webnovel

Bidadari Surgaku

Cyra Grizelle, gadis gila yang menginginkan surga. Gadis cantik dengan mata tajamnya dikenal sangat sulit ditaklukan, bahkan oleh seorang pria se-sempurna Raefal Alvano. Pria dua tahun di atas Cyra tersebut sudah jatuh hati pada gadis gila itu sejak sekolah menengah atas. Dia berusaha keras untuk menaklukannya. Namun, Raefal selalu gagal. Hingga akhirnya, mereka berpisah selama bertahun-tahun lamanya. Dan selama itu juga, Raefal masih mencari Cyra. Merasa sangat sulit menemukan Cyra, Raefal akhirnya menyerah. Dia memilih untuk menikah, berharap bisa menggeser nama Cyra di hatinya. Namun, Raefal gagal. Bahkan, hingga dua kali menikah sekalipun, pria itu selalu gagal menggeser Cyra dari hatinya. Sampai suatu ketika, takdir mempertemukan keduanya kembali. Akankah pada kesempatan kali ini Raefal berhasil menaklukkan Cyra?

Depaaac_ · Urban
Zu wenig Bewertungen
265 Chs

10- Kedatangan Keluarga Raefal

"Ra? Besok kamu ke kampus jam berapa?" Suara sang ibu menyapa indra pendengaran Cyra, membuat perhatiannya yang semula menuju pada layar laptop kini teralihkan sepenuhnya pada sang ibu.

"Besok Cyra ke kampus siang, Mom. Ada apa?" Jawab Cyra.

Civia, Ibu tiri dari Cyra tersebut berjalan mendekati putrinya yang sedang duduk di ranjang dengan sebuah laptop di pangkuannya.

Perempuan cantik dengan mata tajamnya yang kini hanya mengenakan baju rumahan. Sebatas babydoll berwarna hitam berlengan panjang.

"Sekitar jam berapa?" Pertanyaan ini membuat mata Cyra memicing curiga. Sepertinya dia bisa menebak apa yang ada di pikiran sang ibu.

"Mommy pasti mau menyuruh Cyra untuk berangkat dengan Raefal 'kan?" Tebak Cyra, membuat senyuman Civia mengembang.

"Kenapa kamu selalu tahu apa yang Mommy pikirkan sayang?" Ujar Civia, membuat Cyra mendengus kesal.

Untuk kali pertama, dia menyesal dengan tebakannya yang benar. Padahal, dia sangat berharap tebakannya kali ini meleset.

"Mom, Cyra tidak mau berangkat dengan Raefal!" Ujarnya dengan penuh rasa percaya diri.

Civia yang mendengar hal itu menghela nafasnya. Dia tahu putrinya akan menolak Raefal mentah-mentah. "Kenapa kamu sebenci itu sama Raefal? Padahal dia dari keluarga yang jelas loh. Kita sudah mengenal orang tua Raefal dengan baik... Bang Exa... keluarga kita dekat dengan keluarga Raefal, Cyra..."

Tak ada kata-kata yang terucap dari bibir Cyra selama beberapa saat. Haruskah dia memberitahu ibunya bahwa alasan dari Cyra yang menolak Raefal adalah karena Ifrey?

Selain dia tidak menyukai Raefal, Cyra juga merasa tidak enak dengan Ifrey. Sahabatnya sering tersakiti dalam rumah tangganya dengan Raefal hanya karena dirinya.

Bahkan, Ifrey bercerita bahwa Raefal seringkali memanggil nama Cyra sewaktu tertidur.

Raefal sudah terlalu berlebihan dalam mencintai Cyra. Dan Cyra tidak menyukainya. Itu tidak ada bedanya dengan obsesi. Bahkan, Cyra tidak tahu apakah Raefal sebenarnya tulus atau hanya karena rasa penasaran saja.

"Mom tahu 'kan kalau Raefal gagal dengan pernikahannya sebanyak dua kali? Bahkan, Raefal baru saja bercerai beberapa minggu yang lalu." Ujar Cyra.

Civia mengetahui hal itu. Tetapi, entah mengapa hati kecilnya merasa tenang jika mengetahui bahwa putrinya sedang bersama Raefal. Dia percaya sepenuhnya bahwa Raefal adalah pria bertanggung jawab yang akan menjaga Cyra sepenuh hati.

"Sayang, ayahmu juga duda sewaktu menikahi Mom. Dan Mom yakin sepenuhnya bahwa ayahmu adalah pria bertanggung jawab. Mom percaya bahwa kegagalan rumah tangga ayahmu memberikan banyak pelajaran padanya sehingga tak akan mengulang kesalahan yang sama hingga menyebabkan sebuah perceraian." Nasehat Civia.

Sayangnya, Cyra tetap pada pendiriannya. "Raefal gagal berumah tangga sebanyak dua kali, Mom. Bagaimana bisa Cyra percaya kepada pria sepertinya? Sudah seperti itu, ilmu agama Raefal—"

"Ilmu agama memang penting, tanggung jawab juga penting, tetapi semua itu bisa dicari. Hanya cinta yang tulus yang sulit dicari." Potong sang ibu, membuat Cyra mulai jengah.

"Besok Raefal akan ke sini. Mom tidak memaksa mu untuk berangkat dengannya. Setidaknya, sambut dia dan bukakan pintu untuknya. Mengerti?" Merasa harus mengakhiri percakapan ini, Cyra akhirnya memilih untuk mengangguk, mengiyakan ucapan sang ibu.

***

***

Seorang perempuan cantik dengan rambut panjang berwarna hitamnya mengucek mata sembari menuruni tangga.

Gadis itu mencium aroma masakan di dapur yang cukup enak. Merasa tergoda, dia segera menghampirinya.

Dilihatnya seorang wanita paruh baya yang kini sedang sibuk di dapur, memasak makanan cukup banyak.

"Kenapa masak banyak sekali, Mom?" Tanya Cyra.

Tak hanya Cyra, Chenand yang baru saja datang setelah membaca koran di luar juga ikut menanyakan hal yang sama. "Apa ada yang akan bertamu?"

"Morning Dad!" Sapa Cyra hangat.

Ayahnya mendekati putri cantiknya, mengecup keningnya. "Morning too, kesayangan Daddy!"

Kedekatan mereka adalah definisi sempurna dari kedekatan seorang ayah dan anak perempuannya. Cinta pertama Cyra adalah ayahnya.

Itulah mengapa standarnya untuk calon suami sangat amat tinggi. Karena sang ayah sudah memberi Cyra segalanya.

"Raefal mau datang, Mas... dia katanya mau datang sama ibunya juga. Senang sekali aku mendengarnya, aku sudah sangat merindukan Senia," jawab Civia dengan wajah yang terlihat bahagia.

Tak hanya Civia, Chenand juga terlihat sama senangnya. "Bagaimana dengan Troy? Apa dia akan datang juga?" Tanya Chenand.

Berbeda dengan Civia dan Chenand yang terlihat antusias, Cyra justru menghela napasnya. Dia berdecak pelan, mendekati sang ibu dan memeluknya dari belakang.

"Cyra membantu Mom memasak saja ya? Tetapi, imbalannya Cyra tidak perlu ikut menemui mereka." Rengek Cyra.

Civia dan Chenand saling pandang satu sama lain, kemudian menggeleng tegas. "Mereka sebentar lagi datang. Cepat mandi dan gunakan hijabmu. Tidak ada kata tidak, Cyra... kita harus menyambut tamu dengan baik. Jangan lupa itu."

Helaan napas berat keluar dari bibir Cyra. Gadis itu melirik jam dinding, melihat jarum pendeknya yang berada di angka tujuh.

Cyra memang sedang datang bulan sehingga bangun sedikit lebih siang. Jika tidak, biasanya dia akan bangun sekitar jam tiga pagi.

Setelah Cyra berlalu, Chenand kini mendekati sang istri. "Tumben sekali Troy sampai ikut. Bukankah dia sangat sibuk? Ada acara apa memangnya?" Tanya Chenand.

Civia melirik ke tangga, memastikan putrinya sudah benar-benar pergi. Setelahnya, dia berbisik pada sang suami. "Raefal akan menjadi pria ke tiga puluh delapan yang melamar Cyra tahun ini."