhnya.
Lumatan lembut itu perlahan mulai menghilang, terganti oleh hisapan buas di leher dan dadanya.
Della meremas pundak Devan, saat satu tangan Devan yang lainnya menyentuh keintiman Della.
"Ssss .... Mas," desah Della mulai gelisah
Devan tak menghentikan kegiatannya, tak peduli mereka ada di mana sekarang, Devan melepaskan sisa helaian kain di tubuh Della.
Devan membawa Della turun, dengan cepat tangan itu menggeser dress itu untuk jadi alas tubuh Della.
Devan mencubunya penuh nafsu, tubuh Della memang kerap menggoda gairahnya.
"Aaah .... ssss Mas."
Della mendesah saat merasakan ada yang menjejali keintimannya dengan sangat penuh.